Suara.com - Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pung Nugroho Saksono menyambut baik rencana masyarakat untuk mencabut pagar laut dekat dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Kabupaten Tangerang pada awal pekan depan.
“Kalau memang ada informasi tersebut ya itu sangat bagus dan kami sangat berterima kasih,” kata Pung saat dikutip Antara, Jumat (17/1/2025).
Diketahui, masyarakat yang memasang pagar laut sepanjang 30 kilometer (km) itu dikabarkan bakal mencabut pagar yang terbuat dari bambu.
Menurut Pung, pihak yang memasang harus bertanggung jawab mencabutnya.
“Semakin cepat itu semakin baik,” imbuh Pung.
Dengan dicabutnya pagar bambu tersebut, ia berharap nelayan tidak terganggu lagi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Ia menegaskan bahwa memasang pagar laut tanpa izin adalah sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Apalagi pagar laut tersebut berada di Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang bisa merugikan nelayan dan potensial berdampak buruk pada ekosistem pesisir.
Adapun Kementerian KKP sebelumnya telah melakukan penyegelan pada Kamis (9/1) untuk meminta pihak yang bertanggung memasang pagar laut, segera membongkar pagar laut sepanjang 30 kilometer dalam waktu 20 hari.
Dihubungi secara terpisah, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat memperkirakan kerugian yang ditimbulkan oleh pemasangan pagar laut ilegal mencapai Rp116,91 miliar per tahun.
Baca Juga: Pagar Laut 30 KM di PIK 2 Diduga Terkait Proyek Strategis Nasional, 7 Nama Terseret
Kerugian ini mencakup dampak terhadap pendapatan nelayan, peningkatan biaya operasional, serta kerusakan ekosistem laut.
“Keberadaan pagar laut di pesisir Tangerang dan Bekasi telah menciptakan kerugian ekonomi, sosial, dan ekologis yang signifikan. Proyek ini tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga gagal memberikan manfaat yang dijanjikan. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan pagar ini lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positif,” kata Achmad.
Ia merinci, kerugian sebesar Rp116,91 miliar tersebut terdiri dari penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp93,31 miliar per tahun, peningkatan biaya operasional sebesar Rp18,60 miliar per tahun, dan kerusakan ekosistem laut senilai Rp5 miliar per tahun.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
-
Menkeu Purbaya Pamer Topi '8%' Sambil Lempar Bola Panas: Target Presiden, Bukan Saya!
Terkini
-
Pemerintah Dorong Investasi Lab & Rapid Test Merata untuk Ketahanan Kesehatan Nasional
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Transaksi Belanja Online Meningkat, Bisnis Logistik Ikut Kecipratan
-
Regulator Siapkan Aturan Khusus Turunan UU PDP, Jamin Konsumen Aman di Tengah Transaksi Digital
-
Kredit BJBR Naik 3,5 Persen, Laba Tembus Rp1,37 Triliun
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
MedcoEnergi Umumkan Pemberian Dividen Interim 2025 Sebesar Rp 28,3 per Saham
-
Penyeragaman Kemasan Dinilai Bisa Picu 'Perang' antara Rokok Legal dan Ilegal
-
Meroket 9,04 Persen, Laba Bersih BSI Tembus Rp 5,57 Triliun di Kuartal III-2025