Suara.com - Enam bulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, sebuah fenomena ekonomi yang mengkhawatirkan justru muncul ke permukaan.
Data menunjukkan merosotnya porsi simpanan perorangan dalam Dana Pihak Ketiga (DPK), sebuah indikator krusial yang mengisyaratkan potensi pelemahan daya beli masyarakat.
Berdasarkan data yang dirilis Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan bahwa porsi simpanan perorangan kini hanya mencapai 46,4% dari total DPK. Ironisnya, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan awal pemerintahan sebelumnya.
"Pada awal periode kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla, porsi simpanan perorangan masih berada di level 58,5%, dan bahkan pada awal era Jokowi-Ma'ruf Amin, angkanya masih solid di 57,4%," kata Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira dalam risetnya dikutip Selasa (22/4/2025).
Menurut Bhima penurunan signifikan ini memunculkan spekulasi dan kekhawatiran. Merosotnya porsi tabungan perorangan dapat diartikan sebagai indikasi masyarakat yang semakin tertekan secara ekonomi, sehingga terpaksa menguras tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Fenomena ini belum pernah terjadi di awal pemerintahan sebelumnya, sehingga menimbulkan pertanyaan besar mengenai kondisi ekonomi riil saat ini.
Dijelaskan Bhima, pertumbuhan upah riil yang stagnan, bahkan cenderung tergerus inflasi, membuat daya beli masyarakat tidak meningkat secara signifikan. Selain itu, berkurangnya tunjangan dan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang masih membayangi sektor tertentu semakin memperburuk situasi ekonomi rumah tangga.
Kondisi ini memaksa masyarakat untuk bertahan hidup dengan mengandalkan simpanan yang ada. Tabungan yang seharusnya menjadi bantalan ekonomi di masa depan atau modal untuk investasi, kini justru menjadi sumber utama pembiayaan konsumsi sehari-hari.
Jika tren ini berlanjut, dikhawatirkan akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang, karena konsumsi yang didorong oleh pengurasan tabungan bersifat tidak berkelanjutan.
Baca Juga: Unggah Video Timnas Indonesia U-17, Gibran Tulis Pesan Menyentuh
"Merosotnya porsi tabungan perorangan, mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan, karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut," katanya.
Bhima pun mengungkapkan kekhawatirannya mengenai tren penurunan tabungan ini. Menurutnya, hal ini mengindikasikan melemahnya daya beli masyarakat dan meningkatnya tekanan ekonomi yang mereka rasakan.
"Fenomena merosotnya tabungan masyarakat ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintahan Prabowo-Gibran yang baru. Indikator ini memberikan gambaran awal mengenai tantangan ekonomi riil yang dihadapi masyarakat, jauh sebelum kebijakan-kebijakan baru diimplementasikan," tegas Bhima menambahkan.
Lebih lanjut, Bhima memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 berpotensi melambat hingga ke level 5,03 persen secara year on year (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2024 yang mencapai 5,11 persen.
"Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 yang mencapai 5,11 persen," lanjut Bhima, mengisyaratkan adanya potensi perlambatan ekonomi di awal tahun 2025.
Menariknya, perkiraan pertumbuhan yang melambat ini justru memperhitungkan adanya momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 2025, yang secara historis menjadi pendorong utama konsumsi rumah tangga dibandingkan kuartal IV tahun sebelumnya.
Namun, menurut Bhima, faktor musiman dan pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) kali ini tampaknya tidak cukup kuat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi lagi pada tahun ini.
"Namun, faktor seasonal yang di ikuti pembagian THR tetap tidak mampu membuat ekonomi tumbuh lebih tinggi. Bahkan dikhawatirkan ekonomi bakal melambat paska lebaran, karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan," jelas Bhima mengakhiri.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Sinyal Kuat Menkeu Baru, Purbaya Janji Tak Akan Ada Pemotongan Anggaran Saat Ini
-
Lampung Jadi Pusat Energi Bersih? Siap-Siap Gelombang Investasi & Lapangan Kerja Baru
-
Dirut Baru Siap Bawa Smesco ke Masa Kejayaan
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Di Tengah Badai Global, Pasar Obligasi Pemerintah dan Korporasi Masih jadi Buruan
-
Telkomsel, Nuon, dan Bango Kolaborasi Hadirkan Akses Microsoft PC Game Pass dengan Harga Seru
-
Sosok Sara Ferrer Olivella: Resmi Jabat Kepala Perwakilan UNDP Indonesia
-
Wamen BUMN: Nilai Ekonomi Digital RI Capai 109 Miliar Dolar AS, Tapi Banyak Ancaman
-
Netmonk dari PT Telkom Indonesia Berikan Layanan Monitoring Jaringan Mandiri
-
Tantangan Berat Tak Goyahkan PGAS: Catat Laba Bersih Rp2,3 Triliun di Tengah Gejolak Global