Health / Parenting
Senin, 08 Februari 2016 | 14:51 WIB
Ilustrasi orangtua dan bayi. (Shutterstock)

Suara.com - Mira Haryati (18) membunuh anaknya sendiri begitu baru lahir. Dia membunuh anaknya lantaran tidak ingin diketahui orangtuanya. Apa setega itu seorang ibu sampai membunuh anaknya?

Pakar Psikologi Efnie Indrianie menganalisa bisa saja itu terjadi. Menurutnya kasus tersebut perlu ditelisik lebih jauh soal latarbelakang si ibu.

Pertama soal status si anak dan pernikahan si ibu.

"Apakah emang pernikahan itu didukung keluarga? Faktor kecelakaan (hamil di luar nikah) atau tidak? Atau mungkin karena pelecehan seksual?" kata Efnie saat berbincang dengan suara.com, Senin (8/2/2016).

Menurut dia, usia perempuan 18 tahun belum mempunyai kesiapan mental untuk mempunyai anak. "18 tahun sudah punya anak, bagaimana kesiapan mentalnya?" kata dia lagi.

Sementara mempunyai anak diusia muda dengan pernikahan resmi pun tidak menjamin akan menghindari kekerasan pada anak dari ibunya. Kata dia, perempuan yang menikah di usia muda masih harus menghadapi adaptasi dan transisi dari remaja akhir menjadi dewasa.

"Di usia 18 tahun ini fase remaja akhir. Di sini dia masih ingin bereksplorasi dan menikmati masa kebersamaan dengan temannya. Jadi begitu mempunyai anak, dia akan depresi dan kaget," kata dia.

Namun ada juga faktor depresi datang dari luar. Misal setelah melahirkan si ibu muda itu masih harus bekerja sekaligus mengurus anak. Selain itu dia merasa takut gemuk. Banyak pakar menyebut ini fase Baby Blues.

"Fase normal Baby Blues ini normalnya 1-3 bulan. Tapi bisa panjang kalau memang depresi karena faktor dari luar. Si ibu bisa stres berat hingga melakukan kekerasan ke bayinya," kata dia.

Menurutnya untuk menangani hal tersebut, si ibu itu harus menjalankan terapi di psikologi klinis. Sebab si ibu sudah masuk dalam kategori stress level tinggi.

"Psikolog biasa belum tentu bisa mengatasi. Sebab ini akumulasi stres yang belum selesai dari perempuan itu," kata Efnie.

Maka itu, untuk menegah perempuan yang menikah stres level tinggi, peran pendidikan diperlukan. Dalam pemberian pengetahuan pelajaran seksualitas perlu diberitahu hal-hal yang akan dihadapi saat menikah.

"Akan lebih efektif kalau di sekolah dijelaskan kondisi mental apa yang diakan hadapi saat menikah dan mempunyai anak," jelas dia.

Load More