KPK melaporkan hasil perkembanagan kasus RS Sumber Waras di Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (14/6/2016). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Pimpinan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) mengunjungi Komisi III DPR untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa(14/6/2016) hari ini. Sejumlah agenda pun dibawakan oleh KPK untuk disampaikan dalam pertemuan hari ini.
Salah satu agenda yang paling menyita perhatian publik adalah terkait status kasus dugaan korupsi pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Nantinya, akan diumumkan, apakah kasus yang sudah dilakukan gelar perkara pada Senin(13/6/2016) siang kemarin tersebut, akan dilanjutkan ke tahap penyidikan sehingga akan diumumkan siapa tersangkanya, ataukah sebaliknya akan dihentikan penyelidikannya oleh KPK.
Apabila dilanjutkan, berarti hasil audiit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) yang menyebutkan ada kerugian negara senilai Rp191 miliar dalam pembelian lahan tersebut dapat dipercaya. Tetapi sebaliknya, kalau prosesnya dihentikan dan tidak ke tahap selanjutnya, maka kredibilitas BPK yang dipimpin oleh Hariz Azhar akan dipertanyakan. Maka benar dugaan sebagian pegiat antikorupsi dan pakar yang mengatakan bahwa hasil audit BPK tersebut dimuati nilai politik.
Sebelumnya Ketua KPK, Agus Rahardjo memgatakan bahwa pada hari ini akan mengumumkan status kasus tersebut di DPR. Kata dia, terkait status tersebut, bisa sesuai harapan sebagian masyarakat tetapi juga bisa tidak sesuai dengan harapan masyarakat yang lainnya.
" "Bisa saja keputusannya tidak memenuhi harapan beberapa pihak, tapi bisa saja memenuhi harapan pihak lain," kata Agus.
Ada pun pihak yang menginginkan status kasus Sumber Waras dilanjutkan ke tahap penyidikan lalu segera menetapkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka adalah Pihak DPRD DKI Jakarta, lawan Ahok dalam bursa pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta, seperti Ahmad Dhani, Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, dan Abraham Lunggana atau Lulung. Selain itu, ada warga korban penggusuran Ahok, sperti Warga Kampung Luar Batang dan Warga kawasan prostotusi, Kalijodo. Sementara pihak yang meminta KPK untuk menghentikan kasus tersebut adalah sejumlah pakar, pegiat anti korupsi, dan para pendukung Ahok lainnya.
Seperti diketahui, sejak menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan terkait pembelian sebagian lahan Sumber Waras pada pertengahan tahun lalu, BPK masih menanti kepastian soal kesimpulannya yang menyebut adanya kerugian dalam pembelian itu. Sementara itu, sejumlah pegiat antikorupsi, merilis catatan atas audit BPK tersebut.
Berdasarkan data dan fakta yang dipaparkan, tim penulis yang dikepalai oleh mantan auditor BPKP Leonardus Joko Eko Nugroho menilai hasil audit BPK keliru. Kekeliruan audit BPK yang pertama, ada pada penetapan alamat pembelian lahan. BPK merujuk pada NJOP Jalan Tomang Utara, yakni Rp 7 juta per meter persegi.Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta merujuk Jalan Kyai Tapa dengan NJOP pada tahun pembelian atau tahun 2014 sebesar Rp 20,7 juta per meter persegi.
Kekeliruan berikutnya ada pada perhitungan BPK terkait kerugian. BPK menyebut adanya kerugian sebesar Rp 191 miliar dalam pembelian lahan Sumber Waras. Angka tersebut berasal dari selisih penawaran lahan ke PT Ciputra Karya Utama (PT CKU) pada 2013 dengan harga yang dibayar pemerintah pada 2014.
Sumber Waras menawarkan lahan tersebut kepada PT CKU seharga Rp 15.500 juta per meter persegi atau total Rp 564 miliar untuk luas 36.441 meter persegi. Selanjutnya, pada 7 Desember 2014, Pemprov DKI melakukan ikatan kontrak dengan NJOP yang berlaku saat itu sebesar Rp 20.755 juta per meter persegi.
Total uang yang dibayarkan Pemprov DKI untuk membeli lahan itu sebesar Rp 755 miliar. Selisih harga penawaran PT CKU pada 2013 dengan harga yang dibayarkan Pemprov DKI Jakarta pada 2014 sebesar Rp 191 miliar, angka yang disebut sebagai kerugian.
