Kebakaran hutan Riau [Antara]
Sudah sebulan lebih diselimuti kabut asal, warga Provinsi Riau belum merasakan langsung uluran kasih pemerintah. Mereka mengungsi ke daerah yang udaranya lebih sehat atas inisiatif sendiri dan uang sendiri, demikian dikatakan anggota DPRD Provinsi Riau Ade Hartati.
"Yang kami lakukan sekarang adalah mengungsi ke Tanah Tinggi, namun itu atas inisiatif sendiri, swadaya masyarakat sendiri, kalau pemerintah belum ada," kata Hartati di gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat (18/9/2015).
Menurut Ade, seharusnya pemerintah memfasilitasi masyarakat korban bencana asap, terutama kelompok rentan seperti ibu hamil dan anak-anak.
Karena itu, perempuan yang sudah merasakan besarnya akibat asap bagi saat sedang hamil, mendesak pemerintah agar menyelesaikan dan menghukum dengan tegas bagi para pelaku pembakaran tersebut. Dia meminta agar monopoli kepemilikan terhadap lahan di Riau dihentikan.
"Kami menuntut pemerintah agar stop monopoli penguasaan tanah dan lahan gambut oleh perusahaan di Riau. Menindak tegas dan melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar hutan," kata Hartati.
Selain itu, pemerintah juga dituntut untuk mengaudit serta merevisi izin pemanfaatan hutan dan lahan oleh perusahaan swasta.
Pasalnya, sebagian lahan gambut seharusnya tidak boleh dijadikan lahan produksi, tapi kenyataannya masih saja dipakai.
"Juga kami menuntut agar membasahi kembali lahan-lahan gambut, memberikan kompensasi kesehatan akibat kabut asap bagi rakyat Riau secara gratis tanpa syarat. Segera mungkin mengevakuasi korban bencana asap yang sudah sampai pada level bahaya dan juga mendesak pemerintah untuk mencabut izin perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) dan perkebunan sawit pembakar hutan dan lahan Riau," kata dia.
"Yang kami lakukan sekarang adalah mengungsi ke Tanah Tinggi, namun itu atas inisiatif sendiri, swadaya masyarakat sendiri, kalau pemerintah belum ada," kata Hartati di gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat (18/9/2015).
Menurut Ade, seharusnya pemerintah memfasilitasi masyarakat korban bencana asap, terutama kelompok rentan seperti ibu hamil dan anak-anak.
Karena itu, perempuan yang sudah merasakan besarnya akibat asap bagi saat sedang hamil, mendesak pemerintah agar menyelesaikan dan menghukum dengan tegas bagi para pelaku pembakaran tersebut. Dia meminta agar monopoli kepemilikan terhadap lahan di Riau dihentikan.
"Kami menuntut pemerintah agar stop monopoli penguasaan tanah dan lahan gambut oleh perusahaan di Riau. Menindak tegas dan melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar hutan," kata Hartati.
Selain itu, pemerintah juga dituntut untuk mengaudit serta merevisi izin pemanfaatan hutan dan lahan oleh perusahaan swasta.
Pasalnya, sebagian lahan gambut seharusnya tidak boleh dijadikan lahan produksi, tapi kenyataannya masih saja dipakai.
"Juga kami menuntut agar membasahi kembali lahan-lahan gambut, memberikan kompensasi kesehatan akibat kabut asap bagi rakyat Riau secara gratis tanpa syarat. Segera mungkin mengevakuasi korban bencana asap yang sudah sampai pada level bahaya dan juga mendesak pemerintah untuk mencabut izin perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) dan perkebunan sawit pembakar hutan dan lahan Riau," kata dia.
Komentar
Berita Terkait
-
Bencana Asap Cuma Dampak Kecil, Ada Yang Lebih Besar Lagi
-
Ini Alasan DPRD Riau Ikut Melapor ke Komnas Ham soal Asap
-
Asap Riau Sudah Renggut Nyawa, Mana Langkah Konkrit Pemerintah
-
Isap Asap Setiap Hari, Warga Riau Tuding Ada Pelanggaran HAM
-
Orang Sakit Gara-gara Asap Riau Tambah, Warga Harus Dievakuasi
Terpopuler
- Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
- 5 Rekomendasi Bedak Two Way Cake untuk Kondangan, Tahan Lama Seharian
- 5 Rangkaian Skincare Murah untuk Ibu Rumah Tangga Atasi Flek Hitam, Mulai Rp8 Ribuan
- 5 Rekomendasi Sepatu Lari Selain Asics Nimbus untuk Daily Trainer yang Empuk
- 5 Powder Foundation Paling Bagus untuk Pekerja, Tak Perlu Bolak-balik Touch Up
Pilihan
-
10 City Car Bekas untuk Mengatasi Selap-Selip di Kemacetan bagi Pengguna Berbudget Rp70 Juta
-
PSSI Butuh Uang Rp 500 Miliar Tiap Tahun, Dari Mana Sumber Duitnya?
-
Vinfast Limo Green Sudah Bisa Dipesan di GJAW 2025, Ini Harganya
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
Terkini
-
Wamen KP hingga Menteri Ngaku Terbantu dengan Polisi Aktif di Kementerian: Pengawasan Jadi Ketat
-
Soal Larangan Rangkap Jabatan, Publik Minta Aturan Serupa Berlaku untuk TNI hingga KPK
-
FPI Gelar Reuni 212 di Monas, Habib Rizieq Shihab Dijadwalkan Hadir
-
Studi INDEF: Netizen Dukung Putusan MK soal Larangan Rangkap Jabatan, Sinyal Publik Sudah Jenuh?
-
FPI Siap Gelar Reuni 212, Sebut Bakal Undang Presiden Prabowo hingga Anies Baswedan
-
Sekjen PDIP Hasto Lari Pagi di Pekanbaru, Tekankan Pentingnya Kesehatan dan Semangati Anak Muda
-
Menag Klaim Kesejahteraan Guru Melesat, Peserta PPG Naik 700 Persen di 2025
-
Menteri PPPA: Cegah Bullying Bukan Tugas Sekolah Saja, Keluarga Harus Turut Bergerak
-
Menteri Dikdasmen Targetkan Permen Antibullying Rampung Akhir 2025, Berlaku di Sekolah Mulai 2026
-
Polisi Tangkap Dua Pengedar Sabu di Bekasi, Simpan Paket 1 Kg dalam Bungkus Teh