- MBG memutus rantai tengkulak dan menstabilkan harga pangan melalui SPPG.
- Investasi gizi tetap berjalan di masa libur demi target Indonesia Emas 2045.
- Program MBG menyerap lebih dari 741 ribu tenaga kerja di seluruh Indonesia.
Suara.com - Di tengah riuh kekhawatiran publik mengenai potensi kenaikan harga pangan akibat implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG), sejumlah pakar justru melihat perspektif sebaliknya.
Program ini dinilai bukan beban bagi inflasi, melainkan stimulus yang mampu memutus rantai spekulan dan memperkuat ekonomi kerakyatan secara masif.
Ekonom Harryadin Mahardika menegaskan bahwa hadirnya Satuan Pelayanan Pangan Bergizi (SPPG) justru menjadi penyeimbang harga. Selama ini, petani dan peternak kerap terjepit oleh permainan tengkulak karena minimnya akses langsung ke pasar.
"Justru menurut saya para spekulan agak sulit mempermainkan harga lagi karena produk petani bisa langsung dibeli SPPG. Opsi bagi produsen pangan jadi lebih banyak," ujar Harryadin kepada wartawan, Kamis (25/12/2025).
Menariknya, program MBG tetap berjalan meski di masa libur sekolah. Guru Besar UMJ, Sri Yunanto, menampik tudingan bahwa hal ini sekadar upaya menghabiskan anggaran. Menurutnya, pemenuhan gizi adalah investasi jangka panjang untuk Indonesia Emas 2045 yang tidak boleh terputus oleh kalender akademik.
Hingga 24 Desember 2024, data menunjukkan skala program ini telah mencapai angka yang fantastis dimana sebanyak 17.555 SPPG telah beroperasi di 38 provinsi, 50 Juta lebih penerima manfaat telah terlayani dan 741.985 tenaga kerja terserap langsung dalam ekosistem ini.
Di balik angka-angka makro tersebut, terselip kisah kemanusiaan yang mendalam. Maria Sudilaksana Mega (42), seorang ibu tunggal di Tangerang Selatan, adalah salah satu dari ratusan ribu relawan yang menggantungkan hidup pada program ini. Di tengah kondisi hamil enam bulan, ia kini memiliki penghasilan layak sebagai juru racik untuk 3.300 porsi makanan setiap harinya.
Bagi Mega dan jutaan orang lainnya, MBG bukan sekadar kebijakan di atas kertas, melainkan jembatan untuk menyambung hidup dan memastikan masa depan pendidikan anak-anak mereka tetap terjaga di tengah masa sulit.
Baca Juga: Pusing! Pedagang Lapor Harga Pangan Melonjak di Nataru, Cabai Rawit Tembus Rp 80.000/Kg
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
- 4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
- 5 Motor Jadul Bermesin Awet, Harga Murah Mulai 1 Jutaan: Super Irit Bensin, Idola Penggemar Retro
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Pertamina Bawa Pulang Minyak Mentah Hasil Ngebor di Aljazair
-
OJK Beberkan Update Kasus Gagal Bayar P2P Akseleran
-
Relokasi Rampung, PLTG Tanjung Selor Berkapasitas 20 Mw Mulai Beroperasi
-
Pusing! Pedagang Lapor Harga Pangan Melonjak di Nataru, Cabai Rawit Tembus Rp 80.000/Kg
-
Support Pembiayaan, BSI Dukung Program Makan Bergizi Gratis
-
Apresiasi Ferry Irwandi, IKAPPI Usul Skema Distribusi Masif untuk Tekan Harga Pangan
-
Awas! Ada 4 Bakteri Berbahaya di Bawang Bombai Ilegal
-
Danantara Guyur Pinjaman Rp 2 Triliun ke BTN, Buat Apa?
-
Maknai Natal 2025, BRI Peduli Wujudkan Kepedulian Melalui Penyaluran Puluhan Ribu Paket Sembako
-
Transformasi Makin Cepat, Potensi Ekonomi Digital Bisa Tembus 360 Miliar Dolar AS