Suara.com - Sektor pertanian menjadi satu dari sektor prioritas pemerintah dalam mengatasi krisis global. Hal ini turut tergambar dalam rencana kerja Presiden Prabowo Subianto yang mendorong swasembada pangan hingga mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.
Meski demikian, persoalan sektor pertanian di Indonesia masih terbilang pelik dan penuh tantangan. Stigmatisasi soal menjadi petani di usia kalangan produktif atau anak muda masih banyak yang kurang meminati. Salah satu faktornya karena sektor ini kerap dianggap tak menjamin kesejahteraan.
Di satu sisi, kaki Indonesia tengah bersiap menghadapi Indonesia emas 2045. Pada masa ini diproyeksikan sektor pertanian menjadi lumbung pangan dunia dan tidak lagi mengimpor pangan. Beriringan dengan hal tersebut pemerintah juga menginisiasi sejumlah langkah untuk mewujudkan tujuan ini baik dari hulu ke hilir.
Melihat tantangan hingga situasi yang berjalan, Al Fansuri seorang petani muda menuangkan pemikirannya dalam sebuah karya “Agrikultur Progresif: menopang Indonesia emas lewat jalur pertanian”. Karya ini dibuat atas dasar resah dalam memandang usaha pertanian yang sebenarnya adalah kekuatan bagi bangsa untuk berlari kencang menuju Indonesia Emas.
“Sektor pertanian itu vital bagi perekonomian Indonesia. Meskipun ya kontribusinya terhadap PDB negara terus menurun, tapi ini masih jadi sektor penghidupan bagi masyarakat, apalagi yang tinggal di pedesaan. Tapi, sekali lagi kita sama-sama ketahui kalau komoditas pertanian juga jadi penyumbang PDB terbesar bagi negara Indonesia, apalagi kalau anak mudanya lebih banyak berperan di sektor pertanian. Kek ibarat makin gacor lah kita.” Beber Al Fansuri dalam keterangannya dikutip Selasa (14/1/2025).
Sebagai anak muda yang bergelut di usaha pertanian ia tak menampik masih ada banyak kerikil tajam yang dihadapi petani, tak terkecuali dirinya dan para petani lainnya.
“Ketergantungan pada metode konvensional dan kurangnya penerapan teknologi modern menjadi penghalang utama dalam meningkatkan produktivitas,” ujarnya lagi.
Oleh karenanya, dalam buku yang ia tulis, dijabarkan solusi untuk sejalan dengan target pemerintah. Al Fansuri mengusulkan transformasi menuju agrikultur progresif. Adalah sebuah sistem pertanian yang mengintegrasikan teknologi canggih dan ramah lingkungan, serta berfokus pada efisiensi dan keberlanjutan. Penggunaan drone untuk pemantauan tanaman, sistem irigasi berbasis sensor otomatis, serta teknologi big data untuk meramalkan hasil panen, dipandangnya sebagai kunci untuk menghadapi tantangan produksi dan distribusi.
Al Fansuri percaya bahwa tanpa pendidikan dan pelatihan yang memadai, petani akan kesulitan beradaptasi dengan perubahan zaman. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas petani melalui pendidikan dan akses ke pembiayaan yang lebih mudah, menjadi bagian tak terpisahkan dari rencana transformasi ini. Ia sekaligus menekankan pentingnya penguatan infrastruktur pertanian—mulai dari sistem irigasi hingga jaringan distribusi yang lebih efisien.
Baca Juga: Nasib Petani Tembakau dan Cengkeh di Ujung Tanduk, Ini Penyebabnya
Tidak hanya soal teknologi dan infrastruktur, Al Fansuri juga mengajak pembaca dan pelaku usaha tani untuk berpikir lebih jauh tentang keberlanjutan pertanian.
“Dalam menghadapi dampak perubahan iklim, pertanian berkelanjutan-seperti teknik agroforestry dan pertanian organik-diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem sekaligus menghasilkan produk yang lebih sehat dan berkualitas.” lanjutnya.
Gambaran buku AL Fansuri diakhiri dengan gagasan tentang Agrikultur 4.0, yaitu era digitalisasi dalam sektor pertanian yang melibatkan penerapan kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan blockchain untuk meningkatkan efisiensi serta transparansi dalam rantai pasok pertanian.
Menurut Al Fansuri, penguasaan teknologi ini akan menjadikan sektor pertanian Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga bersaing di pasar global. Secara keseluruhan karya Agrikultur Progresif adalah buku yang sangat relevan dengan kondisi pertanian Indonesia saat ini.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina
-
ESDM Mulai Pasok 16.000 LPG 3 Kg ke Banda Aceh
-
Profil PT Mayawana Persada, Deforestasi Hutan dan Pemiliknya yang Misterius
-
Mendag Lepas Ekspor Senilai Rp 978 Miliar dari 8 Provinsi
-
Modal Inti Superbank (SUPA) Tembus Rp8 Triliun, Naik Kelas ke KBMI 2
-
Mekanisme Buyback TLKM, Pemegang Saham Wajib Tahu
-
BI Perpanjang Batas Waktu Pembayaran Tagihan Kartu Kredit