Suara.com - Dompet terasa semakin tipis? Mungkin ini salah satu alasannya. Nilai tukar rupiah kembali mendapat tekanan hebat pada penutupan perdagangan Jumat (15/8), anjlok ke level Rp 16.169 per dolar AS.
Pelemahan sebesar 54 poin atau 0,33 persen ini memupuskan harapan penguatan yang sempat muncul di awal pekan.
Bagi Anda yang gajinya dalam rupiah tapi sering belanja barang impor, nonton film di platform streaming, atau berencana liburan ke luar negeri, pelemahan ini adalah kabar buruk.
Lantas, apa sebenarnya yang terjadi? Analis pasar menunjuk satu "biang kerok" utama yang datang dari Amerika Serikat data inflasi yang membuat The Federal Reserve (The Fed) berpikir dua kali untuk menurunkan suku bunganya.
Harapan pasar global, termasuk Indonesia, selama ini bergantung pada satu hal: The Fed akan segera memangkas suku bunga acuannya.
Jika itu terjadi, dolar AS akan sedikit "melemah" dan memberi napas bagi mata uang lain seperti rupiah untuk menguat. Namun, harapan itu kini memudar.
Menurut Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, penyebab utamanya adalah data inflasi di tingkat produsen (Pabrik/Industri) Amerika Serikat yang dirilis baru-baru ini. Data ini ternyata jauh lebih panas dari perkiraan.
"Rupiah pada perdagangan hari ini melemah dipengaruhi oleh faktor global, (yakni) kenaikan angka inflasi produsen AS (Amerika Serikat) tidak sesuai dengan ekspektasi pasar, yang berakibat pada memudarnya ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed dan kenaikan index dollar," katanya dilansir dari Antara.
Untuk lebih jelasnya, lihat angka-angka ini:
- Inflasi Produsen (YoY): Meroket menjadi 3,3 persen pada Juli 2025, padahal pasar hanya memprediksi 2,5 persen.
- Inflasi Produsen (Bulanan): Naik 0,9 persen, melampaui estimasi pasar yang hanya 0,2 persen.
Sederhananya, biaya produksi di AS naik lebih cepat dari yang diduga. Ini adalah sinyal bahaya bahwa inflasi di tingkat konsumen bisa ikut merangkak naik, sesuatu yang sangat dihindari oleh The Fed.
Baca Juga: Apa Itu Tantiem Komisaris BUMN? Bakal Dihapus Prabowo: Istilah Asing Biar Kita Nggak Paham!
Harapan yang Pupus: Suku Bunga The Fed Batal Turun?
Padahal, sebelumnya pasar sempat sangat optimistis. Data inflasi konsumen tahunan di AS pada Juli 2025 tercatat 2,7 persen, sedikit di bawah ekspektasi.
Angka ini sempat membuat CME FedWatch Tool (alat ukur prediksi pasar) memperkirakan probabilitas di atas 95 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis points (bps) pada pertemuan September 2025.
Namun, data inflasi produsen yang mengejutkan itu seolah menjadi "rem darurat". Ekspektasi pemangkasan suku bunga bulan depan langsung anjlok.
Investor global pun kembali memborong dolar AS karena dianggap lebih menguntungkan (memiliki imbal hasil tinggi), dan melepas mata uang negara berkembang seperti Rupiah.
Di tengah gempuran faktor global, untungnya ada sedikit angin segar dari dalam negeri. Menurut Rully Nova, sentimen positif datang dari pidato Presiden RI Prabowo Subianto terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2026.
Tag
Berita Terkait
-
Apa Itu Tantiem Komisaris BUMN? Bakal Dihapus Prabowo: Istilah Asing Biar Kita Nggak Paham!
-
Prabowo: Hapus Tantiem untuk Direksi BUMN Kalau Merugi
-
Prabowo Blak-blakan di Sidang MPR: Silakan Kritik Walau Menyesakkan, Koalisi Juga Jangan Diam Saja!
-
Fix! Gaji PNS Dipastikan Tak Naik di 2026
-
Gaji Guru-Dosen Dianggarkan Rp 178,7 Triliun, Prabowo Jamin Honorer Dapat Tunjangan
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
- Besok Bakal Hoki! Ini 6 Shio yang Dapat Keberuntungan pada 13 November 2025
Pilihan
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
-
SoftBank Sutradara Merger Dua Musuh Bebuyutan GoTo dan Grab
-
Pertamina Bentuk Satgas Nataru Demi Pastikan Ketersediaan dan Pelayanan BBM
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
Terkini
-
Purbaya Tak Mau Lagi Bakar Baju Bekas Impor, Pilih Olah Ulang-Jual Murah ke UMKM
-
IHSG Loyo di Penutupan Jelang Akhir Pekan, Dipicu Pelemahan Ekonomi China
-
Ekonom Ungkap Data dari 'Purbaya Effect' ke Perekonomian Nasional
-
Setelah Garuda Indonesia Danantara Mau Guyur Dana Jumbo ke Krakatau Steel, Berapa Jumlahnya?
-
Purbaya Lempar ke BI soal Wacana Redenominasi Rupiah: Kemenkeu Tak Ada Strategi
-
Menkeu Purbaya Ogah Tarik Cukai Popok hingga Tisu Basah, Tunggu Ekonomi Membaik
-
Penggunaan Minyak Mentah dari Fossil Berakhir Terus Berlanjut Hingga 2050
-
Begini Nasib BUMN Sakit di Tangan Danantara
-
Layanan Digital Makin Tinggi, Bank Mandiri Hasilkan Fee Based Income Rp 5,48 Triliun
-
Pertama Kalinya Setelah Pandemi, Pertumbuhan Ekonomi China Melambat