Suara.com - Satu dari dua partai politik pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang dikabarkan akan segera bergabung dengan koalisi pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah Partai Demokrat.
Sinyal Demokrat akan masuk ke Jokowi-JK, antara lain ditunjukkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika pidato di DPR RI dalam rangka HUT Kemerdekaan ke 69 bahwa SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat ini siap membantu presiden terpilih periode 2014-2019.
Sejumlah petinggi Partai Demokrat lainnya juga sudah memberikan sinyal kuat bahwa Demokrat terbuka untuk bergabung dengan kubu Jokowi, misalnya mereka mengatakan bahwa hubungan antara kedua partai saat ini semakin baik.
Namun, bagi anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok, masih terlalu dini menyimpulkan bahwa partainya akan berkoalisi dengan Jokowi-JK, mengingat sidang sengketa hasil pilpres baru akan diumumkan Mahkamah Konstitusi pada Jumat (21/8/2014) nanti.
"Sekarang orang belum bisa ramalkan apapun, sebelum ada putusan MK," kata Mubarok kepada suara.com, Selasa (19/8/2014).
Mubarok justru balik bertanya, bagaimana kalau seandainya nanti hakim MK malah memenangkan Prabowo-Hatta?
"Jadi, sekarang kedudukannya fifty-fifty. Orangnya Jokowi-JK sendiri masih ketar-ketir karena ini belum final," kata Mubarok.
Namun, Mubarok mengakui bahwa dalam politik apapun bisa terjadi dan bisa berubah. Partai yang tadinya memilih oposisi, katanya, bisa saja nanti berubah menjadi koalisi. "Sekarang belum bisa dikatakan, tunggu saja setelah ada keputusan MK," kata dia.
Sebelumnya, politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari membenarkan kalau dua partai segera merapat ke Jokowi-JK. Eva mengatakan saat ini proses komunikasi sedang berjalan secara intensif.
“Iya, sekarang sedang berlangsung. Mengenai partainya apa, saya tidak bisa ngomong karena itu hak DPP PDI Perjuangan,” kata Eva kepada suara.com.
Eva menyambut gembira kehadiran dua partai politik tersebut. Dengan demikian, kata Eva, akan memperkuat Parlemen dan saling menguntungkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Koalisi Sipil Kritik Batalnya Pembentukan TGPF Kerusuhan Agustus: Negara Tak Dengarkan Suara Rakyat!
-
Menkeu Purbaya Bahas Status Menteri: Gengsi Gede Tapi Gaji Kecil
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara