- Rupiah ditutup melemah 0,26 persen pada 29 Desember 2025 menjadi Rp16.788 per dolar AS di pasar spot.
- Pelemahan rupiah dipicu kebijakan pemerintah serta prospek pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI).
- Mata uang Asia mayoritas tertekan, sementara Won Korea Selatan mencatat penguatan terbesar di kawasan tersebut.
Suara.com - Nilai tukar rupiah konsisten melemah pada penutupan Senin, 29 Desember 2025. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp16.788 Amerika Serikat (AS).
Alhasil, rupiah melemah 0,26 persen dibanding penutupan pada Rabu yang berada di level Rp 16.765 per dolar AS.
Sedangkan, kurs Jisdor Bank Indonesia tercatat di Rp16.788 per dolar AS.
Pelemahan juga terjadi pada mata uang asia. Baht Thailand menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia setelah anjlok 1,15 persen. Disusul, ringgit Malaysia yang ambles 0,23 persen.
Selanjutnya peso Filipina yang sudah ditutup terkoreksi 0,13 persen dan rupee India yang tertekan 0,13 persen. Lalu dolar Singapura yang terdepresiasi 0,11 persen.
Berikutnya ada yuan China yang tergelincir 0,05 persen dan dolar Hongkong melemah tipis 0,02 persen.
Sementara itu, won Korea Selatan menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah melonjak 0,62 persen. Kemudian ada yen Jepang yang naik 0,27 persen, serta dolar Taiwan yang ditutup menguat tipis 0,1 persen terhadap the greenback.
Penyebab Rupiah Melemah
Dalam hal ini, Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengatakan rupiah akan terus melemah dikarenakan beberapa faktor dari internal. Sebab, rupiah terbebani kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Rupiah Alami Tekanan dari Kebijakan Pemerintah, Dolar AS Perkasa Tembus Rp16.773
"Rupiah melemah terhadap dolar AS terbebani oleh prospek pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan kebijakan ekspansif pemerintah. Rupiah juga ikut terseret koreksi tajam pada Ringgit dan Baht," katanya saat dihubungi Suara.com.
Lukman melanjutkan, rupiah tentunya masih akan terus tertekan dan melemah apabila tidak diintervensi BI. Hal ini membuat investor pun masih ragu berinvestasi.
"Masih belum ada data ekonomi penting sepekan ini, investor hanya perlu mewaspadai sentimen di pasar ekuitas dan tensi geopolitik di laut Karabia, dan latihan militer China di laut China Selatan," jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
Terkini
-
Kilas Balik Pasar Kripto Sepanjang Tahun 2025
-
WSBP Dorong Pembangunan Berkelanjutan Lewat Inovasi Beton Precast Ramah Lingkungan
-
Kementerian PU Tancap Gas Pulihkan Sanitasi Pascabencana, TPA Rantau Disiapkan Permanen
-
Jalur Langsa - Kuala Simpang Kembali Fungsional, Konektivitas Aceh-Sumut Berangsur Normal
-
Pemerintah Akui Harga Cabai Rawit Masih Tinggi di Nataru, Tembus Rp 60.000 per Kg
-
Pengisian Baterai Kendaraan Listrik Meningkat Hampir Tiga Kali Lipat pada Nataru 2025/2026
-
Insentif Kendaraan Listrik Dihentikan, Untung atau Buntung?
-
Ingin Kuliah Singkat dan Siap Berkarier? Simak Cara Bergabung di Universitas Nusa Mandiri 2026
-
Cek Jembatan Kembar Margayasa Pascabencana, Kementerian PU Bakal Perkuat Tebing Batang Anai
-
Kemenkeu Ungkap Setoran Pajak Digital Tembus Rp 44,55 Triliun per November 2025