Suara.com - Ketentuan dalam pasal 9 huruf a Undang Undang Pilkada dinilai pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar berpotensi mengancam kemandirian Komisi Pemilihan Umum sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
"Konteks dalam ketentuan ini jika dibaca secara hukum berpotensi mengganggu penyelenggaraan pelaksanaan kewenangan KPU," ujar Zainal, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, seperti dilaporkan Antara, Senin (28/11/2016).
Zainal memberikan pernyataan tersebut ketika memberikan keterangan sebagai ahli yang dihadirkan oleh KPU selaku Pemohon dalam sidang uji materi UU Pilkada di MK.
Adapun pasal 9 huruf a berisi tentang kewajiban KPU berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam membuat peraturan KPU.
"Ketentuan tersebut telah memberikan kewajiban sangat kuat dan imperatif bahwa peraturan KPU dan aturan teknis lainnya hanya dapat dibuat jika telah melalui forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat," ujar Zainal.
Selanjutnya Zainal mengatakan, aturan yang mewajibkan KPU untuk berkonsultasi telah menempatkan KPU sebagai pihak yang hanya dapat menyusun dan menetapkan peraturan KPU setelah melakukan konsultasi.
Artinya, jika pihak yang akan dikonsultasikan yaitu DPR menolak adanya konsultasi, maka pada dasarnya ketentuan teknis dan peraturan KPU tidak dapat dikeluarkan.
"Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa penyusunan dan penetapan peraturan yang secara teoritik menjadi milik KPU secara self regulatory body telah beralih ke forum dengar pendapat," kata Zainal pula.
Zainal kemudian menambahkan bila keputusan dalam forum dengar pendapat tersebut bersifat mengikat, maka apa pun yang diminta oleh DPR di dalam forum menjadi sangat imperatif dan wajib dilaksanakan.
"Jika kemudian DPR memaksakan kehendakanya terhadap KPU, maka KPU sama sekali tidak dapat menolak oleh karena forum dengar pendapat telah menjadi mutlak karena bersifat mengikat," ujarnya lagi.
Sebelumnya seluruh komisioner KPU mengajukan permohonan uji materi atas ketentuan pasal 9 huruf a UU Pilkada yang mengharuskan KPU berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam membuat peraturan KPU.
KPU menilai bahwa pasal tersebut merupakan ancaman bagi kemandirian KPU, karena menurut KPU selaku Pemohon, lembaga penyelenggara pemilu tidak boleh tunduk pada arahan pihak mana pun.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Riwayat Pendidikan Gibran di KPU Jadi Sorotan, Masa SMA Ditempuh 5 Tahun
-
Korupsi Kuota Haji: KPK Endus Aliran Duit Haram Sampai ke Meja Dirjen, Hilman Latief Dicecar 11 Jam
-
Siswi MTS Cipayung Gantung Diri Akibat Bullying, Menteri PPPA: Anak Butuh Ruang Aman untuk Curhat
-
5 Fakta Dugaan Skandal Panas Irjen Krishna Murti dan Kompol Anggraini Berujung Mutasi Jabatan
-
Ribuan Siswa Keracunan MBG, Warganet Usul Tim BGN Berisi Purnawirawan TNI Diganti Alumni MasterChef
-
Detik-detik Mengerikan Transjakarta Hantam Deretan Kios di Jaktim: Sejumlah Pemotor Ikut Terseret!
-
Serukan Green Policy Lawan Krisis Ekologi, Rocky Gerung: Sejarah Selalu Berpihak ke Kaum Muda
-
Kunto Aji Soroti Kualitas Makanan Bergizi Gratis dari 2 Tempat Berbeda: Kok Timpang Gini?
-
Rekam Jejak Sri Mulyani Keras Kritik BJ Habibie, Kinerjanya Jadi Menteri Tak Sesuai Omongan?
-
Pajak Kendaraan di RI Lebih Mahal dari Malaysia, DPRD DKI Janji Evaluasi Aturan Progresif di Jakarta