Angka tersebut dinilai tidak valid karena sudah jelas NJOP-nya pada dua waktu yang berbeda. Kekeliriuan yang ketiga, BPK tidak mengindahkan aturan terkait pembelian lahan yang berlaku.
Temuan BPK terkait prosedur pengadaan seperti penunjukan lokasi, studi kelayakan, kajian teknis, dan penetapan lokasi, yang dianggap menabrak aturan, dapat dimentahkan melalui Pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014.
Pasal ini berbunyi, 'Demi efisiensi dan efektivitas pengadaaan tanah di bawah lima hektar dapat dilakukan pembelian langsung antara instansi yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah atau dengan cara lain yang disepakati kedua belah pihak'.
Selain itu, BPK dinilai memberikan rekomendasi yang tidak konsisten terkait pembelian lahan ini. Dalam audit yang dikeluarkan pada 17 Juni 2015 itu, BPK dinilai menyajikan laporan yang membingungkan. Leo yang merupakan mantan auditor BPK menilai seharusnya jika ada temuan, auditor harus memberikan pengantar terlebih dahulu berupa pendapat terkait kondisi pada saat mengaudit, kemudian menentukan kriterianya, selanjutnya menerangkan akibat dan sebab temuan tersebut, baru terakhir rekomendasi dengan penjabaran setiap temuannya.
BPK dalam laporannya hanya memberikan tiga rekomendasi, yaitu memulihkan kerugian negara yang ditimbulkan, meminta pertanggungjawaban Yayasan Sumber Waras, dan membatalkan pembelian.
Leo menilai seluruh rekomendasi BPK ini tidak realistis karena salah alamat dan berpotensi merugikan negara. Diduga, ketidakprofesionalan BPK ini dilatarbelakangi unsur politis.
Sementara itu, perjalanan kasus ini di KPK sudah berjalan cukup lama. Dan selama itu, hingga saat ini, KPK telah mendengar keterangan lebih dari 50 orang. Beberapa yang telah diundang untuk memberikan keterangan yaitu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Ketua Yayasan Sumber Waras Kartini Muljadi.
Selain itu, KPK juga menghadirkan beberapa ahli, seperti ahli keuangan dan ahli pertanahan untuk memberikan keterangan. Keterangan para ahli kemudian dibandingkan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Komentar
Berita Terkait
-
Di Balik OTT Bupati Bekasi: Terkuak Peran Sentral Sang Ayah, HM Kunang Palak Proyek Atas Nama Anak
-
KPK Segel Rumah Kajari Bekasi Meski Tak Ditetapkan sebagai Tersangka
-
Diduga Terima Ijon Proyek hingga Rp 14,2 Miliar, Bupati Bekasi dan Ayahnya Ditahan KPK
-
KPK Beberkan Peran Ayah Bupati Bekasi dalam Kasus Suap Ijon Proyek
-
Usai Jadi Tersangka Kasus Suap Ijon Proyek, Bupati Bekasi Minta Maaf kepada Warganya
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Dengarkan Keluhan Warga Soal Air Bersih di Wilayah Longsor, Bobby Nasution Akan Bangunkan Sumur Bor
-
Di Balik OTT Bupati Bekasi: Terkuak Peran Sentral Sang Ayah, HM Kunang Palak Proyek Atas Nama Anak
-
Warga Bener Meriah di Aceh Alami Trauma Hujan Pascabanjir Bandang
-
Mutasi Polri: Jenderal Polwan Jadi Wakapolda, 34 Srikandi Lain Pimpin Direktorat dan Polres
-
Tinjau Lokasi Bencana Aceh, Ketum PBNU Gus Yahya Puji Kinerja Pemerintah
-
Risma Apresiasi Sopir Ambulans dan Relawan Bencana: Bekerja Tanpa Libur, Tanpa Pamrih
-
Aktivitas Tambang Emas Ilegal di Gunung Guruh Bogor Kian Masif, Isu Dugaan Beking Aparat Mencuat
-
Sidang Ditunda! Nadiem Makarim Sakit Usai Operasi, Kuasa Hukum Bantah Tegas Dakwaan Cuan Rp809 M
-
Hujan Deras, Luapan Kali Krukut Rendam Jalan di Cilandak Barat
-
Pensiunan Guru di Sumbar Tewas Bersimbah Darah Usai Salat Subuh