Suara.com - Petani program transmigrasi prihatin, lahan perkebunan sawit yang selama ini menjadi tumpuan harapan menggapai kesejahteraan dimasukkan dalam peta kawasan hutan.
Sertifikat Hak Milik (SHM) diberikan negara tidak diakui Kementerian Kehutanan. Kemenhut diduga telah melakukan mall administrasi dan melanggar konstitusi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir), Setiyono. Dia mempertanyakan, kebijakan Kementerian Kehutanan yang tidak memperhatikan hukum yang berlaku.
“Padahal di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, jelas-jelas melindungi hak atas tanah. Pasal 68 ayat (4) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak atas tanah miliknya sebagai akibat dari adanya ‘penetapan’ kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanggan yang berlaku. Artinya hak atas tanah ya sesuai UUPA kok diselesaikan aturan kehutanan, apalagi UUCK Pasal 110A dan 110B ya tentu tidak nyambung,” tukasnya ditulis Senin (26/5/2025).
Akibatnya, di Riau saja lebih 40.000 hektar lahan masyarakat eks program transmigrasi yang juga sudah menjadi kebun sawit menghadapi risiko tidak bisa dijadikan agunan untuk kredit bank dan saat sekarang ada ketakutan diplang atau disegel oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang bertugas memperbaiki tata kelola pertambangan, perkebunan, dan kegiatan lain di kawasan hutan.
Menurut Setiyono, denggan adanya Satgas PKH pasca terbitnya (Perpres) Nomor: 5 Tahun 2025 tentang Kawasan Hutan, petani dilanda kepanikan luar biasa.
"Kami panik sekali. Sudah 30 tahun bersertifikat, tiba-tiba ditunjuk sebagai kawasan hutan. Kami kaget, seperti kena jantungan," katanya.
Menurut Setiyono, lahan yang diklaim kawasan hutan berisiko tidak bisa diajukan untuk peremajaan sawit rakyat (PSR). Selain itu, lahan tersebut juga tidak bisa dijaminkan ke lembaga keuangan.
“Kami berharap kebijaksanaan pemerintah. Perpres ini untuk menyelesaikan peta kawasan hutan yang selama ini tidak valid dan tidak pernah diukur dengan benar di lapangan bukan tambah bikin panik dan susah rakyat," katanya.
Baca Juga: Cegah Karhutla, Menteri KLH Minta Pelaku Usaha Perkebunan Koordinasi dengan GAPKI
Setiyono menilai penetapan kawasan hutan seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dengan memperhatikan hak atas tanah, bukan sebaliknya menilai dan mengabaikan hak pihak lain. Dia mengibaratkan status lahan sawit seperti buku nikah yang sah karena telah mengikuti hukum perkawinan.
"Kalau sudah punya surat nikah, masa disuruh ngajuin lagi? Kan aneh. Bahkan ada sekitar 40.000 hektar lahan sawit petani diklaim sebagai kawasan hutan," ujarnya.
Kepanikan tak hanya melanda Setiyono tetapi juga petani lainnya yang tergabung dalam Koperasi Produsen Unit Desa Makmur Jaya Labusel yang memiliki anggota 770 orang yang masing-masing memiliki hak atas tanah SHM 1990-an.
Kebijakan pemerintah tersebut dinilai sangat merugikan anggotanya yang tanah mereka sudah memiliki SHM, dimasukkan dalam status kawasan hutan.
Selain itu, ada Priyono yang lebih 3 tahun bersedih, lantaran keinginannya ikut program PSR tak kunjung kesampaian. Penyebabnya cuma satu, lahan kebun kelapa sawit eks plasma PT. Perkebunan Nusantara V miliknya di Rokan Hilir (Rohil), Riau, diklaim sebagai kawasan hutan.
Yang membikin ayah dua anak ini makin puyeng, belum lama ini patok-patok kawasan, sudah menghiasi kaplingan kebun sawit Priyono, tanpa ada pemberitahuan sama sekali, padahal lahan tersebut sudah SHM. Ini apakah negara kehutanan yang mempunyai hukum sendiri? Apa kehutanan bukan dari bagian dari NKRI?
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
Industri Pindar Tumbuh 22,16 Persen, Tapi Hadapi Tantangan Berat
-
Perilaku Konsumen RI Berubah, Kini Maunya Serba Digital
-
Bagaimana Digitalisasi Mengubah Layanan Pertamina
-
Memahami Pergerakan Harga Bitcoin, Analisis Teknikal Sudah Cukup?
-
BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
-
BCA Kembali Menjadi Juara Umum Annual Report Award, Diikuti BCA Syariah pada Klaster Rp1 Triliun
-
ESDM: Rusia-Kanada Mau Bantu RI Bangun Pembakit Listrik Tenaga Nuklir
-
Bos Lippo Ungkap 5 Modal Indonesia Hadapi Ketidakpastian Global 2026
-
Purbaya Larang Bea Cukai Sumbangkan Pakaian Bekas Hasil Sitaan ke Korban Banjir Sumatra
-
Purbaya Sewot Teknologi AI Bea Cukai Dibandingkan dengan Milik Kemenkes: Tersinggung Gue!