Suara.com - Sebuah studi nasional dari Swedia memberikan data baru yang dapat menjadi pedoman para pria yang memiliki riwayat keluarga kanker prostat dalam melakukan skrining awal, yakni di usia berapa mereka dapat melakukannya.
Mahdi Fallah, profesor Kedokteran (Epidemiologi) di University of Bergen, Norwegia dan Elham Kharazmi dari Pusat Penelitian Kanker Jerman (DKFZ) di Heidelberg, Jerman, mempresentasikan temuan baru ini dalam jurnal akses terbuka PLOS Medicine.
Hasil temuan menunjukkan , dilansir Medical Xpress, bahwa para pria dengan riwayat keluarga kanker prostat bisa mulai melakukan skrining dua hingga 11 tahun lebih awal dari yang direkomendasikan saat ini.
National Comprehensive Cancer Network (NCCN), Amerika Serikat, menyarankan untuk mulai melakukan skrining kanker prostat pada usia 45 tahun. Tetapi banyak pedoman merekomendasikan dimulai usia 50 tahun.
Pedoman klinis tersebut merupakan hasil dari analisis Fallah dan rekannya terhadap semua pria di Swedia yang lahir setelah 1931, dan ayah mereka. Antara 1958 hingga 2015, sebanyak 88.999 dari total 6.343.727 pria didiagnosis kanker prostat stadium lanjut (III atau IV), atau meninggal karena penyakit tersebut.
Para peneliti menggunakan data ini untuk menghitung usia di mana pria yang memiliki ayah, saudara laki-laki, atau anak laki-laki didiagnosis kanker prostat mencapai "ambang risiko skrining".
Mereka menemukan pria dengan riwayat keluarga kanker prostat mencapai ambang risiko skrining hingga 12 tahun lebih awal dari rekomendasi skrining saat ini.
Namun, waktu akan berubah tergantung pada berapa banyak kerabat dekat menderita kanker prostat dan usia kerabat saat terdiagnosis.
Dengan membandingkan perhitungan mereka dengan berbagai pedoman, para peneliti menentukan pria dengan riwayat keluarga kanker prostat untuk memulai skrining dua hingga 11 tahun lebih awal.
Baca Juga: Muncul Klaster Covid-19 di Jawa Tengah, Epidemiolog: Skrining Berlapis
Penelitian lebih lanjut dapat memvalidasi hasil ini pada populasi dengan etnis yang berbeda, serta memperhitungkan genetika serta gaya hidup.
Berita Terkait
Terpopuler
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- Media Swiss Sebut PSSI Salah Pilih John Herdman, Dianggap Setipe dengan Patrick Kluivert
- 7 Sepatu Murah Lokal Buat Jogging Mulai Rp100 Ribuan, Ada Pilihan Dokter Tirta
- PSSI Tunjuk John Herdman Jadi Pelatih, Kapten Timnas Indonesia Berikan Komentar Tegas
Pilihan
-
Indosat Gandeng Arsari dan Northstar Bangun FiberCo Independent, Dana Rp14,6 Triliun Dikucurkan!
-
Kredit Nganggur Tembus Rp2,509 Triliun, Ini Penyebabnya
-
Uang Beredar Tembus Rp9891,6 Triliun per November 2025, Ini Faktornya
-
Pertamina Patra Niaga Siapkan Operasional Jelang Merger dengan PIS dan KPI
-
Mengenang Sosok Ustaz Jazir ASP: Inspirasi di Balik Kejayaan Masjid Jogokariyan
Terkini
-
Ketika Anak Muda Jadi Garda Depan Pencegahan Penyakit Tak Menular
-
GTM pada Anak Tak Boleh Dianggap Sepele, Ini Langkah Orang Tua untuk Membantu Nafsu Makan
-
Waspada! Pria Alami Sperma Kosong hingga Sulit Punya Buat Hati, Dokter Ungkap Sebabnya
-
Standar Global Layanan Kesehatan Kian Ditentukan oleh Infrastruktur Rumah Sakit
-
Gaya Hidup Anak Muda: Nongkrong, Makan Enak, Tapi Kolesterol Jangan Lupa Dicek
-
Jaringan Layanan Kesehatan Ini Dorong Gaya Hidup Sehat Lewat Semangat "Care in Every Step"
-
Rekomendasi Minuman Sehat untuk Kontrol Diabetes, Ini Perbandingan Dianesia, Mganik dan Flimeal
-
Akses Perawatan Kanker Lebih Mudah dengan Fasilitas Radioterapi Modern
-
SEA Games Thailand 2025: Saat Kenyamanan Jadi Bagian dari Performa Atlet Indonesia
-
Gatam Institute Eka Hospital Buktikan Operasi Lutut Robotik Kelas Dunia Ada di Indonesia