Suara.com - Satgas Anti Ilegal Fishing menyoroti banyaknya pungutan liar dan penyuapan di Pelabuhan Khusus Perikanan di Indonesia. Salah satunya di Pelabuhan Khusus Perikanan Benjina di Kepulauan Aru.
Ketua Satuan Tugas Anti Ilegal Fishing Mas Ahcmad Santosa menduga selama ini aparat keamanan di pelabuhan khusus perikanan tidak bekerja secara semestinya. Maka itu timnya sudah mendatangi 9 kawasan pelabuhan khusus perikanan.
"Ini kan penting, kita nggak pernah tahu kinerja mereka selama ini. Kinerja setiap perusahaan. Kita tahu juga tingkat kepatuhan kapal eks asing. Nanti juga kita akan fokus untuk melihat pelabuhan khusus. Mungkin itu akan menjadi rekomendasi kita, membuat pelabuhan khusus peangkpan ikan," jelas dia berbincang dengan suara.com, Rabu (8/4/2015) malam kemarin.
Di Benjina, kata Ota aparat tidak menjalakan fungsinya. "Seharusnya ada Bea Cukai, yah mungkin ada. Tapi bisa dikatakan pelabuhan khusus ini (Benjina) yang dimiliki oleh perusahaan ikan kecil ini dikuasai aparatur daerah itu. Yah nggak jalan dong. Suka-suka jadinya," jelasnya.
Padahal pelabuhan khusus perikanan itu bisa jadi sebagai pintu masuk barang ilegal dari luar Indonesia. Semisal narkoba, atau bahkan bisa terjadi pencurian ikan.
"Kita sudah punya pelabuhan khusus untuk perikanan. Apa mampu mengawasinya, mengontrolnya? Apakah dia benar bisa memastikan apa yang diturunkan dan apa yang dibawa itu hanya ikan? Jangan-jangan mendaratkan minuman keras, buah-buahan, sayuran, drugs misalnya. Senjata apalagi, mana kita tahu. Pengawasannya nggak kuat. Itu yang saya kira pelabuhan khusus itu bisa kita awasi betul. Jadi istilahnya pelayanan publiknya jalan, tapi pengawasan lemah," katanya.
Menurut dia masalah kesejahteraan aparatur di pelabuhan khusus menjadi alasan penyuapan marak di sana. Selain itu, aparat yang bertugas tidak dirotasi secara berkala.
"Bisa jadi memang ada kekurangan dalam biaya beroperasi atau memang sudah terlalu lama tidak dirotasi aparaturnya. Sehingga mereka melihat korupsi sebagai sesuaatu yang rutin. Ini perlu ada solusi rotasi cepat, tingkat kesejahteraan diperbesar. Di sana tingkat kesejahteraan kurang. Karena kan di tiap tempat terpencil itu kan ada tnjangan kemahalan. Karena transportasi sulit, barang mahal. Itu tunjangan kemahalan harus ada," papar Ota.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
4 HP Snapdragon Paling Murah Terbaru 2025 Mulai Harga 2 Jutaan, Cocok untuk Daily Driver
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
Terkini
-
Mendagri Salurkan Bantuan untuk Warga Desa Geudumbak, Langkahan, Aceh Utara
-
Tukar 5 Kapibara Jantan, Ragunan Resmi Boyong Sepasang Watusi Bertanduk Bernama Jihan dan Yogi
-
Ini Daftar Rute Transjakarta yang Beroperasi Hingga Dini Hari Selama Malam Tahun Baru 2026
-
Refleksi Akhir Tahun Menag: Bukan Ajang Euforia, Saatnya Perkuat Empati dan Spirit Kebangsaan
-
Malam Tahun Baru di Jakarta, Dishub Siapkan Rekayasa Lalu Lintas di Ancol, Kota Tua, hingga TMII
-
Gubernur Banten: Tingkat Pengangguran Masih Tinggi, Penataan Ulang Pendidikan Vokasi Jadi Prioritas
-
Perayaaan Tahun Baru di SudirmanThamrin, Pemprov DKI Siapkan 36 Kantong Parkir untuk Warga
-
Kaleidoskop DPR 2025: Dari Revisi UU Hingga Polemik Gaji yang Tuai Protes Publik
-
Sekolah di Tiga Provinsi Sumatra Kembali Normal Mulai 5 Januari, Siswa Boleh Tidak Pakai Seragam
-
Makna Bendera Bulan Bintang Aceh dan Sejarahnya