Suara.com - Ribuan pekerja PT Freeport Indonesia dan dua perusahaan privatisasinya yaitu PT Kuala Pelabuhan Indonesia (KPI) dan PT Puncak Jaya Power (PJP) berencana menggelar aksi mogok kerja selama satu bulan terhitung sejak 6 November-6 Desember 2014.
Menurut informasi yang dihimpun di Timika, Senin, rencana aksi mogok kerja para pekerja PT Freeport itu salah satunya dipicu, karena Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B Soetjipto belum menjawab tuntutan pekerja untuk segera melengserkan belasan pejabat teras di lingkungan Freeport.
Belasan pejabat teras itu selama ini dinilai bertanggung jawab atas sejumlah kasus kecelakaan kerja yang menewaskan 44 pekerja.
Kapolsek Tembagapura, AKP Sudirman yang dihubungi dari Timika, Senin (27/10/2014) mengakui, jajarannya telah menerima surat pemberitahuan rencana mogok kerja dari tiga Pimpinan Unit Kerja (PUK) SPSI ketiga perusahaan itu.
"Kami sudah terima surat pemberitahuan soal rencana mogok kerja karyawan PT Freeport Indonesia, karyawan PT KPI dan karyawan PT PJP yang menyebutkan bahwa mereka akan melakukan aksi mogok kerja selama satu bulan terhitung mulai 6 November sampai 6 Desember 2014," ujarnya.
Dalam suratnya tersebut, PUK SPSI ketiga perusahaan menyebutkan bahwa surat pemberitahuan soal mogok kerja disampaikan kepada Bupati Mimika dan jajaran Muspida setempat, Gubernur Papua di Jayapura, bahkan hingga Presiden RI di Jakarta.
Terkait hal itu, jajaran Polsek Tembagapura akan mengawasi dan mengantisipasi berbagai gangguan keamanan yang berpotensi mengganggu area obyek vital nasional PT Freeport Indonesia.
Meski situasi di lingkungan kerja PT Freeport Indonesia di kawasan Tembagapura hingga saat ini masih relatif kondusif, tapi sebagian pekerja sudah tidak lagi melaksanakan aktivitas selama beberapa waktu terakhir sebagaimana terlihat di area tambang terbuka Grasberg.
Adapun operasi tambang bawah tanah (underground) PT Freeport masih berjalan seperti biasa, meskipun lebih banyak melibatkan pekerja yang menduduki jabatan staf dan mekanik yang khusus melakukan perawatan mesin operasional tambang. (Antara)
Berita Terkait
-
5 Skin Tint untuk Pekerja Kantoran, Praktis Dipakai dan Ekstra Melindungi
-
Dampak Kebijakan Penyeragaman Kemasan Rokok Terhadap Buruh
-
4 Parfum Beraroma Teh yang Bikin Rileks untuk Pekerja Kantoran
-
6 Bedak Tabur yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Formulanya Menyerap Minyak
-
Kementerian P2MI Paparkan Kemajuan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Hadapan Komite PBB
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Putin Sampaikan Belasungkawa Terkait Bencana Banjir, Prabowo: Kami Bisa Menghadapi Ini dengan Baik
-
Geger Kayu Log di Pantai Tanjung Setia, Polisi Beberkan Status Izin PT Minas Pagai Lumber
-
Pengamat Sorot Kasus Tata Kelola Minyak Kerry Chalid: Pengusaha Untungkan Negara Tapi Jadi Terdakwa
-
Prabowo Ungkap Alasan Sebenarnya di Balik Kunjungan ke Moskow Bertemu Putin
-
OTT Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, KPK Sebut Terkait Suap Proyek
-
KPK Tangkap Tangan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, Anggota DPRD Ikut Terseret?
-
Bobby Nasution Jelaskan Tidak Ada Pemangkasan Anggaran Bencana Ratusan Miliar
-
Korban Meninggal Banjir dan Longsor di Sumatera Bertambah Jadi 969 Jiwa
-
Digelar Terpisah, Korban Ilegal Akses Mirae Asset Protes Minta OJK Mediasi Ulang
-
Respons Ide 'Patungan Beli Hutan', DPR Sebut Itu 'Alarm' Bagi Pemerintah Supaya Evaluasi Kebijakan