Suara.com - Indonesia kembali masuk dalam catatan buruk HAM di dunia. Hal itu dimuat dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 13 Mei 2014 yang disusun oleh Pelapor Khusus PBB tentang Hak untuk Berkumpul secara Damai dan Hak untuk Berserikat, Maina Kiai.
Laporan ini dijadwalkan akan dipresentasikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Bulan Juni 2014 yang akan datang. Laporan tersebut mengambil fokus pada tekanan dan tantangan yang dihadapi kelompok yang paling rentan ketika mereka melaksanakan hak mereka untuk berkumpul secara damai dan untuk berserikat.
Kategori ini termasuk pribadi dan kelompok yang sering diasosiasikan kepada kelompok yang dipinggirkan dalam masyarakat, baik dalam keseharian mereka maupun ketika mereka melaksanakan hak-hak mereka.
Salah satu kelompok yang termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang dianggap sebagai kelompok minoritas termasuk kelompok minoritas berdasarkan agama atau keyakinan mereka.
Pelapor Khusus PBB, Maina, telah mengumpulkan informasi dari seluruh dunia termasuk melalui pertemuan-pertemuan dengan kelompok-kelompok sipil pegiat HAM di seluruh dunia, diantaranya melalui sebuah pertemuan antara Pelapor Khusus PBB dengan kelompok-kelompok sipil pegiat HAM di Asia yang dilaksanakan di Singapura pada awal 2014 yang lalu.
LSM HAM Kontras, yang diundang hadir dalam pertemuan tersebut, merekomendasikan perwakilan jemaat Gereja GKI Yasmin Bogor, salah satu korban, untuk datang mengikuti pertemuan dan melaporkan situasi terkait pelarangan untuk berkumpul secara damai untuk beribadah di Indonesia yang dialami kelompok-kelompok agama dan keyakinan di Indonesia.
Dalam laporan tematik ini, yang terdapat dalam dokumen publik PBB tertanggal 14 April 2014 berjudul: Laporan Pelapor Khusus tentang Hak untuk Berkumpul secara Damai dan Hak untuk Berserikat, Maina Kiai, laporan terkait kasus-kasus di Indonesia, terangkum pada Halaman 13, poin 4, nomor 41, di bawah sub-judul: Praktik-Praktik yang mengancam atau menghalangi pemenuhan hak kebebasan untuk berkumpul secara damai, diamana dalam laporan itu, tertulis: “In Indonesia, for example, religious minority groups such as Ahmadis (the Ahmadiyah), Baha’is, Christians and Shias face physical attacks from militant Islamic groups with little intervention from the Government. Despite of the Supreme Court ruling upholding the right of the Taman Yasmin Indonesian Christian Church congregation to put up their church building, in Bogor, West Java, local authorities sealed the building in 2010 and, since then, have prevented church members from gaining access to their church.
(Di Indonesia, sebagai contoh, kelompok minoritas agama seperti Ahmadiyah, Bahai, Kristen, Syiah menghadapi serangan fisik dari kelompok militan Islam dengan keterlibatan penanganan yang minimal dari pemerintah. Meskipun Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan yang mengukuhkan hak Jemaat GKI Taman Yasmin untuk mendirikan bangunan gereja mereka di Bogor, Jawa Barat, pemerintah daerah menyegel bangunan pada tahun 2010 dan, sejak saat itu, menghalangi jemaat memasuki gereja mereka)
Dengan adanya laporan tematik 2014 ini, sekali lagi, Indonesia masuk dalam catatan buruk HAM dunia terkait dengan hak-hak untuk berkumpul secara damai termasuk untuk kepentingan peribadatan agama. Dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, catatan buruk terkait hak-hak warga negara, khususnya mereka yang dianggap minoritas di Indonesia, tidak juga membaik dan terus menjadi sorotan dunia.
“Ini berbanding terbalik dengan klaim sepihak yang kerap disampaikan pemerintah ke berbagai pihak bahwa kondisi Indonesia dalam konteks ini “semuanya baik-baik saja”. Insiden yang berulang, atau terus abainya pemerintah pusat dalam menghadapi pembangkangan hukum yang dilakukan aparat-aparatnya di tingkat daerah karena menghadapi tekanan kelompok radikal anti-keberagaman, atau bahkan pernyataan berulang petinggi negara di tingkat pusat yang memberikan semacam pembenaran terhadap aksi-aksi main hakim sendiri yang dilakukan kelompok kecil radikal anti-keberagaman, adalah bukti nyata bahwa situasi ini di Indonesia tidaklah baik-baik saja,” demikian siaran pers dari Kontras dan GKI Yasmin yang diterima suara.com, Kamis (15/9/2014).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam masa akhir jabatannya, harus mampu menghentikan diskriminasi HAM yang terus terjadi ini. Saatnya Presiden SBY bertindak sebagai seorang Presiden, yang memiliki tanggung jawab untuk menegakkan Konstitusi RI at all cost, untuk melindungi setiap warga negara tanpa kecuali dan memastikan tegaknya negara hukum di Indonesia.
Adalah tanggung jawab Presiden SBY untuk tidak mentransfer situasi buruk ini kepada pemerintahan baru yang akan segera terbentuk melalui pemilu 2014 ini. Terlepas dari apakah Presiden SBY mampu, apalagi bila tidak mampu, menjalankan kewajibannya ini, maka Presiden baru Indonesia, siapapun dia, akan selalu memiliki tanggung jawab konstitusional yang sama, untuk menegakkan UUD 1945, at all cost, untuk memajukan dan menegakkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berita Terkait
-
Melanie Subono Pesimistis Capres Bisa Selesaikan Penculikan Aktivis
-
Happy Salma Bikin Film Pendek Tentang Pelanggaran HAM
-
Kontras Minta Rakyat Tidak Pilih Capres Cawapres yang Diduga Langgar HAM
-
Kasus GKI Yasmin, Anggota Wantimpres Temui Wali Kota Bogor
-
Wali Kota Bogor Terpilih: Kasus GKI Yasmin Jadi Prioritas Utama
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
-
Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
-
Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
Terkini
-
Mengapa Jakarta Selatan Kembali Terendam? Ini Penyebab 27 RT Alami Banjir Parah
-
Korupsi Pertamina Makin Panas: Pejabat Internal Hingga Direktur Perusahaan Jepang Diinterogasi
-
Mengapa Kemensos Gelontorkan Rp4 Miliar ke Semarang? Ini Penjelasan Gus Ipul soal Banjir Besar
-
Soal Progres Mobil Nasional, Istana: Sabar Dulu, Biar Ada Kejutan
-
Kenapa Pohon Tua di Jakarta Masih Jadi Ancaman Nyawa Saat Musim Hujan?
-
Tiba di Korea Selatan, Ini Agenda Presiden Prabowo di KTT APEC 2025
-
Wakapolri Ungkap Langkah Pembenahan Polri: Aktifkan Pamapta dan Modernisasi Pelayanan SPKT
-
Pernah Jadi Korban, Pramono Anung Desak Perbaikan Mesin Tap Transjakarta Bermasalah
-
Skandal Whoosh Memanas: KPK Konfirmasi Penyelidikan Korupsi, Petinggi KCIC akan Dipanggil
-
Formappi Nilai Proses Etik Lima Anggota DPR Nonaktif Jadi Ujian Independensi MKD