Suara.com - Sering kali atasan tak berperikemanusiaan dalam memberi beban pekerjaan kepada bawahannya. Sementara sebagai seorang bawahan, menolak perintah atasan bisa membuat seseorang berada dalam posisi tak aman di kantor. Sehingga akhirnya, mau tak mau si bawahan pun memaksakan dirinya memikul beban yang lebih berat, di luar batas kemampuannya.
Menurut pakar kesehatan jiwa sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, Dr Danardi Sosrosumihardjo, jika seseorang memaksakan untuk melakukan hal-hal di atas beban puncaknya, maka akan berakibat mengalami salah satu gangguan kejiwaan yakni stres. Jika hal itu dibiarkan terus-menerus tanpa mekanisme pertahanan diri yang tepat, maka bisa berujung depresi.
"Kemampuan pundak seseorang hanya bisa memikul beban 20 kilogram, tapi dikasih beban 50 kilo dari bosnya. Kalau pingin sehat, ya, jangan diteruskan. Bahaya nanti, bisa depresi kalau dibiarkan terus-menerus," ujar Danardi, dalam sebuah acara di kawasan Ancol, baru-baru ini.
Menurut Danardi pula, banyak orang belum mengenali kemampuan dan karakter dirinya sendiri. Padahal menurutnya, salah satu indikator sehat mental itu adalah menerima diri sendiri dan kondisi di lingkungan sekitar apa adanya. Jika seseorang belum bisa menerima batas kemampuannya, maka dia akan memaksakan beban tambahan yang justru tidak baik bagi dirinya sendiri.
"Saat orang diberi beban di luar batas kemampuannya, tentu dia akan selalu merasa berada di bawah tekanan. Adrenalin dalam tubuh akan tinggi. Jadi, akui saja kalau tidak bisa mengerjakan tugas tersebut, menggunakan manajemen pertahanan diri yang positif," imbuhnya.
Manajemen pertahanan diri yang positif itu sendiri, menurut Danardi, bisa dilakukan dengan cara intelektualisasi. Sarannya, gunakan alasan rasional kepada atasan agar dia memahami bahwa Anda memiliki batasan kemampuan dalam melakukan tugas-tugas. Danardi juga menyebutkan bahwa para atasan yang kerap memberi tugas di luar batas kemampuan bawahannya, bisa tergolong pula mengalami gangguan kejiwaan, karena tak mampu menerima kondisi para staf apa adanya.
Berita Terkait
-
Self-Love Bukan Egois tapi Cara Bertahan Waras di Tengah Tuntutan Hidup
-
CERPEN: Kafe dan Sore yang Terlalu Sempurna untuk Dibatalkan
-
5 Strategi Jaga Kewarasan Mental di Tahun 2026
-
Digital Wellness: Efektifkah HP Jadul Kurangi Stres di Era Digital?
-
Kerjaan Bikin Sulit Fokus Jelang Liburan? Coba Terapkan Mindful Break
Terpopuler
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Sepatu Lokal Senyaman Skechers, Tanpa Tali untuk Jalan Kaki Lansia
- 9 Sepatu Puma yang Diskon di Sports Station, Harga Mulai Rp300 Ribuan
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- 5 Sepatu New Balance yang Diskon 50% di Foot Locker Sambut Akhir Tahun
Pilihan
-
In This Economy: Banyolan Gen Z Hadapi Anomali Biaya Hidup di Sepanjang 2025
-
Ramalan Menkeu Purbaya soal IHSG Tembus 9.000 di Akhir Tahun Gagal Total
-
Tor Monitor! Ini Daftar Saham IPO Paling Gacor di 2025
-
Daftar Saham IPO Paling Boncos di 2025
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
Terkini
-
Pakar Ungkap Cara Memilih Popok Bayi yang Sesuai dengan Fase Pertumbuhannya
-
Waspada Super Flu Subclade K, Siapa Kelompok Paling Rentan? Ini Kata Ahli
-
Asam Urat Bisa Datang Diam-Diam, Ini Manfaat Susu Kambing Etawa untuk Pencegahan
-
Kesehatan Gigi Keluarga, Investasi Kecil dengan Dampak Besar
-
Fakta Super Flu, Dipicu Virus Influenza A H3N2 'Meledak' Jangkit Jutaan Orang
-
Gigi Goyang Saat Dewasa? Waspada! Ini Bukan Sekadar Tanda Biasa, Tapi Peringatan Serius dari Tubuh
-
Bali Menguat sebagai Pusat Wellness Asia, Standar Global Kesehatan Kian Jadi Kebutuhan
-
Susu Creamy Ala Hokkaido Tanpa Drama Perut: Solusi Nikmat buat yang Intoleransi Laktosa
-
Tak Melambat di Usia Lanjut, Rahasia The Siu Siu yang Tetap Aktif dan Bergerak
-
Rahasia Sendi Kuat di Usia Muda: Ini Nutrisi Wajib yang Perlu Dikonsumsi Sekarang