Bisnis / Makro
Kamis, 18 September 2025 | 16:46 WIB
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (ig/menkeuri)
Baca 10 detik
  • Kadin dukung penundaan cukai tembakau tiga tahun agar industri terselamatkan
  • Kenaikan cukai agresif memicu rokok ilegal, merugikan penerimaan negara
  • Moratorium cukai menjaga stabilitas penerimaan negara serta lapangan kerja padat karya
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Usulan penundaan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan mendapat dukungan penuh dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Kebijakan moratorium ini dinilai penting untuk menyelamatkan industri tembakau yang saat ini tertekan dari sisi produksi maupun penyerapan tenaga kerja.

Wakil Ketua Kadin Bidang Industri, Saleh Husin, menegaskan bahwa industri tembakau merupakan sektor padat karya yang mempekerjakan jutaan pekerja dan berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara.

"Sampai saat ini adakah alternatif pengganti cukai untuk pemasukan yang sekitar hampir Rp230 triliun? dan juga adakah alternatif pekerjaan untuk sekitar 6 juta pekerja di industri tembakau itu? Nah, ini kan salah satu masalah," ujarnya di Jakarta, Kamis (18/9/2025).

Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B (KPPBC TMP B) Bandar Lampung menggagalkan pengiriman rokok ilegal sebanyak 1.100.600 batang. [ANTARA]

Menurut Saleh, kebijakan kenaikan cukai yang terlalu tinggi justru berisiko mematikan industri. “Sebenarnya dengan naiknya cukai, akan mematikan industri tembakau,” ucapnya.

Ia menegaskan tantangan terbesar industri saat ini adalah maraknya rokok ilegal yang makin meningkat akibat kebijakan cukai agresif.

"Buat saya adalah yang paling utama adalah pengendalian peredaran rokok ilegal karena itulah sumber masalah dari semua ini. Penegakan dan pengawasannya itu yang justru harus difokuskan. Kalau misalnya cukainya naik terus, akibatnya apa? Konsumen pindah cari yang murah atau yang ilegal sehingga tidak akan masuk ke negara penerimaannya," tegasnya.

Saleh memperkirakan, jika pengawasan rokok ilegal diperkuat, penerimaan negara bisa meningkat hingga Rp 20–25 triliun per tahun tanpa membebani industri legal.

Dukungan terhadap kebijakan fiskal pemerintah juga datang dari Ketua Umum Kadin Jawa Timur, Adik Dwi Putranto. Ia menilai langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang memastikan tidak ada kenaikan tarif pajak maupun pajak baru sebagai sinyal positif bagi dunia usaha, termasuk industri tembakau yang banyak beroperasi di Jawa Timur.

"Idealnya kepastian itu juga mencakup tidak adanya kenaikan CHT, karena industri tembakau adalah penyumbang terbesar cukai negara, yakni Rp 216,9 triliun pada 2024," katanya.

Baca Juga: Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Soeharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif

Adik memaparkan, industri tembakau saat ini menghadapi tantangan berat seperti penurunan volume produksi 7–9 persen per tahun, maraknya rokok ilegal, hingga penurunan serapan tenaga kerja sekitar 5 persen sejak 2020.

"Moratorium kenaikan CHT selama tiga tahun akan berdampak strategis. Pertama, bagi negara akan menjaga kontribusi penerimaan yang stabil. CHT yang naik terlalu tinggi justru berpotensi menggerus penerimaan akibat peredaran rokok ilegal. Lebih lanjut, kenaikan tarif yang terlalu agresif berisiko menggerus basis legal karena migrasi ke pasar ilegal," jelasnya.

Menurutnya, bagi industri padat karya seperti tembakau, moratorium kenaikan cukai akan menjaga stabilitas sosial dan ekonomi. "Hal ini juga sesuai dengan harapan Kadin kepada Menteri Keuangan baru, Pak Purbaya, agar memberikan iklim usaha yang lebih pro investasi dan pro lapangan kerja. Untuk industri padat karya seperti industri tembakau, kepastian fiskal mencegah penurunan produksi lanjutan dan melindungi lapangan kerja," pungkas Adik.

Load More