Suara.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengharapkan agar kebijakan tidak menjadi bagian pemeriksaan atau penuntutan dalam kasus korupsi, karena membuat ketakutan pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan mengakibatkan terhambatnya pembangunan.
"Karena itulah, yang saya selalu harapkan agar kebijakan atau diskresi tidak jadi bagian pemeriksaan atau tuntutan, karena apabila kebijakan jadi bagian kejahatan maka tidak ada lagi orang yang berani membuat kebijakan, dan apabila tidak ada lagi yang punya kewenangan yang mau mengambil kebijakan keputusan maka tentu juga negeri itu akan mengalami kesulitan," kata Wapres, dalam Konferensi Nasional di Jakarta, Selasa, (2/12/2014).
JK mengatakan, saat ini terjadi ketakutan di jajaran pemerintahan dalam mengambil keputusan.
"Sekarang ini, terus terang Pak Abraham, terjadi ketakutan bertindak di banyak level birokrat pemerintah kita, gubernur kita, menteri kita, dirjen-dirjen, semua ketakukan untuk berbuat sesuatu sehingga lamban suatu keputusan, harus ditanya dirjennya, eselonnya baru mau tanda tangan. Itupun dengan segala tulisan agar sesuai peraturan terkait dan macam-macam," ucapnya.
Menurut JK, apabila itu terjadi, di sisi lain menyelamatkan uang negara, tapi di sisi lain menyebabkan pertumbuhan negara ini menjadi turun atau rendah.
Oleh karena itulah, JK mengharapkan adanya kombinasi dari pencegahan, penindakan yang keras tapi tidak kepada kebijakan.
"Apabila semuanya ini tidak berani ambil kebijakan, negeri ini tidak jalan. Dan apabila negeri tidak jalan, makin banyak orang kesulitan dan akibatnya akan makin banyak korupsi juga. Jadi inilah bahwa pencegahan korupsi harus disadari bukan ditakuti semata-mata," ujarnya, menegaskan.
Ia melanjutkan, apabila ditakuti semata-mata maka tidak akan ada yang berani mendekati kebijakan. "Saya kira kita pun mengalami itu, di manapun. Jadi kombinasi dari pada pencegahan dan juga keberanian untuk jalankan amanah dan kewenangan harus tetap dijalankan para birokrat kita," tukas JK. (Antara)
Berita Terkait
-
Forum Debat Mahasiswa Semarang: Suarakan Kebijakan Publik dan Masa Depan Indonesia
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Berapa Kekayaan Eks Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis? Anaknya Ditangkap Akibat Curi Sepatu di Masjid
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'
Terpopuler
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Harga Emas Naik Berturut-turut! Antam Tembus Rp 2,399 Juta di Pegadaian, Rekor Tertinggi
-
Pihak Israel Klaim Kantongi Janji Pejabat Kemenpora untuk Datang ke Jakarta
-
Siapa Artem Dolgopyat? Pemimpin Atlet Israel yang Bakal Geruduk Jakarta
-
Seruan Menggetarkan Patrick Kluivert Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
Terkini
-
Forum Debat Mahasiswa Semarang: Suarakan Kebijakan Publik dan Masa Depan Indonesia
-
Kuasa Hukum Beberkan Alasan: Penetapan Nadiem Makarim Sebagai Tersangka Dinilai Cacat Hukum
-
Dua Sekolah Internasional di Tangerang Selatan Dapat Teror Bom, Saat Dicek Ternyata Nihil
-
Tebuireng Disebut Jadi Contoh Bangunan Pesantren Ideal oleh Menteri PU
-
Biaya Hanya Rp 75 Ribu, Ini Daftar Lokasi SIM Keliling DKI Jakarta Hari Ini
-
Kementerian PU Akan Mulai Bangun Ulang Ponpes Al Khoziny yang Ambruk, Berapa Perkiraan Biayanya?
-
Anggaran Dipangkas Rp 15 Triliun, Gubernur DKI Siapkan Obligasi Daerah, Menkeu Beri Lampu Hijau
-
Dicecar KPK Soal Kuota Haji, Eks Petinggi Amphuri 'Lempar Bola' Panas ke Mantan Menag Yaqut
-
Hotman 'Skakmat' Kejagung: Ahli Hukum Ungkap Cacat Fatal Prosedur Penetapan Tersangka
-
4 Fakta Korupsi Haji: Kuota 'Haram' Petugas Hingga Jual Beli 'Tiket Eksekutif'