Suara.com - Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, mempertanyakan kebijakan pemerintah Indonesia yang berencana menawarkan satu pulau untuk menjadi tempat penampungan sementara bagi para pengungsi yang akan ke Australia.
"Saya tidak mengerti apakah Pak Luhut (Menkopolhukam) sudah berbicara dengan Kementerian Luar Negeri, sebelum memberikan pernyataan di media," kata Mahfudz, saat dihubungi di Jatinangor, Jawa Barat, Jumat (20/11/2015).
Komentar Mahfudz itu terkait pernyataan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan di media massa Indonesia berbahasa Inggris, bahwa Indonesia menawarkan kepada Australia satu pulau untuk menjadi tempat penampungan sementara bagi para pengungsi yang akan ke Australia.
Dalam hal ini, Mahfudz menilai, apabila kebijakan pemerintah Indonesia tetap dilaksanakan, maka itu hanya akan memindahkan masalah pengungsi dari Australia ke Indonesia. Menurutnya pula, kebijakan itu justru menambah masalah bagi Indonesia, terkait pengungsi yang sebenarnya ditolak pemerintah Australia.
"Ini proposal lama dengan Australia. Beberapa negara seperti Papua Nugini sudah bekerja sama dalam hal ini," ujarnya.
Lebih jauh, Mahfudz pun meminta pemerintah Indonesia membicarakan dahulu permasalahan tersebut, sebelum ada pernyataan dari menteri yang lantas malah menimbulkan polemik. Dia menyebut bahwa Detention Center itu adalah konsep lama yang ditawarkan Australia kepada Indonesia, di mana beberapa negara sudah menjalankan konsep ini.
"Menurut saya, detention center (itu) hanya memindahkan masalah dari Australia ke negara lain, dan tidak menyelesaikan masalah pokoknya," ujarnya.
Mahfudz mengatakan, keterkaitan Indonesia dalam kasus ini adalah posisi sebagai negara transit. Jika mau bekerja sama, bagaimana Indonesia bisa tutup pintu bagi para arus imigran yang mau ke Australia via Indonesia.
Politikus PKS ini pun mengatakan bahwa masalah imigran Australia itu sebenarnya sederhana. Prinsipnya, apabila negara itu menolak, maka harus menyediakan tempat penampungan.
"Masa Indonesia menjadi tempat penampungan imigran yang ditolak (Australia)," katanya lagi.
Mahfudz pun mempertanyakan kebijakan Australia yang telah menandatangani konsensi tentang imigran dan memiliki sejarah panjang terkait imigran, lalu saat ini menolak imigran. Menurutnya, apabila Australia menolak imigran, maka negara itu harus mengubah haluan negaranya dan mundur dari konvensi imigran.
"Kalau itu dilakukan, maka orang tidak berpikir bahwa Australia merupakan negara tujuan pencari suaka," tandasnya. [Antara]
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
Terkini
-
Pimpinan DPR Gelar Rapat Koordinasi Besar di Aceh, Matangkan Langkah Pemulihan Pascabencana 2026
-
Malam Tahun Baruan di Bundaran HI? Simak Aturan Main dari Mas Pram Agar Gak Kena Macet
-
Sumatra Tak Lagi Tanggap Darurat, Separuh Kabupaten/Kota Diklaim Telah Masuk Masa Transisi Pemulihan
-
Mensesneg: 24 Perusahaan Pemegang HPH dan HTI Diaudit Kementerian Kehutanan
-
Antisipasi Cuaca Ekstrem Saat Perayaan Malam Tahun Baru 2026, Pemprov DKI Lakukan Ini
-
KPK Ungkap Alasan Hentikan Penyidikan Kasus Tambang Nikel Konawe Utara
-
Lebih 'Merdeka' di Balai Kota, Pramono Anung Blak-blakan: Jujur, Enak Jadi Gubernur
-
Fraksi Partai Nasdem Dukung Pilkada Lewat DPRD: Sesuai Konstitusi dan Pancasila
-
DPR Desak KPK Jelaskan Penghentian Penyelidikan Kasus Aswad Sulaiman Secara Transparan
-
Hadapi Tantangan Geografis, Pendidikan dan Kesejahteraan Anak di Maluku Utara Jadi Fokus Eiger