Suara.com - Usulan mengenai legalisasi ganja medis di Indonesia telah terjadi selama bertahun-tahun.
Meskipun telah ada puluhan negara mengizinkan penggunaan obat dari ganja untuk penyakit tertentu, tetapi Indonesia, dalam UU Narkotika tetap melarang penggunaan ganja untuk kepentingan apa pun karena termasuk narkotika golongan I, atau paling berbahaya.
Organisasi Kesehatan Dunia WHO sebenarnya telah menurunkan kategori ganja bukan lagi yang paling berbahaya. Pada 2020, berdasarkan voting WHO, diputuskan untuk mengeluarkan ganja dan resin cannabis dari kategori IV atau golongan narkotik paling berbahaya.
WHO kemudian memindahkan ganja ke kategori narkotik Schedule I atau golongan natkotika yang kurang berbahaya.
Penggunaan ganja medis di berbagai negara juga dilakukan berdasarkan hasil penelitian ilmiah.
Oleh sebab itu, menurut Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Trasisional dan Jamu Indonesia dr. Inggrid Tania, MSi, penelitian serupa seharusnya bisa dilakukan juga di Indonesia.
Dokter Inggrid mengatakan, sebelum memutuskan ganja medis dapat legal atau tidak di Indonesia diperlukan penelitian terlebih dahulu. Namun, para peneliti di Indonesia juga tidak bisa lakukan penelitian itu karena terganjal UU narkotika.
"Kuncinya sebetulnya regulasi pemerintah untuk mengizinkan, paling tidak penelitian ganja medisnya dulu. Nanti semakin banyak penelitiannya tentu kita bisa me-review lalu diambil keputusan, apakah memang ganja medis ini betul-betul perlu dilegalisasi," kata dokter Inggris dihubungi Suara.com, Selasa (28/6/2022).
Dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan, menurut dokter Inggrid, pemerintah perlu berpikiran terbuka untuk melihat potensi kebermanfaatan dari tanaman ganja.
Baca Juga: MUI Tunggu Permintaan Resmi dari Pemerintah dan DPR Sebelum Terbitkan Fatwa Ganja Medis
Sebagai langkah awal, disarankan untuk lebih dulu melegalisasi penelitian terkait ganja medis. Di samping, pelarangan ganja secara bebas tetap diberlakukan secara ketat.
"Kita harus menjaga jangan sampai itu menjadi ruang yang lebar untuk penyalahgunaan. Karena penyalahgunaan tetap saja ada risiko kecanduan," ujarnya.
Sementara itu ahli Farmasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt., mengatakan bahwa penggunaan ganja medis seharusnya bisa digunakan layaknya pelegalan terhadap morfin yang telah dimanfaatkan dalam pembuatan obat.
Walaupun berbeda jenis narkotika, tetapi keduanya sama-sama memiliki manfaat dalam ilmu medis berdasarkan hasil penelitian. Akan tetapi, karena efek euforia ganja dinilai lebih tinggi maka diperlukan aturan kebih ketat apabila akan dilegalkan sebagai bahan obat.
Indonesia juga dinilai perlu untuk melakukan penelitian terkait ganja medis, kata Prof. Zullies.
"Tapi untuk lakukan itu mungkin perlu ada satu badan riset khusus yang diizinkan. Misalnya BNN, walaupun mereka bukan badan riset, tapi misalnya apakah harus berkoordinasi atau apa. Intinya mengembangkan riset itu harus ada barangnya," ujarnya.
Apabila ganja medis ditetapkan legal di Indonesia, perkiraan prof. Zullies, ganja akan turun menjadi narkotika golongan 2 atau narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Akan tetapi, ia menegaskan bahwa tanaman ganja harus tetap dilarang di Indonesia karena potensi penyalahgunaannya masih sangat tinggi.
Namun, Guru Besar Fakultas Farmasi di UGM itu tidak yakin kalau legalisasi ganja medis bisa diberlakukan dalam waktu dekat di Indonesia.
"Bayangan saya kalau nanti sudah jadi ganja medis mungkin bisa jadi golongan 2. Tapi harus terkontrol, jadi terganrung regulasi. Cuma belum mengarah ke sana. Saya beberapa kali diundang BNN, arahnya belum akan melegalkan ganja," ucapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Sri Mulyani Dicopot, Rupiah Meriang Hebat Pagi Ini
-
Harga Emas Antam Hari Ini Paling Tinggi Sepanjang Sejarah Dipatok Rp 2,08 Juta per Gram
-
Solusi Menkeu Baru Soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Bikin Ekonomi Ngebut Biar Rakyat Sibuk Cari Makan Enak
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
Terkini
-
Skrining BPJS Kesehatan: Panduan Lengkap Deteksi Dini Penyakit di Tahun 2025
-
Surfing Jadi Jalan Perempuan Temukan Keberanian dan Healing di Laut
-
Bayi Rewel Bikin Stres? Rahasia Tidur Nyenyak dengan Aromaterapi Lavender dan Chamomile!
-
Varises Esofagus Bisa Picu BAB dan Muntah Darah Hitam, Ini Penjelasan Dokter Bedah
-
Revolusi Kesehatan Dimulai: Indonesia Jadi Pusat Inovasi Digital di Asia!
-
HPV Masih Jadi Ancaman, Kini Ada Vaksin Generasi Baru dengan Perlindungan Lebih Luas
-
Resistensi Antimikroba Ancam Pasien, Penggunaan Antibiotik Harus Lebih Cerdas
-
Ini Alasan Kenapa Donor Darah Tetap Relevan di Era Modern
-
Dari Kegelapan Menuju Cahaya: Bagaimana Operasi Katarak Gratis Mengubah Hidup Pasien
-
Jangan Sepelekan, Mulut Terbuka Saat Tidur pada Anak Bisa Jadi Tanda Masalah Kesehatan Serius!