Suara.com - Pejabat Inggris mengatakan varian virus corona yang ditemukan di negara mereka kemungkinan lebih mematikan daripada jenis lainnya. Namun, mereka menekankan bahwa bukti untuk pernyataan tersebut masih belum pasti.
Varian baru virus corona, yang dinamai B.1.1.7, pertama kaki diidentifikasi di Kent, Inggris, pada September tahun lalu dan sejak saat itu mulai menyebar ke berbagai negara lainnya.
Studi menunjukkan varian baru ini lebih menular dari strain virus corona sebelumnya, dengan persentase 50% hingga 70% lebih mudah ditularkan ke orang lain.
"Selain menyebar lebih cepat, sekarang juga tampak ada beberapa bukti bahwa varian baru mungkin terkait dengan tingkat kematian yang lebih tinggi," ujar Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dalam konferensi pers, Jumat (22/1/2021).
Melansir Live Science, data tersebut berasal dari studi pendahuluan tentang tingkat kematian di antara pasien Covid-19 yang terinfeksi varian B.1.1.7.
Salah satunya studi dari The London School of Hygiene & Tropical Medicine yang mengamati 2.583 kematian di antara 1,2 juta orang positif virus corona di Inggris.
Peneliti menemukan penderita Covid-19 dari strain baru sekitar 30% lebih mungkin meninggal dalam 28 hari dibandingkan orang yang terinfeksi jenis lainnya.
Kepala penasihat ilmiah Inggris, Patrick Valance, mengatakan di dalam seribu orang berusia 60-an yang terinfeksi virus corona strain lain, sekitar 10 diperkirakan meninggal. Tetapi pada strain baru, jumlah kematian meningkat menjadi 13 orang per seribu.
Namun, kasus awal yang dianalisis kemungkinan tidak mewakili total populasi sekarang. Selain itu, pejabat melihat peningkatan kematian ketika melihat data keseluruhan dari yang positif terinfeksi virus.
Baca Juga: Anggap PPKM Tak Efektif Tekan Kasus Corona, Anggota DPR Minta Lockdown
Sebaliknya, apabila mereka melihat data pasien yang dirawat di rumah sakit, pejabat tidak akan melihat peningkatan mortalitas (jumlah kematian) terkait varian baru.
"Buktinya belum kuat. Ada banyak ketidakpastian seputar angka-angka ini, dan kami membutuhkan lebih banyak penelitian untuk mencari penanganan yang tepat terkait masalah ini," ujar Valance.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Gerakan Kaku Mariah Carey saat Konser di Sentul Jadi Sorotan, Benarkah karena Sakit Fibromyalgia?
-
Di Balik Rak Obat dan Layar Digital: Ini Peran Baru Apoteker di Era Kesehatan Modern
-
Kesibukan Kerja Kerap Tunda Pemeriksaan Mata, Layanan Ini Jadi Jawaban
-
Langkah Tepat Pengobatan Kanker Ovarium: Masa Remisi Lebih Panjang Hingga Tahunan
-
Katarak yang Tidak Dioperasi Berisiko Meninggal Dunia Lebih Awal, Ini Alasannya
-
Pemantauan Aktif Vaksinasi Dengue di DKI Jakarta: Kolaborasi Menuju Nol Kematian 2030
-
Atasi Pembesaran Prostat Tanpa Operasi Besar? Kenali Rezum, Terapi Uap Air yang Jadi Harapan Baru
-
Dukungan untuk Anak Pejuang Kanker, Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
-
Anak Sering Mengeluh Mata Lelah? Awas, Mata Minus Mengintai! Ini Cara Mencegahnya
-
Dokter dan Klinik Indonesia Raih Penghargaan di Cynosure Lutronic APAC Summit 2025