Suara.com - Generasi Z harus menghadapi tantangan ekonomi Indonesia. Apalagi, jumlah pengangguran di Indonesia terus meningkat juga disumbang oleh gen Z tersebut.
Adapun, kelompok gen Z yang lahir di tahun 1997-2012 ini menjadi salah satu yang banyak di Indonesia. Namun, bonus demografi ini dikhawatirkan akan meningkatkan pengangguran di Indonesia.
Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, Salsabila Azkia Farhani, mengatakan potensi gen Z terancam oleh pengangguran terbuka yang lebih besar. Lantaran belumnya terserap tenaga kerja di usia tersebut.
"Gen Z menjadi boomerang untuk Indonesia. Apalagi, Tinggi usia pengangguran muda ini terkait mix match industri dan kompetensi lulusan muda," katanya dalam acara diskusi Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2026 secara virtual, Rabu (28/5/2025).
Kata dia, tingginya pengangguran usia muda di sekitar 15-24 tahun bukan hanya persoalan ketersediaan lapangan kerja. Tetapi adanya mismatch antara kebutuhan industri dengan kompentensi lulusan muda. Lantaranya kuranganya pengalaman kerja yang jarang dimiliki oleh generasi Z.
"Lapangan kerja ini membutuhkan kompetensi sangat demanding untuk gen Z. Skill gen z tidak mencukupi industri jadi boomerang untuk industri tenaga kerja," kata dia.
Tentunya dengan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia maka bakal menambah kapasitas kemiskinan. Serta bakal menghambat perekonomian Indonesia.
Apalagi, Knstitute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional ke depan menjadi alaram. Indef pun menilai terdapat delapan pertanda gawat melambatnya pertumbuhan ekonomi RI.
Pertama, dalam catatan Indef, Ketergantungan pada ekspor komoditas mentah tanpa lompatan industrialisasi menjadikan Indonesia rentan terhadap dinamika eksternal. Pasalnya, saat ini ketidakpastian global semakin meningkat dengan adanya tarif impor dari Presiden AS, Donald Trump.
Baca Juga: Gen Z Cemas Hadapi Krisis Iklim, Kolaborasi Lintas Generasi Jadi Kunci Solusi
"Pemerintah terlihat tidak cukup agresif dalam merespons tren perlambatan ekonomi global ini dengan strategi diversifikasi dan peningkatan daya saing manufaktur berbasis teknologi tinggi," tulis laporan tersebut.
Kedua, volatilitas harga komoditas menciptakan risiko ekonomi domestik "dual shocks" bagi Indonesia. Yakni satu sisi, positive revenue shock dari lonjakan harga batubara dan minyak mentah yang berpotensi menambah penerimaan devisa dan royalti, namun sifatnya temporer dan tidak inklusif.
Sisi lain, negative margin shock dari anjloknya harga nikel dan CPO yang berdampak langsung terhadap sektor hilirisasi dan tenaga kerja di daerah berbasis tambang dan perkebunan.
Ketiga, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal-I 2025 sebesar 4,87% merupakan ancaman stagnasi ekonomi. Indek menilai, pelemahan ini bukan sekadar akibat global, tapi lebih pada terjadinya kegagalan domestik melakukan transformasi struktural. Ketidakefisienan belanja fiskal, minimnya dorongan produktivitas sektoral, dan stagnansi investasi swasta masih 'wait and see'.
Keempat, investasi yang stagnan dan konsumsi rumah tangga yang melemah memperlihatkan bahwa daya dorong utama pertumbuhan lumpuh. Kelima, pemerintah terlihat masih belum berhasil mendorong sektor-sektor penting untuk hilirisasi, seperti manufaktur dan pertambangan yang menjadi mesin pertumbuhan yang memberikan nilai tambah besar dan berkelanjutan.
Keenam, suku bunga kebijakan (BI Rate), suku bunga SRBI, dan yield SBN naik mendorong migrasi likuiditas perekonomian mengarah pada aset-aset berimbal hasil tinggi.
Selanjutnya, semakin lemahnya dukungan sektor keuangan bagi peningkatan aktivitas sektor riil yang ujungnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari laju kredit Maret 2025 menurun ke 8,7%, sebelumnya di Februari tumbuh 9,7%.
Padahal, pada Maret 2025 ada momentum Ramadan dan Lebaran.
Untuk itu pemerintah diminta membuat kebijakan optimalisasi potensi domestik, stimulus fiskal tepat sasaran, dan dukungan ekosistem industri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Berita Terkait
-
Anak-anak Gen Z Lebih Percaya TNI Dibandingkan Parpol atau DPR
-
Microsoft Resmikan Cloud Region Pertama di Indonesia, Buka 106 Ribu Peluang Tenaga Kerja
-
Dilema Gen Z, Peduli Isu Lingkungan tapi Masih Kecanduan Fast Fashion
-
Gaya Hidup Zero Waste Makin Ngetren di Kalangan Gen Z dan Milenial, Apa Saja Manfaatnya?
-
Gen Z Cemas Hadapi Krisis Iklim, Kolaborasi Lintas Generasi Jadi Kunci Solusi
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Viral Murid SD Kompak Tolak Makan Gratis, Anak-Anak Jujur Masalahnya di Menu?
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Usai Ratas dengan Prabowo, Menkeu Purbaya: Ekonomi Akan Tumbuh Lebih Cepat
-
Cek Fakta: Benarkah Ada PHK Massal di PT Gudang Garam?
-
Saham Perbankan Rontok Setelah Sri Mulyani Dicopot, OJK Minta Investor Tidak Panik
-
Rahasia Saldo DANA Kaget untuk Kamu, Klaim 3 Link Aktif Ini Sebelum Kehabisan
-
Gaji DPR Turun Drastis, Dasco: Beban Negara Berkurang, Legislator Bekerja Lebih Baik
-
Pelaksana Ketua LPS Segera Diumumkan, Gantikan Purbaya Yudhi Sadewa
-
Apa Itu Scalper? Strategi Andalan Yudo Sadewo Anak Menkeu di Dunia Kripto, Punya Kesan Negatif
-
Adu Aset Properti Menkeu Purbaya vs Sri Mulyani, Keduanya Tersebar di Berbagai Kota
-
Apa Itu NJOP? Pengertian, Fungsi dan Cara Menghitungnya
-
IHSG Merosot 1,78 Persen, Reshuffle Kabinet Bikin Investor Waspada