Suara.com - Anak-anak rentan menjadi korban kekerasan seksual. Dampak yang terjadi bukan hanya akan memengaruhi tumbuh kembang secara fisik tapi juga psikis.
Apa lagi, ada anggapa tindakan kekerasan seksual yang dialami saat usia kanak-kanak berpotensi menimbulkan dendam. Saat dewasa, anak korban kekerasan seksual bisa saja berbalik jadi pelaku. Tapi, apakah benar demikian?
"Kalau korban tidak tertangani dengan baik, ada kemungkinan ke sana (jadi pelaku). Karena dendam atau anak memperoleh persepsi yang salah tentang apa yang sudah terjadi pada dirinya," kata Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi. saat dihubungi suara.com, Jumat (17/7/2020).
Menurut Vera, anak yang menjadi korban kekerasan seksual harus segera mendapat pendampingan psikologis profesional. Waktu yang dibutuhkan tidak bisa ditentukan, yang terpenting menurutnya, hingga kondisi psikis anak makin membaik.
"Pendampingan psikologis sepanjang yang dibutuhkan anak, mengembalikan anak kepada rutinitas sebagaimana anak seusianya, dan lingkungan yang memberikan dukungan positif dengan tidak menyalahkan juga tidak mengungkit," katanya.
Hal senada disampaikan psikolog anak dan keluarga Samanta Ananta S.Psi. menurutnya, penanganan yang kurang baik terhadap anak korban kekerasan seksual bisa berdampak jangka panjang dan menjadi trauma masa kecilnya.
"Jika tidak diatasi dengan baik tentu dapat masuk ke dalam alam bawah sadar anak dan menetap hingga dewasa yang dapat berdampak pada kehidupannya kelak," katanya kepada suara.com.
Selain trauma, penanganan tidak baik itu juga yang menyebabkan anak berpotensi jadi pelaku kekerasan seksual saat dewasa.
Diakui Samanta, anak terkadang tidak mau bercerita bahwa dirinya mengalami kekerasan seksual. Karena itu, penting peran orangtua untuk menyadari jika ada perubahan perilaku pada anaknya.
Baca Juga: Dilema Kekerasan Seksual Anak Saat Pandemi dari Kacamata KemenPPPA
"Untuk mengenali anak-anak korban pelecehan, kita lihat dan amati perilaku anak yang berbeda dari biasanya. Lalu selidiki lebih dalam lagi. Kalau kesulitan coba kecurigaan kita lanjutkan dengan membawa anak ke profesional agar dapat dibantu untuk diidentifikasi apa penyebabnya perilaku anak yang berubah," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Soeharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
Kepsek Roni Ardiansyah Akhirnya Kembali ke Sekolah, Disambut Tangis Haru Ratusan Siswa
Terkini
-
Pentingnya Cek Gula Darah Mandiri: Ini Merek Terbaik yang Banyak Dipilih!
-
Prestasi Internasional Siloam Hospitals: Masuk Peringkat Perusahaan Paling Tepercaya Dunia 2025
-
Anak Bentol Setelah Makan Telur? Awas Alergi! Kenali Gejala dan Perbedaan Alergi Makanan
-
Alergi Makanan Anak: Kapan Harus Khawatir? Panduan Lengkap dari Dokter
-
Pijat Bukan Sekadar Relaksasi: Cara Alami Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental
-
3.289 Kasus Baru Setiap Tahun: Mengenal Multiple Myeloma Lebih Dekat Sebelum Terlambat
-
Konsistensi Lawan Katarak Kongenital, Optik Ini Raih Penghargaan Nasional
-
Apa Itu HB Dosting Hexyl? Doktif Klaim Hexylresorcinol Pengganti Hydroquinone
-
Perempuan Wajib Tahu! 10.000 Langkah Sederhana Selamatkan Tulang dari Pengeroposan
-
Kemenkes Catat 57 Persen Orang Indonesia Sakit Gigi, Tapi Cuek! Ini Dampak Ngerinya Bagi Kesehatan