Suara.com - Artificial Intelligence (AI) terus berkembang pesat di berbagai sektor, membawa perubahan signifikan bagi dunia kerja, industri, dan kehidupan sehari-hari.
Namun, di Indonesia, teknologi ini masih sering disalahpahami dan dipandang sebagai ancaman yang berpotensi menghilangkan banyak pekerjaan. Kekhawatiran ini sebenarnya bukan hal baru—ketika internet pertama kali hadir, banyak pihak juga merasa khawatir akan dampaknya terhadap tenaga kerja.
Menurut Sony Subrata, seorang pemerhati pemanfaatan AI dan pendiri AI3 (Artificial Intelligence Implementation Initiative), AI bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, melainkan dipahami dan dimanfaatkan dengan strategi yang tepat.
"AI sering kali dipersepsikan sebagai ancaman, terutama terkait potensi hilangnya jutaan pekerjaan. Namun, pandangan ini sering kali muncul karena kurangnya pemahaman terhadap dinamika teknologi. Ketika internet pertama kali hadir, kekhawatiran serupa juga muncul. Pada akhirnya, meskipun ada sektor yang terdampak negatif, banyak pula sektor yang mengalami pertumbuhan pesat. Hal yang sama akan terjadi dengan AI. Tantangannya bukan menolaknya, tetapi bagaimana kita mempersiapkan diri untuk menghadapi transformasi ini dan memanfaatkannya sebaik mungkin," ujar Sony Subrata, ditulis Selasa (4/2/2024).
Salah satu tantangan besar dalam implementasi AI di Indonesia adalah regulasi. Regulasi yang tidak jelas atau terlalu ketat bisa menjadi penghambat inovasi.
Namun, regulasi yang terlalu longgar juga dapat membuka celah penyalahgunaan AI, seperti pembuatan deepfake, disinformasi, dan kejahatan siber berbasis AI.
Sony Subrata menegaskan bahwa pemerintah harus menyeimbangkan regulasi dengan kebijakan yang mendukung inovasi AI.
"Regulasi AI di Indonesia memang penting untuk mencegah penyalahgunaannya, misalnya dalam pembuatan deepfake, penyebaran disinformasi, atau aktivitas kriminal berbasis AI lainnya. Namun, regulasi ini tidak boleh hanya bersifat restriktif. Pemerintah juga harus menciptakan kebijakan yang mendorong pemanfaatan AI di berbagai sektor strategis, mulai dari kesehatan, manufaktur, pertanian, hingga layanan publik," kata Sony.
Sebagai contoh, AI dapat membantu mendeteksi penyakit lebih awal di sektor kesehatan, mengoptimalkan rantai pasokan di industri manufaktur, serta meningkatkan efisiensi layanan pemerintahan.
Baca Juga: Pratikno Minta Pegawai Kemenko PMK Manfaatkan AI Agar Bekerja Lebih Cepat
Namun, tanpa regulasi yang tepat, inovasi-inovasi ini bisa terhambat oleh ketidakjelasan hukum dan ketakutan akan konsekuensi regulasi yang belum pasti.
Banyak orang masih menganggap AI sebagai sekadar tren teknologi yang akan berlalu. Padahal, AI telah menjadi bagian integral dalam kehidupan modern, mulai dari asisten virtual, analisis big data, hingga otomatisasi industri.
Sony Subrata menekankan bahwa semakin lama Indonesia menunda adopsi AI, semakin besar kesenjangan dengan negara lain yang sudah lebih dulu mengimplementasikan teknologi ini secara luas.
"Kita tidak boleh hanya sekadar membicarakan AI, kita harus mulai menerapkannya. Semakin lama kita menunda adopsi AI, semakin besar kesenjangan kita dengan negara lain. Teknologi ini bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan mendesak. Indonesia harus lebih cepat dan lebih berani dalam mengadopsi AI, dan kita memiliki semua potensi untuk melakukannya," tegas Sony.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Dari Anak Tukang Becak, KUR BRI Bantu Slamet Bangun Usaha Gilingan hingga Bisa Beli Tanah dan Mobil
-
OJK Turun Tangan: Klaim Asuransi Kesehatan Dipangkas Jadi 5 Persen, Ini Aturannya
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Buat Tambahan Duit Perang, Putin Bakal Palak Pajak Buat Orang Kaya
-
Bank Mandiri Akan Salurkan Rp 55 Triliun Dana Pemerintah ke UMKM
-
Investasi Properti di Asia Pasifik Tumbuh, Negara-negara Ini Jadi Incaran
-
kumparan Green Initiative Conference 2025: Visi Ekonomi Hijau, Target Kemandirian Energi Indonesia
-
LHKPN Wali Kota Prabumulih Disorot, Tanah 1 Hektare Lebih Dihargai 40 Jutaan
-
Masyarakat Umum Boleh Ikut Serta, Pegadaian Media Awards Hadirkan Kategori Citizen Journalism
-
Zoomlion Raih Kontrak Rp4,5 Triliun