Suara.com - Presiden AS Donald Trump mengancam menjatuhkan tarif 200 persen untuk barang impor dari China
China mengendalikan lebih dari 90 persen produk dari mineral tanah jarang di dunia
China mengendalikan magnet tanah jarang yang sangat diperlukan industri pertahanan Amerika
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada pekan ini mengancam akan menerapkan tarif impor hingga 200 persen untuk China, jika Beijing masih membatasi ekspor magnet tanah jarang ke AS.
Ancaman perang tarif terbaru ini membuat perekonomian global kembali was-was. Bahkan para analis pada Selasa sore (26/8/2025) mengatakan mayoritas bursa di kawasan Asia melemah karena aksi terbaru Trump itu.
Tapi apa sih sebenarnya magnet tanah jarang yang diincar Trump itu? Mengapa pemimpin negara adidaya itu begitu gusar?
Seperti dilansir dari BBC, mineral tanah jarang atau rare earths adalah 17 jenis elemen kimia yang sangat diperlukan oleh industri produk berteknologi tinggi, termasuk industri pertahanan yang dimiliki Amerika Serikat.
Elemen-elemen ini banyak ditemukan di alam, tapi disebut jarang karena mereka sangat sukar ditemukan dalam bentuk murni. Selain itu, elemen-elemen ini berisiko tinggi saat ditambang.
Ada beberapa jenis magnet tanah jarang yang penting dalam produk teknologi tinggi, antara lain adalah neodymium, yttrium dan europium.
Baca Juga: Trump Mulai Panik Soal Perang Dagang, Mau Turunkan Tarif ke China Jadi 80 Persen
Neodymium biasa digunakan untuk membuat magnet berdaya besar yang digunakan pada speaker, memori komputer, motor kendaraan listrik, hingga mesin pesawat tempur.
Sementara Yttrium dan europium digunakan untuk memproduksi televisi dan layar HP serta komputer. Keduanya bisa menghasilkan warna yang kaya pada layar.
Mineral tanah jarang juga sangat penting dalam pembuatan perangkat elektronik di bidang kesehatan seperti pemindai MRI dan operasi laser.
Monopoli China
China merupakan negara yang nyaris memonopoli mineral tanah jarang di dunia.
Menurut data organisasi energi internasional (IEA) pada 2023, produksi mineral tanah jarang China mencapai 61 persen dari total produksi dunia.
Tidak hanya itu, China juga mengendalikan proses pemurnian mineral tanah jarang, dengan kontribusi 92 persen. Di bawah China ada Malaysia dan Vietnam, yang kontribusinya di bawah 10 persen.
Artinya saat ini China bisa menentukan perusahaan mana saja, termasuk para produsen peralatan perang AS, yang bisa mendapatkan mineral tanah jarang.
Mengapa China bisa monopoli?
Semua mineral tanah jarang mengandung elemen radioaktif, yang berbahaya jika terpapar ke manusia. Karenanya banyak negara yang enggan menambang dan memproduksi mineral tanah jarang.
Adapun cadang mineral tanah jarang China sebagian besar tersimpan di Baotou, di tengah-tengah Gurun Gobi. Di sana juga China membangun fasilitas pemurnian dan membuang sampah radioaktif yang sangat berbahaya.
Strategi Beijing untuk menjadi pemain utama mineral tanah jarang sudah dicetuskan Deng Xiaoping - pemimpin yang juga dikenal sebagai otak di balik reformasi ekonomi Tiongkok - di era 1990an.
Pada kunjungan ke Mongolia pada 1992, ia mengatakan, "Timur tengah punya minyak, tapi China punya mineral tanah jarang."
Bagaimana China mengunci mineral tanah jarang
China pada April lalu mulai membatasi ekspor tujuh mineral tanah jarang yang sangat penting bagi industri pertahanan - salah satu sektor andalan Amerika Serikat.
