Suara.com - Tujuh Kementerian dilibatkan dalam menangani program deradikalisasi terpidana terorisme sebagaimana diatur dalam rancangan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Tujuh kementerian terkait akan melakukan (deradikalisasi) yang selama ini kita tidak lakukan," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan di Jakarta, Senin (1/2/2016).
Tujuh kementerian tersebut akan melakukan program deradikalisasi secara holistik melalui sejumlah pendekatan, yakni pendekatan agama, pendekatan psikologi, pendekatan pendidikan, dan "vocational training".
"Supaya mereka keluar penjara bisa bekerja lagi. Kan warga negara Indonesia juga. Artinya, kita nggak mau 'hard approach'," kata Luhut.
Ia mengatakan terpidana terorisme akan dikelompokkan dan dipisahkan dengan terpidana tindak pidana kriminal umum. Selain itu terpidana terorisme yang menjadi pemimpin dalam kelompoknya dipisahkan dari anggotanya.
"Di penjara kita kelompokkan juga sehingga tidak terjadi seperti Abu Bakar Ba'asyir bersama bawahan-bawahannya dan pengikut-pengikutnya," jelas purnawirawan jenderal TNI tersebut.
Luhut tidak menjabarkan satu per satu kementerian yang terlibat dalam program deradikalisasi. Kendati demikian yang dapat dipastikan antara lain Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Agama.
Menko Polhukam mengatakan Presiden sudah menerima sebagian besar rancangan revisi UU Antiterorisme yang diusulkan. Namun ada beberapa hal yang menjadi perhatian oleh Presiden terkait masalah teknis yang mendetil. Rancangan pasal-pasal yang disetujui antara lain mengenai pencabutan paspor bagi warga negara Indonesia yang tergabung dengan kelompok bersenjata ISIS, dan penindakan terhadap orang-orang yang berada dalam satu perkumpulan dan membicarakan masalah-masalah terkait tindakan terorisme. Selain itu, rancangan pasal yang disetujui juga termasuk penindakan terhadap orang-orang yang membantu memfasilitasi aksi terorisme, penambahan masa penahanan menjadi 30 hari dan masa penuntutan 120 hari, serta bukti berupa informasi elektronik.
Luhut menjelaskan pasal-pasal yang disetujui oleh Presiden kurang lebih sama dengan sejumlah poin yang sebelumnya sudah disampaikan kepada media. (Antara)
Berita Terkait
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Orang Tua Wajib Waspada! Kapolri Sebut Paham Ekstrem Kini Susupi Hobi Game Online Anak
-
Cara BNPT Perkuat Perlindungan Khusus Anak Korban Terorisme
-
110 Anak Direkrut Teroris Lewat Medsos dan Game, Densus 88 Ungkap Fakta Baru
-
Siswa Terduga Kasus Bom Rakitan di SMAN 72 Korban Bullying, Begini Kata Pengamat Teroris
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian di Masa Bencana
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan
-
Ibu-Ibu Korban Bencana Sumatra Masih Syok Tak Percaya Rumah Hilang, Apa Langkah Mendesak Pemerintah?