Suara.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku awalnya ingin menunda proses penyelidikan kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kasus itu ditunda sampai pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta selesai.
Menurutnya, alasan penundaan itu karena sebelumnya ada aturan diera Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk tidak terlebih dahulu mengusut tindak pidana salah satu calon selama pelaksanaan Pilkada berlangsung. Hal itu, kata Tito untuk menjaga netralitas Polri dalam Pilkada.
"Ada surat telegram tahun 2013 dan 2015 bahwa kasus melibatkan pasangan calon mendaftarkan diri untuk pilkada perintahnya ditunda sampai pilkada selesai agar Polri nggak digunakan sebagai alat jatuhkan, netralitas Polri dalam Pilkada namun ingat sensitifitas," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11/2016).
Namun menurutnya, karena kasus Ahok sangat disoroti publik khususnya umat muslim, maka perlu penanganan serius untuk menindaklanjuti laporan dari masyarkat.
"Sebelum laporan 21 Oktober, sudah perintahkan pada Kabaresrkim untuk langkah penyelidikan," kata dia.
Tito juga menyampaikan Presiden Joko Widodo juga telah menginstruksikan agar gelar perkara tersebut bisa dilaksanakan secara cepat dan terbuka. Namun, karena ada kritikan dari ahli hukum, maka proses gelar perkara kasus Ahok dilaksanakan secara terbuka terbatas dengan mengundang pihak pelapor dan terlapor.
"Presiden minta dlakukan gelar terbuka live semua masyarakat liat namun karena ada kritikan ahli hukum proses tingkat penyelidikan ke penyidikan rahasia jadi sebaiknya tidak live namun tertutup dan kasih kesempatan pelapor dan terlapor netral," katanya.
Atas perintah Presiden, kata dia, penyidik Bareksrim Polri langsung mempercepat proses penanganan kasus Ahok.
"Jokowi nggak mau intervensi hukum. Saya selaku kapolri apresiasi dan beri kewenangan berdasarkan Undang-undang dan tentu dorong proses hukum secepatnya," katanya.
Penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan Ahok sebagai tersangka terkait dugaan kasus penistaan agama. Ahok dijerat Pasal 156 a KUHP Juncto Pasal 28, ayat 2, Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana lima tahun penjara. Terkait ditingkatkannya status Ahok sebagai tersangka, polisi juga melakukan upaya cekal kepada Ahok agar tidak berpergian ke luar negeri.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Nasib 8 ABK di Ujung Tanduk, Kapal Terbakar di Lampung, Tim SAR Sisir Lautan
-
30 Tahun Jadi TPS, Lahan Tiba-tiba Diklaim Pribadi, Warga Pondok Kelapa 'Ngamuk' Robohkan Pagar
-
Baju Basah Demi Sekolah, Curhat Pilu Siswa Nias Seberangi Sungai Deras di Depan Wapres Gibran
-
Mubes NU Tegaskan Konflik Internal Tanpa Campur Pemerintah, Isu Daftarkan SK ke Kemenkum Mencuat
-
Jabotabek Mulai Ditinggalkan, Setengah Juta Kendaraan 'Eksodus' H-5 Natal
-
Mubes Warga NU Keluarkan 9 Rekomendasi: Percepat Muktamar Hingga Kembalikan Tambang ke Negara
-
BNI Bersama BUMN Peduli Hadir Cepat Salurkan Bantuan Nyata bagi Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Relawan BNI Bergabung dalam Aksi BUMN Peduli, Dukung Pemulihan Warga Terdampak Bencana di Aceh
-
Pakar Tolak Keras Gagasan 'Maut' Bahlil: Koalisi Permanen Lumpuhkan Demokrasi!
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU