Suara.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta semua pihak jangan berpolemik soal pemberhentian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pasalnya, negara-negara yang ingin PLTU itu mati, justru membutuhkan batu bara dari Indonesia.
Ketua Umum Partai Golkar ini, justru mempertanyakan komitmen negara-negara maju dalam transisi energi. Ia mengungkapkan bahwa meskipun Eropa gencar menyuarakan penghapusan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara, mereka masih aktif memesan batu bara dari Indonesia.
"Kamu bilang kami enggak boleh pakai batu bara? Oke. Tapi di saat bersamaan Eropa minta batu bara dari negara kita. Gimana coba?," ujar Bahlil di Jakarta International Convention Center, yang ditulis Rabu (4/6/2025).
Menurut Bahlil, kondisi ini menunjukkan ketimpangan dalam implementasi transisi energi. Negara-negara berkembang seperti Indonesia didorong untuk meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi baru terbarukan (EBT) yang membutuhkan biaya produksi lebih tinggi.
Sementara itu, negara maju yang mengampanyekan transisi energi tetap menggunakan energi fosil.
"You (kamu) larang kita enggak boleh pakai batu bara. Tapi you minta batu bara dari kita. Jadi kita dikasih energi yang mahal, energi murahnya untuk mereka. Baru dibilang yang murah itu katanya kotor," imbuh dia.
Bahlil menegaskan, Indonesia, sebagai salah satu produsen utama batu bara di dunia, akan tetap memanfaatkan sumber daya tersebut untuk menjaga ketahanan energi nasional.
Ia menyatakan, kepentingan nasional harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan energi.
"Saya bilang enggak ada. Mau kotor, mau bersih, kita harus mempertahankan kedaulatan energi nasional kita. National interest lebih tinggi," ucap dia.
Baca Juga: Meski Diserang, Indonesia Buktikan Hilirisasi Bisa Jalan dengan Bertanggung Jawab
Lebih lanjut, Bahlil menyebut bahwa perkembangan teknologi saat ini memungkinkan pengurangan emisi karbon dari PLTU batu bara melalui teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau CCS/CCUS (Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage).
"Sekarang kan sudah ada teknologi. PLTU itu kan bisa ditangkap carbon capture-nya. Bisnis baru lagi itu. Jadi jangan dikira kita enggak paham, udah paham betul ini barang," kata dia.
Untuk diketahui, Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034, Indonesia memang masih mencantumkan rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik berbasis batu bara sebesar 6,3 gigawatt (GW).
Meski demikian, pemerintah tetap mendorong pengembangan energi bersih melalui penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 42,6 GW. Tambahan ini mencakup energi surya sebesar 17,1 GW, air 11,7 GW, angin 7,2 GW, panas bumi 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, serta nuklir sebesar 0,5 GW.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan energi global, terutama di negara-negara berkembang.
PLTU bekerja dengan membakar bahan bakar fosil, seperti batu bara, untuk menghasilkan panas. Panas ini kemudian digunakan untuk mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi yang memutar turbin, menghasilkan listrik.
Keunggulan PLTU terletak pada kapasitasnya yang besar dan relatif stabil dalam menghasilkan energi. PLTU juga memiliki teknologi yang matang dan biaya operasional yang terjangkau, menjadikannya pilihan menarik bagi banyak negara.
Namun, PLTU juga menghadapi tantangan serius, terutama terkait dampak lingkungannya. Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), yang berkontribusi pada perubahan iklim.
Selain itu, PLTU juga menghasilkan polutan udara lainnya, seperti sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx), yang dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Pengembangan teknologi yang lebih bersih, seperti teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS), serta penggunaan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan, menjadi kunci untuk mengurangi dampak negatif PLTU.
Transisi menuju sumber energi terbarukan juga menjadi agenda penting untuk menciptakan sistem energi yang lebih berkelanjutan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
OJK Akui Mayoritas Bank Revisi Target Jadi Lebih Konservatif, Ekonomi Belum Menentu?
-
Pertamina Berhasil Reduksi 1 Juta Ton Emisi Karbon, Disebut Sebagai Pelopor Industri Hijau
-
Pemerintah Dorong Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan Bagi Pengusaha UMKM, Dukung UMKM Naik Kelas
-
Rp11 Miliar untuk Mimpi Anak Morosi: Sekolah Baru, Harapan Baru
-
Dulu Joao Mota Ngeluh, Ternyata Kini Agrinas Pangan Nusantara Sudah Punya Anggaran
-
Kekhawatiran Buruh Banyak PHK Jika Menkeu Purbaya Putuskan Kenaikan Cukai
-
Investor Mulai Percaya Kebijakan Menkeu Purbaya, IHSG Meroket
-
Resmi! DPR Setuju Anggaran Kemenag 2026 Naik Jadi Rp8,8 Triliun
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
Atasi Masalah Sampah di Bali, BRI Peduli Gelar Pelatihan Olah Pupuk Kompos Bermutu