Sejak 4 April lalu, semua perusahaan mineral tanah jarang China harus mengantongi izin khusus agar bisa mengekspor semua produk mereka, termasuk magnet ke luar negeri.
Bagaimana dampaknya ke Amerika?
Menurut data pemerintah AS, ketergantungan Washington terhadap mineral tanah jarang dari China sudah mencapai 70 persen di periode 2020 - 2023. Artinya industri pertahanan AS akan lumpuh akibat kebijakan China ini.
Produk dari mineral tanah jarang China digunakan pada banyak persenjataan AS, mulai dari rudal, radar hingga pesawat tempur. Termasuk di antaranya adalah jet tempur F-34, drone tempur Predator hingga rudal Tomahawk.
Memangnya Amerika tak punya mineral tanah jarang?
Amerika hanya punya satu tambang mineral tanah jarang, tapi negeri adikuasa itu tak punya fasilitas pemurnian dan harus mengirim hasil tambangnya ke Tiongkok untuk dimurnikan.
Tadinya Amerika adalah produsen utama mineral tanah jarang di dunia, dengan banyak perusahaan produsen magnet tanah jarang yang beroperasi di negeri itu.
Tapi pada era 1980an, perusahaan-perusahaan tersebut keluar dari AS karena China muncul sebagai sebagai penantang dengan biaya produksi lebih murah serta skala ekonomi lebih menjanjikan.
Kini Trump mulai melirik alternatif di luar China, antara lain Ukraina dan Greenland. Tapi AS butuh waktu sangat panjang dan modal besar untuk bisa menandingi China soal minral tanah jarang.
Berita Terkait
-
Amerika - China Berantem Gara-gara Magnet, IHSG Ditutup Melemah
-
Kalah Sama China, Ekonomi Halal RI Hanya jadi Penonton
-
Harga Mobil Listrik Bekas Anjlok Ratusan Juta, Ini Waktu Terbaik Berburu EV Murah!
-
Risiko PHK Mengancam Akibat Perang Tarif Trump ke Indonesia
-
Perang Tarif AS-China Dorong RI Jadi Pusat Manufaktur dan Rantai Pasok Global
Terpopuler
- 4 Link DANA Kaget Khusus Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cuan Rp 345 Ribu
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Link DANA Kaget Terbaru Bernilai Rp 434 Ribu, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan!
- Unggahan Putri Anne di Tengah Momen Pernikahan Amanda Manopo-Kenny Austin Curi Perhatian
Pilihan
-
Grand Mall Bekasi Tutup, Netizen Cerita Kenangan Lawas: dari Beli Mainan Sampai Main di Aladdin
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
Terkini
-
RDN BCA Dibobol Rp 70 Miliar, OJK Akui Ada Potensi Sistemik
-
ESDM Pastikan Revisi UU Migas Dorong Investasi Baru dan Pengelolaan Energi yang Berkelanjutan
-
Penyaluran Pupuk Subsidi Diingatkan Harus Sesuai HET, Jika Langgar Kios Kena Sanksi
-
Tak Mau Nanggung Beban, Purbaya Serahkan Utang Kereta Cepat ke Danantara
-
Modal Asing Rp 6,43 Triliun Masuk Deras ke Dalam Negeri Pada Pekan Ini, Paling Banyak ke SBN
-
Pertamina Beberkan Hasil Penggunaan AI dalam Penyaluran BBM Subsidi
-
Keluarkan Rp 176,95 Miliar, Aneka Tambang (ANTM) Ungkap Hasil Eksplorasi Tambang Emas Hingga Bauksit
-
Emiten PPRO Ubah Hunian Jadi Lifestyle Hub, Strategi Baru Genjot Pendapatan Berulang
-
Penumpang Kereta Api Tembus 369 Juta Hingga September 2025
-
Petrindo Akuisisi GDI, Siapkan Rp 10 Triliun untuk Bangun Pembangkit Listrik 680 MW di Halmahera