Suara.com - Aksi intoleransi masih terjadi di sebagian kawasan Indonesia. Yang terbaru aksi penolakan Gereja Santa Clara di Bekasi, Jumat (24/3/2017) yang berlangsung ricuh.
Ketua Yayasan Satu Keadilan (YSK) Sugeng Teguh Santoso meniali intoransi di Indonesia berulang karena adanya pemberian ruang untuk aksi intoleran terjadi. Padahal, keutuhan negara menjadi pertaruhan
“Agar kekerasan atas nama SARA yang merusak persatuan kita sebagai sebuah negara-bangsa yang dibangun diatas fondasi keberagaman, tidak terus berulang, penegak hukum harus serius menindak para pelaku intoleran. Negara tidak boleh tunduk pada kehendak-kehendak kelompok intoleran,” kata Sugeng dalam pernyataan persnya, Senin (27/3/2017).
Menurut dia, penolakan Gereja Santa Clara di Bekasi menambah daftar kasus intoleransi di Jawa Barat dari tahun ke tahun. Di Parungpanjang, Kabupaten Bogor, 3 gereja sejak 7 Maret 2017 hingga kini dinyatakan Status Quo oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dengan alasan untuk menjaga kondusifitas setelah adanya desakan dari kelompok intoleran.
Pada 23 Maret 2017 Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Depok, disegel. YSK sebagai organisasi yang terlibat dalam advokasi/ pembelaan hak atas Atas Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan (KBB) tersebut, mengecam dan menuntut negara aktif memberikan perlindungan dan jaminan kepastian melaksanakan hak.
“Pelanggaran Hak Atas KBB yang dijamin oleh UUD Tahun 1945 dan oleh aturan-aturan hukum internasional sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights), sejatinya tidak didasarkan pada alasan legal atau illegalnya pendirian rumah ibadah. Hal ini terbukti dimana beberapa rumah ibadah yang telah memenuhi syarat administratif, masih mengalami penolakan,” kata dia.
Menurut dia, konflik atas nama agama berulang disebabkan negara masih tunduk pada kehendak-kehendak kelompok intoleran. Ini terjadi di pemerinta pusat samai daerah.
“Tindakan demikian memecah belah persatuan sebagai sebuah bangsa yang saling menghargai dan menghormati perbedaan, melanggar hukum dan hak asasi manusia. Kepala-kepala daerah, yang berdiri tegak menjamin pelaksanaan hak asasi warga negara untuk beribadah sebagai tanggungjawab konstitusional, tentu patut diapresiasi,” kata dia.
Baca Juga: Nonton "Bid'ah Cinta", Djarot: Cinta Bisa Kalahkan Intoleransi
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO