Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendukung putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan kewenangan Menteri Dalam Negeri dalam mencabut Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
"Saya setuju itu. Jangan mau enaknya saja mau menertibkan daerah dengan menggunakan tangan besi, main cabut-cabut saja. Orang bahas Perda itu mahal loh, menyerap aspirasi rakyat," ujar Fahri di Gedung Nusantara III, Gedung DPR, Jakarta, Jumat (7/4/2017).
Dalam putusannya, MK membatalkan pasal 251 ayat 2,3,4 dan 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang artinya melarang kewenangan mencabut Perda.
Fahri mengatakan jika kewenangan dalam hal mencabut Perda yang dimiliki Mendagri tidak dicabut, posisi DPRD seakan dibawah bawah Kementerian Dalam Negeri. Pasalnya, DPRD merupakan wakil rakyat yang dipilih langsung oleh Rakyat, sementara Mendagri dipilih oleh seorang Presiden.
"Sekarang ini DPRD itu seolah-olah berada di bawah Kemendagri. Sementara itu DPRD dipilih oleh rakyat dan Mendagri itu dipilih oleh presiden dipilih oleh rakyat dan Mendagri," kata dia.
Maka dari itu, Fahri menuturkan, DPRD memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan fungsi legislatif.
Namun ia melihat ada kekuatan rakyat yang diabaikan oleh Mendagri.
"Tapi kekuatan rakyat itu disitu seperti dihempaskan begitu saja, usulan saya mereka itu legislatif penuh. Mereka kok yang bisa nangkap aspirasi masyarakat," ucapnya.
Baca Juga: Fahri Hamzah Curigai Polisi Terlibat di Kasus Ahok
Fahri tak setuju alasan Mendagri Tjahjo Kumolo yang menganggap pencabutan kewenangan Perda dapat menghambat investasi. Kalau pun ada, nantinya Mendagri bisa mengajukan proses judicial review (JR) atas Perda yang bermasalah ke Mahkamah Agung.
"Kalau ada produk perundangan di bawah UU itu ya di JR aja dong. Biasakan ikuti prosedur. Prosedurnya yang kita percepat bukan prosedurnya kita tabrak. Kelakuan Mendagri itu prosedurnya yang kita tabrak, mau enaknya aja," tutur Fahri.
Lebih lanjut, Fahri menjelaskan seharusnya Pemerintah Pusat tidak asal menggunakan standar subjektif.
"Kalau batal ya batal, kalau nggak ya nggak, jangan mau seenaknya memakai standar subjektif pemerintah pusat. Nggak boleh, Mendagri harus sadar Indonesia kan sudah otonomi daerah dan demokrasi prosedural di kita itu dilaksanakan dan tidak boleh dilompat," tandasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Prabowo Disebut Reshuffle Kabinet Sore Ini! Ganti 4 Menteri, Menhan Rangkap Menkopolhukam
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Kenapa Anak-anak Ikut Unjuk Rasa? Ini Temuan Menteri Perlindungan Anak
-
CEK FAKTA: Rumah Roy Suryo Dijarah dan Dibakar Massa
-
Israel Bom Ibu Kota Qatar
-
Cerita SMA Negeri 4 Mataram Soal Chromebook Era Nadiem Makarim : Tak Ada Office-nya
-
Warga Makassar Gugat Polda Sulsel Rp800 Miliar
-
RUU Anti-Flexing Ahmad Dhani Disambut Skeptis Golkar: Cukup Diatur Fraksi, Tak Perlu UU
-
Jhon Sitorus Sindir Purbaya: Si Paling Tahu Keuangan Negara
-
Bahlil Kumpulkan Fraksi Golkar di DPR, Beri Arahan Khusus: Harus Peka Kondisi Masyarakat
-
Perusuh Memasuki Kediaman Presiden Nepal
-
Kenapa Publik Kini Bersimpati pada Sri Mulyani: Dianggap Karyawan Terbaik Didepak Bos?