Suara.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan ada perbedaan pandangan antara pemerintah dan DPR mengenai revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Banyak hal mungkin yang belum diberikan penjelasan dan kesamaan pandang. Banyak pandangan revisi UU ini melemahkan KPK, padahal sebenarnya tidak," kata Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (16/2/2016).
Jusuf Kalla Kalla berpandangan revisi UU KPK bertujuan untuk menguatkan kewenangan lembaga antirasuah.
Menurut mantan Ketua Umum Partai Golkar poin revisi yaitu memberikan kewenangan menghentikan perkara atau SP3 kepada KPK merupakan bentuk menambah kewenangan KPK.
"Kalau melemahkan berarti hak KPK itu kami tarik. Padahal pemberian SP3 justru memberikan kewenangan KPK apabila dibutuhkan dia dapat memakai hak SP3 itu," ujar dia.
Jusuf Kalla mengatakan komisioner KPK tidak luput dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Misalnya, dalam hal menetapkan seseorang menjadi tersangka, bisa saja keliru.
"Namanya manusia bisa keliru menangkap orang, begitu kan. Ini bukan mengurangi hak tapi menambah hak justru. Nah justru dia mau pakai (SP3) atau tidak kan urusan KPK. Walaupun ada KPK yang tidak mau pakai, ya sudah tidak apa-apa," kata Jusuf Kalla.
Perbedaan pandangan tak hanya antara pemerintah dan DPR. Di internal DPR sendiri juga pro kontra.
Dari sepuluh fraksi, ada tiga fraksi yang menyatakan menolak revisi. Tiga fraksi itu yaitu Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, dan Fraksi PKS.
Adanya penolakan tiga fraksi membuat rapat paripurna untuk mengesahkan revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR ditunda pada hari Kamis (11/2/2016) lalu menjadi Kamis 18/2/2016) mendatang.
Tag
Berita Terkait
-
Dukung KPK, Desmon: Saya Mau Disadap, Itu Konsekuensi Pejabat
-
DPR Revisi UU KPK Diibaratkan Gatalnya Dimana, Garuknya Dimana
-
Mahfud MD Ingatkan Ada yang Tak Beres dalam Proses Revisi UU KPK
-
Gerindra Masih Tolak Revisi UU KPK, Bagaimana Fraksi Lain?
-
Draf Revisi Melenceng dari Perjanjian, KPK Tegas Tolak Revisi UU
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Semua Agama Dapat Porsi, Menag Nazaruddin Umar: Libur Nasional 2026 Sudah Adil
-
Presiden Prabowo 'Ketok Palu!' IKN Resmi Jadi Ibu Kota Politik 2028 Lewat Perpres Baru
-
Penggugat Ijazah Gibran Bantah Bagian dari Musuh Keluarga Jokowi: Saya Tidak Sedang Mencari Musuh!
-
Rekam Jejak Wahyudin Anggota DPRD Gorontalo, Narkoba hingga Video Rampok Uang Negara
-
Bongkar Gurita Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa Jaringan Lintas Lembaga
-
Guntur Romli Murka, Politikus PDIP 'Rampok Uang Negara' Terancam Sanksi Berat: Sudah Masuk Evaluasi!
-
Dasco: UU Anti-Flexing Bukan Sekadar Aturan, tapi Soal Kesadaran Moral Pejabat
-
Harta Kekayaan Minus Wahyudin Moridu di LHKPN, Anggota DPRD Ngaku Mau Rampok Uang Negara
-
Dapat Kesempatan Berpidato di Sidang Umum PBB, Presiden Prabowo Bakal Terbang ke New York?
-
SPBU Swasta Wajib Beli BBM ke Pertamina, DPR Sebut Logikanya 'Nasi Goreng'