Bisnis / Makro
Senin, 24 November 2025 | 21:29 WIB
Kepala Divisi Umum BPDP Kemenkeu, Adi Sucipto (kanan) saat ditemui di Denpasar, Bali, Senin (24/11/2025). [Suara.com/Dicky Prastya]
Baca 10 detik
  • BPDP menginformasikan 31 pabrik cokelat di Indonesia telah tutup, terungkap saat konferensi pers di Bali, Senin (24/11/2025).
  • Industri kakao terkendala oleh preferensi konsumen lokal terhadap cokelat terang serta hambatan ekspor akibat EUDR Uni Eropa.
  • Tantangan lain meliputi keterbatasan ketersediaan bibit bersertifikat dan tingginya biaya pupuk untuk peremajaan lahan.

Suara.com - Presiden RI Prabowo Subianto tengah menggencarkan hilirisasi sektor pertanian di Indonesia, termasuk industri kakao. Namun temuan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), yang merupakan lembaga di bawah naungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), mengungkapkan kondisi industri kakao tengah menurun.

Kepala Divisi Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), Adi Sucipto menerangkan kalau komoditas kakao mengalami kondisi negatif. Sebab saat ini puluhan pabrik coklat di Indonesia sudah resmi tutup.

"31 pabrik coklat di Indonesia sudah tutup dan sekarang tinggal antara 19-21," kata Adi saat konferensi pers di Denpasar, Bali, Senin (24/11/2025).

Ia menyebut bahwa kakao sebenarnya menjadi salah satu komoditas yang diunggulkan di Indonesia. Hanya saja coklat buatan lokal cenderung kurang disukai warga RI.

"Kita itu produknya dark kakao, sementara yang dikonsumsi light kakao. Jadi orang itu seringnya manis," lanjut dia.

Adi tak menampik kalau industri kakao Indonesia tengah menghadapi berbagai hambatan. Untuk eksternal, komoditas unggulan Prabowo ini terkendala Peraturan Deforestasi Uni Eropa atau The European Union Deforestation Regulation (EUDR). 

Aturan terbaru Uni Eropa yang bertujuan untuk mengurangi deforestasi akibat konsumsi komoditas global ini dianggap Adi membuat kakao dari Indonesia sulit diekspor ke sana.

"Kita tuh mau mengekspor sekarang banyak peraturan. Karena secara implikasi, kakao walaupun tidak disebut dalam EUDR, tetapi terdampak, karena satu kita sebagai negara penghasil kakao," beber Adi.

Tantangan lainnya adalah ketersediaan bibit. Adi menyebut kalau industri lokal hanya memiliki bibit yang cukup ditanami di 5 ribu hektar lahan.

Baca Juga: Tekad Hilirisasi Prabowo, Perusahaan Cilegon Guyur Investasi Rp5 Triliun untuk Pabrik PET Raksasa!

Selanjutnya adalah regulasi, Adi mengatakan kalau penanaman kakao tidak boleh sembarangan. Sebab bibit harus diteliti dulu asalnya dari mana.

"Ada regulasi bahwa kami tuh harus tes DNA terkait bibit, enggak bisa kemudian ada bibit, bisa kami langsung tanam, enggak boleh sekarang.Kami tuh harus ini bibitnya asalnya dari mana," keluh dia.

Hambatan terakhir adalah terkait pupuk kakao yang nyatanya tidak murah. Namun dia optimistis peremajaan lahan kakao ini bisa mencapai 5.000 hektar lahan, meskipun sulit.

"Kami harapkan, kalaupun nanti kick off di 2026, moga-moga bisa 5.000 hektar. Tapi kalau optimisnya, katanya 1.200 sudah mentok," pungkasnya.

Load More