Suara.com - Kabar mengejutkan datang dari Korea Selatan pada Jumat (18/4/2025) yang menyebutkan bahwa raksasa elektronik dan kimia, LG Group, melalui konsorsiumnya, dikabarkan resmi menarik diri dari proyek ambisius pembangunan rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
Nilai investasi yang semula digadang-gadang mencapai 11 triliun won atau setara dengan Rp130 triliun (dengan asumsi kurs Rp11.826 per won) ini sontak menimbulkan pertanyaan besar mengenai kelanjutan pengembangan ekosistem EV di Tanah Air.
Informasi mengenai pembatalan ini pertama kali mencuat melalui laporan kantor berita Korea Selatan, Yonhap. Dalam laporannya, Yonhap menyebutkan bahwa konsorsium yang terdiri dari unit bisnis baterai LG Energy Solution, perusahaan kimia LG Chem, perusahaan perdagangan LX International Corp, serta beberapa mitra lainnya, telah mengambil keputusan untuk mengakhiri keterlibatannya dalam proyek strategis ini.
"Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek," ujar seorang pejabat LG Energy Solution kepada media, seperti dikutip pada Senin (21/4/2025).
Pernyataan singkat ini memberikan konfirmasi atas kabar yang beredar, meskipun detail lebih lanjut mengenai alasan spesifik di balik keputusan tersebut masih belum sepenuhnya terungkap.
Meskipun membatalkan rencana investasi besar dalam proyek rantai pasok yang komprehensif ini, LG mengklaim akan tetap melanjutkan bisnis lainnya di Indonesia. Salah satu yang secara eksplisit disebutkan adalah kelanjutan operasional pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power (HLI Green Power). Pabrik ini merupakan usaha patungan antara LG Energy Solution dengan Hyundai Motor Group dan fokus pada produksi sel baterai EV. Komitmen terhadap HLI Green Power menunjukkan bahwa LG masih memiliki kepentingan dalam pasar baterai EV Indonesia, meskipun dengan skala yang lebih terbatas.
Pihak konsorsium mengungkapkan bahwa mereka telah melakukan diskusi dengan Pemerintah Indonesia sebelum mengambil keputusan penting ini. Namun, dalam pernyataan resminya, LG dan mitra-mitranya tidak merinci lebih lanjut mengenai siapa saja pihak di pemerintahan yang terlibat dalam pembicaraan tersebut, serta detail substansi diskusi yang mengarah pada pembatalan investasi. Ketidakjelasan ini memunculkan spekulasi mengenai faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab utama mundurnya konsorsium LG.
Lebih lanjut, konsorsium pimpinan LG ini menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan utama dalam keputusan ini adalah adanya pergeseran dalam lanskap industri, khususnya yang berkaitan dengan kendaraan listrik. Mereka melihat adanya indikasi perlambatan sementara dalam tingkat permintaan EV secara global. Fenomena ini tentu dapat mempengaruhi perhitungan bisnis dan proyeksi keuntungan dari investasi jangka panjang dalam rantai pasok baterai.
Padahal, sebelumnya, Pemerintah Indonesia dan konsorsium LG memiliki visi yang sama untuk membangun ekosistem dan rantai pasok baterai EV yang terintegrasi secara menyeluruh di Indonesia. Rencana ambisius ini mencakup seluruh tahapan krusial dalam produksi baterai, mulai dari pengadaan dan pengolahan bahan baku mentah seperti nikel dan kobalt, produksi material aktif prekursor dan katoda yang merupakan komponen penting dalam sel baterai, hingga akhirnya, manufaktur sel baterai itu sendiri.
Baca Juga: Menyedihkan! Sandy Walsh Mulai Jadi Camat di Yokohama F Marinos
Proyek ini diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai pasok baterai EV global, memanfaatkan kekayaan sumber daya alam nikel yang dimiliki negara ini. Batalnya investasi ini tentu menjadi pukulan telak bagi ambisi tersebut dan menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana Indonesia akan mencapai kemandirian dalam produksi baterai EV di masa depan.
Pemerintah Indonesia sendiri hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi terkait kabar pembatalan investasi dari konsorsium LG ini. Reaksi dan langkah selanjutnya dari pemerintah akan menjadi sorotan utama dalam beberapa waktu ke depan. Analis industri memperkirakan bahwa pemerintah perlu segera melakukan komunikasi intensif dengan pihak LG untuk memahami secara utuh alasan di balik keputusan ini, serta mencari solusi terbaik untuk memitigasi dampak negatifnya terhadap rencana pengembangan industri EV nasional.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengevaluasi kembali strategi investasi di sektor baterai EV dan memastikan bahwa iklim investasi di Indonesia tetap menarik bagi investor global lainnya. Kepastian regulasi, insentif yang kompetitif, dan dukungan infrastruktur yang memadai akan menjadi kunci untuk menjaga momentum pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia.
Batalnya investasi senilai Rp130 triliun dari konsorsium LG ini menjadi pengingat bahwa dinamika industri EV global sangat cepat berubah dan persaingan antar negara dalam menarik investasi di sektor ini semakin ketat. Indonesia perlu berbenah dan mengambil langkah strategis untuk memastikan bahwa potensi besar yang dimiliki dalam sumber daya alam dapat dioptimalkan untuk membangun industri baterai EV yang kuat dan berkelanjutan. Masa depan ekosistem EV Indonesia kini berada di persimpangan jalan, dan langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam waktu dekat akan sangat menentukan arahnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
- 5 Rekomendasi Sepatu Running Selevel Adidas Adizero Versi Lokal, Lentur dan Kuat Tahan Beban
- 5 Rekomendasi Bedak Tabur untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Halus dan Segar
Pilihan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
-
Hasil Drawing Play Off Piala Dunia 2026: Timnas Italia Ditantang Irlandia Utara!
-
Pengungsi Gunung Semeru "Dihantui" Gangguan Kesehatan, Stok Obat Menipis!
-
Menkeu Purbaya Lagi Gacor, Tapi APBN Tekor
-
realme C85 Series Pecahkan Rekor Dunia Berkat Teknologi IP69 Pro: 280 Orang Tenggelamkan Ponsel
Terkini
-
BI Serap Rp290 Miliar dari Lelang Obligasi PT Sarana Multigriya Finansial, Apa Untungnya?
-
Pemerintah Optimistis Negosiasi Tarif dengan AS Rampung Sebelum 2025 Berakhir
-
Mendag Temukan Harga Cabai Naik Jelang Nataru
-
Bos Djarum Victor Hartono Terseret Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty, Purbaya: Bukan Zaman Sekarang!
-
Intip Gaji dan Tunjangan Ken Dwijugiasteadi, Eks Dirjen Pajak
-
Kejagung Ungkap Status Victor Hartono, Anak Orang Terkaya Indonesia yang Dicekal dalam Kasus Korupsi
-
Mulai Malam Ini Pemerintah Resmi Kasih Diskon Tiket Kereta hingga Pesawat Besar-besaran
-
Pertamina Mulai Bersiap Produksi Massal Avtur dari Minyak Jelantah
-
Soal Kenaikan Gaji ASN di 2026, Kemenkeu: Belum Ada Keputusan Apapun!
-
Banyak Negara Dibikin Pusing Soal Ekspansi Layanan QRIS