Suara.com - Para ilmuwan telah menyerukan kehati-hatian atas studi baru yang menunjukkan keparahan Covid-19 dapat berkurang selama musim panas.
Sebelumnya, para peneliti dari King’s College London menganalisis data dari 6.914 pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 di Kroasia, Spanyol, Italia, Finlandia, Polandia, Jerman, Inggris dan China.
Mereka memetakan ini dengan suhu lokal dan memperkirakan kelembapan dalam ruangan. Para peneliti menemukan bahwa presentase pasien Covid-19 parah turun di sebagian besar negara-negara Eropa selama pandemi, berhubungan dengan transisi dari musim dingin ke awal musim panas.
"Ada sekitar 15 persen penurunan angka kematian untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius," kata para peneliti.
Sebaliknya, tingkat keparahan gejala dan angka kematian tetap konstan di China selama gelombang pertama pandemi yang terjadi hanya sepanjang musim dingin.
Penelitian ini juga melihat data dari lebih dari 37.000 pengguna Inggris dari gejala pelaporan aplikasi Covid Symptom Study yang konsisten dengan Covid-19.
Studi ini menunjukkan penurunan serupa dalam keparahan gejala yang dilaporkan dari Maret hingga Mei ketika suhu di Inggris naik.
Namun, para ahli menentang temuan ini. Mereka menunjuk sejumlah peringatan metodologis dalam penelitian yang belum ditinjau oleh sejawat ini.
Sir Timothy O'Shea, seorang profesor epidemiologi hewan dan ilmu data di Universitas Edinburgh, menekankan bahwa makalah ini hanya berfokus pada rawat inap dan gagal untuk sepenuhnya mempertimbangkan faktor-faktor tambahan yang dapat menjelaskan jatuhnya jumlah hasil yang parah.
Baca Juga: Kalung Eucalyptus Anti Virus Corona Dijual di Palembang Rp 20 Ribu
"Itu tidak menjawab pertanyaan apakah Covid-19 akan mentransmisikan lebih mudah dalam kondisi di luar rumah sakit dan karena itu tidak boleh disimpulkan bahwa hasilnya akan menjadi epidemi yang lebih besar," kata Profesor O'Shea.
"Peringatan lebih lanjut adalah bahwa sulit untuk menilai apakah ada penurunan kematian atau keparahan dari waktu ke waktu terkait. Ini bisa saja terjadi ketika staf menjadi lebih berpengalaman dalam bekerja dengan kasus Covid-19," imbuhnya.
Dokter François Cohen, seorang ekonom lingkungan di Universitas Oxford menyatakan, bahwa temuan soal cuaca ini menarik namun masih sangat interpretatif.
"Saya percaya bahwa banyak faktor pembaur dapat menjelaskan penurunan waktu rawat inap di luar cuaca dan karena itu saya merekomendasikan untuk sangat berhati-hati ketika menyebutkan hasil penelitian ini," kata Cohen.
Sementara dokter Simon Clarke, seorang profesor mikrobiologi seluler di University of Reading menyatakan tidak ada sebab akibat dalam penelitian.
"Studi ini menunjukkan hubungan antara suhu dan keparahan gejala, tetapi tidak menunjukkan mengapa itu terjadi. Mungkin karena suhu rendah memperlambat lendir normal virus yang menginfeksi di saluran hidung kita," ujar Clarke.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
5 Buah Tinggi Alkali yang Aman Dikonsumsi Penderita GERD, Bisa Mengatasi Heartburn
-
Borobudur Marathon Jadi Agenda Lari Akhir 2025
-
Waspada Konsumsi Minuman Soda Diet, Temuan Terbaru Sebut Risiko Penyakit Hati Naik hingga 60%
-
Inovasi Kedokteran Gigi yang Siap Ubah Layanan Kesehatan Mulut Indonesia
-
Waspada "Diabesity", Mengapa Indonesia Jadi Sarang Penyakit Kombinasi Diabetes dan Obesitas?
-
Gaya Hidup Modern Picu Kelelahan, Inovasi Wellness Mulai Dilirik Masyarakat Urban
-
Rahasia Anak Tumbuh Percaya Diri dan Kreatif, Jessica Iskandar Beberkan Kuncinya
-
BRIN Uji Rokok Elektrik: Kadar Zat Berbahaya Lebih Rendah, Tapi Perlu Pengawasan
-
Sering Luput Dari Perhatian Padahal Berbahaya, Ketahui Cara Deteksi dan Pencegahan Aritmia
-
Vape Bukan Alternatif Aman: Ahli Ungkap Risiko Tersembunyi yang Mengintai Paru-Paru Anda