Suara.com -
Bersaksi pada sidang kesebelas perkara dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), saksi ahli dari Muhammadiyah, Yunahar Ilyas ditanya Jaksa Penuntut Umum soal berita acara pemeriksaan (BAP).
"Apakah tindakan sodara Basuki Tjahaja Purnama ada kesengajaan? Jawaban ahli di BAP mengatakan terdakwa ada unsur kesengajaan, bisa sodara jelaskan?" tanya anggota JPU di dalam persidangan, Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (21/2/2017).
Ahok mengutip surat Al Maidah ayat 51 di Pulau Pramuka, Kepuluan Seribu pada 27 September 2016 saat tengah melakukan kunjungan kerja sebagai gubernur DKI.
Menurut Yunahar, dalam pidato Ahok yang menjelaskan isi acara mengenai budidaya ikan kerapu tidak dipermasalahkan.
"Terus (Ahok mengatakan) tidak usah khawatir kalau saya tidak terpilih program tetap berjalan. Seandiya nggak terpilih konteksnya sampai situ bagus, tapi tiba-tiba lari ke arah persoalan yang dibicarakan ini," kata dia.
Yunahar Ilyas saksi ahli kedua yanh dihadirkan JPU pada sidang kesebelas Ahok hari ini, setelah ahli agama dari PBNU Miftachul Akhyar.
Yunahar menjelaskan Indonesia bukan negara yang secara langsung berlandaskan hukum agama. Namun, sebagai umat Islam tidak boleh meninggalkan Al Quran dan hadist.
"Hanya perlu mengambil dari Al Quran dan Sunnah kemudian dijadikan konstitusi dan undang-undang. Dalam pemahaman PP Muhammdiyah mengatakan memilih adalah hak sekaligus kewajiban," ujar Yunahar.
Menurut Yunahar, memilih pemimpin adalah hak dan kewajiban umat Islam. Kewajiban yakni memilih pemimpin itu sendiri, sementara hak termasuk dinantaranya seperti kriteria seorang pemimpin yang dipilih.
Baca Juga: PDIP Lobi Demokrat untuk Dukung Ahok
"Apakah terbaik satu kampung, urusan dia, satu kampus urusan dia, satu etnis urusan dia, satu agama sepenuhnya urusan dia," katanya.
Sedangkan yang dilarang menurut pemahaman PP Muhammadiyah, kata Yunahar, apabila umat Islam meminta dibuatkan undang-undang yang isinya melarang non muslim menjadi pemimpin.
"Yang tidak dibolehkan apabila mereka umat Islam menuntut dibuatkan undang-undang tidak boleh non-muslim menjadi pemimpin itu baru melanggar ketentuan," ujarnya.
Terakhir, Yunahar mengatakan sistem demokrasi modern memilih pemimpin berdasarkan primordialisme, baik itu primordialisme agama, etnis, partai atau alasan-alasan lain. Ia menegaskan, ketika seseorang memilih pemimpin berdasarkan agamanya, maka dapat memperkuat kesatuan negara.
"Memilih berdasarkan agama tidak melanggar konstitusi dan memecah belah. Tapi secara langsung akan memperkuat negara kesatuan republik Indonesia," kata Yunahar.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
Terkini
-
Prabowo Kunjungan di Sumatra Barat, Tinjau Penanganan Bencana dan Pemulihan Infrastruktur
-
Viral Tumpukan Sampah Ciputat Akhirnya Diangkut, Pemkot Tangsel Siapkan Solusi PSEL
-
KPK Buka Peluang Periksa Istri Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB, Sebut Perceraian Tak Pengaruh
-
Membara Kala Basah, Kenapa Kebakaran di Jakarta Justru Meningkat Saat Hujan?
-
Keroyok 'Mata Elang' Hingga Tewas, Dua Polisi Dipecat, Empat Lainnya Demosi
-
Disebut-sebut di Sidang Korupsi Chromebook: Wali Kota Semarang Agustina: Saya Tak Terima Apa Pun
-
Kemenbud Resmi Tetapkan 85 Cagar Budaya Peringkat Nasional, Total Jadi 313
-
Bukan Sekadar Viral: Kenapa Tabola Bale dan Tor Monitor Ketua Bisa Menguasai Dunia Maya?
-
Muncul SE Kudeta Gus Yahya dari Kursi Ketum PBNU, Wasekjen: Itu Cacat Hukum!
-
Drone Misterius, Serdadu Diserang: Apa yang Terjadi di Area Tambang Emas Ketapang?