Suara.com - Nama Wimanjaya Keeper Liotohe terus diperpincangkan publik. Lelaki bergelar profesor doktor berusia 83 ini berhasil memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas ketidakadilan yang diterimanya di zaman pemerintahan Presiden Soeharto.
Pengadilan mengabulkan gugatan Wimanjaya melawan Jaksa Agung sebesar Rp1 miliar pada Agustus tahun 2015.
Ketidakadilan yang diterima Wimanjaya setelah dia mengkritik Orde Baru lewat buku Primadosa, Primadusta, dan Primaduka. Puncaknya, Wimanjaya ditangkap, lalu dipenjara selama dua tahun. Dia dianggap menghina martabat pemerintah Soeharto.
Saat ditemui Suara.com di Jalan Poltangan III, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (22/1/2016), Wimanjaya menceritakan pahit getir pengalamannya.
“Saya pernah digusur, sampai tujuh kali, tanah rumah saya digusur dan saya harus pindah. Dulu saya tinggal di Kuningan, lalu pindah ke sini (Poltangan) karena tanah dan rumah kami digusur oleh Soeharto,” kata lelaki yang pernah menjabat Kepala Hubungan Masyarakat Departemen Perhubungan Udara selama 15 tahun itu kepada Suara.com.
Buku yang dilarang beredar oleh rezim Orde Baru itu merupakan satu dari ratusan buku yang pernah ditulis Wimanjaya. Sampai saat ini, Wimanjaya telah menulis menulis dan menerjemahkan sebanyak 880 buku.
“Sebenarnya buku pertama yang saya tulis dan Soeharto mulai terganggu itu berjudul Reformasi Sistem Nasional. Karena buku ini menjadi dasar gerakan sosial di masyarakat, dan saya sebenarnya yang mencetuskan istilah reformasi di Indonesia. Tapi itu tidak terlalu mengganggu, yang mengganggu itu buku Primadosa, Primaduka, dan Primadusta,” kata Wimanjaya.
Wimanjaya mengibaratkan pengalamannya menulis buku yang kemudian dilarang pemerintah itu sebagai "senjata makan tuan."
Buku tersebut waktu itu diterbitkan oleh Balai Kota Amsterdam Belanda.
Buku Primadosa terdiri atas tiga jilid dan berisikan dosa yang dilakukan pemerintahan Soeharto, sedangkan buku Primadusta terkait kejadian surat perintah 11 Maret yang terdiri atas dua jilid, dan buku Primaduka terkait peristiwa pembantaian tiga juta rakyat di Indonesia dari tahun 1965 sampai tahun 1998.
“Buku itu yang menjadi alasan Soeharto memenjarakan saya,” kata Wimanjaya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Tak Mau PPP Terbelah, Agus Suparmanto Sebut Klaim Mardiono Cuma Dinamika Biasa
-
Zulhas Umumkan 6 Jurus Atasi Keracunan Massal MBG, Dapur Tak Bersertifikat Wajib Tutup!
-
Boni Hargens: Tim Transformasi Polri Bukan Tandingan, Tapi Bukti Inklusivitas Reformasi
-
Lama Bungkam, Istri Arya Daru Pangayunan Akhirnya Buka Suara: Jangan Framing Negatif
-
Karlip Wartawan CNN Dicabut Istana, Forum Pemred-PWI: Ancaman Penjara Bagi Pembungkam Jurnalis!
-
AJI Jakarta, LBH Pers hingga Dewan Pers Kecam Pencabutan Kartu Liputan Jurnalis CNN oleh Istana
-
Istana Cabut kartu Liputan Wartawan Usai Tanya MBG ke Prabowo, Dewan Pers: Hormati UU Pers!
-
PIP September 2025 Kapan Cair? Cek Nominal dan Ketentuan Terkini
-
PLN Perkuat Keandalan Listrik untuk PHR di WK Rokan Demi Ketahanan Energi Nasional
-
PN Jaksel Tolak Praperadilan, Eksekusi Terpidana Kasus Pencemaran Nama Baik JK Tetap Berlanjut