-
Tengkulak masih jadi momok petani, sebabkan disparitas harga gabah.
-
Presiden tetapkan harga gabah di petani Rp 6.500 per kilogram.
-
Zulhas akan minta bantuan TNI untuk menindak tegas para tengkulak.
Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengakui memang pengepul atau tengkulak masih jadi momok bagi petani. Bahkan, kehadiran tengkulak justru yang membuat adanya disparitas harga gabah di tingkat petani.
Menurut Zulhas, Presiden telah menetapkan harga gabah di tingkat petani sebesar Rp 6.500 per kilogram.
Harga itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pendagaan dan Pengelolaan Gabah/Beras Dalam Negeri Serta Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah.
Namun, Ia menyebut gempuran tengkulak tetap menghampiri petani, sehingga harga tersebut tidak bisa diterima petani. Maka dari itu, Zulhas akan meminta bantuan aparat TNI untuk menindak tengkulak tersebut.
"Petani makmur saya minta inpres lagi, sama Presiden. Kalau dulu harganya Rp 6.000- Rp 5.000, gabah dinaikkan menjadi Rp 6.500," ujarnya di Menara Bank Mega, Jakarta yang dikutip, Rabu (29/10/2025).
"Rp 6.500 nggak bisa berjalan, nggak gampang juga, karena tengkulak di daerah luar biasa juga, maka ini kita minta bantuan TNI memang," sambung Zulhas.
Kendati demikian, belakangan ia menjamin, harga gabah ditingkat petani sudah sesuai dengan Inpres tersebut yakni sebesar Rp 6.500 per kg.
Bahkan, bilang Zulhas, ada jaminan dari pemerintah, jika memang petani tidak mendapatkan harga Rp 6.500 per kg, maka akan diganti rugi.
Mantan Menteri Perdagangan ini melanjutkan, sebelum pemerintah mengatur, harga gabah ditingkat petani itu ugal-ugalan di tangan tengkulak.
Baca Juga: Pemerintah Klaim Petani Bisa Cuan Gara-gara Program BBM E10
"Kemudian harga. Harga Rp 5.500 gabah 1 kilo. Petani terima Rp 4.000. Tengkulaknya luar biasa. Di daerah-daerah itu. Nah terus kalau begitu petani bagaimana semangat? Gak untung. Ya kalau gak untung gimana? Kurang. Ya kasih beras 20 kilo. Kurang lagi. Kasih bantuan 300 ribu. Itu oke," ucapnya.
Berawal dari masalah itu, alhasil pemerintah mencari jalan keluar dengan mengatur pembelian harga gabah di tingkat petan.
"Tapi kita inginkan rakyat kita produktif kan. Pemberdayaan intinya. Jadi secara singkat setelah kita pelajari itu maka kita perlu aturan-aturan yang baru," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Pakar Ingatkan Risiko Harga Emas, Saham, hingga Kripto Anjlok Tahun Depan!
-
DPR Tegaskan RUU P2SK Penting untuk Mengatur Tata Kelola Perdagangan Aset Kripto
-
Mengapa Rupiah Loyo di 2025?
-
Dukungan LPDB Perkuat Layanan Koperasi Jasa Keselamatan Radiasi dan Lingkungan
-
LPDB Koperasi Dukung Koperasi Kelola Tambang, Dorong Keadilan Ekonomi bagi Penambang Rakyat
-
Profil Agustina Wilujeng: Punya Kekayaan Miliaran, Namanya Muncul di Kasus Chromebook
-
RUPSLB BRI 2025 Sahkan RKAP 2026 dan Perubahan Anggaran Dasar
-
Pemerintah Jamin UMP Tak Bakal Turun Meski Ekonomi Daerah Loyo
-
Mengapa Perusahaan Rela Dijual ke Publik? Memahami Gegap Gempita Hajatan IPO
-
KEK Mandalika Kembali Dikembangkan, Mau Bangun Marina