Komisi Pemberantasan Korupsi belum menyampaikan adanya "kick back" (imbalan) dalam kasus tindak pidana korupsi pemberian surat keterangan lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim senilai Rp4,8 triliun, sehingga merugikan negara Rp3,7 triliun, dengan tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung.
"Terkait dengan apakah ada atau tidak 'kick back' terhadap tersangka atau terhadap pihak lain, jika ada tidak bisa disampaikan saat ini karena itu termasuk informasi yang bersifat rinci dalam proses penyidikan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/4/2017).
Namun, kata Febri, KPK memiliki kewajiban mengumpulkan semua bukti untuk memenuhi unsur-unsur yang ada mulai dari apakah itu perbuatan melawan hukum, kerugian keuangan negara, penyalahgunaan wewenang, dan juga unsur pihak yang diperkaya baik memperkaya diri sendiri, orang lain maupun korporasi.
"Jadi, tiga hal itu yang kami akan buktikan nanti dalam proses pemeriksaan dan akan kami dalami lebih lanjut. Memperkaya diri sendirinya itu ada atau tidak, kalau ada berapa, orang lainnya itu siapa atau korporasinya itu siapa, tentu itu akan kami proses dalam tahap penyidikan ini," kata Febri.
Lebih lanjut ia mengatakan, pada tahap penyidikan awal ini tentu KPK melihat tidak hanya perbuatan yang dilakukan oleh tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada saat itu.
"Tentu saja perbuatan dari tersangka ini harus dilihat posisi hubungan dan kewenangannya dengan instansi lain atau pejabat-pejabat yang lainnya," katanya.
Karena itu, menurut Febri, KPK membutuhkan keterangan saksi-saksi pada proses penyelidikan, dan KPK sudah melakukan permintaan keterangan terhadap 32 saksi dari berbagai unsur.
"Mulai dari unsur KKSK, Bank Indonesia, Setneg, dan Kemenkeu. Dari sana lah kami lihat siapa saja pihak-pihak yang memiliki kewenangan dan bagaimana alur proses penerbitan SKL tersebut," ujar Febri lagi.
Syafruddin selaku Ketua BPPN diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan perekonomian negara dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada tahun 2004.
Baca Juga: Kasus Keterangan Palsu Miryam, KPK Serentak Geledah 4 Lokasi
Atas penerbitan SKL itu diduga kerugian negara sekurang-kurangnya Rp3,7 triliun. SAT disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan, sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998. Skema untuk mengatasi masalah krisis ini atas dasar perjanjian Indonesia dengan IMF.
Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5 triliun untuk 48 bank yang bermasalah, agar dapat mengatasi krisis tersebut.
Namun, penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga negara dinyatakan merugi hingga sebesar Rp138,4 triliun karena dana yang dipinjamkan tidak dikembalikan.
Terkait dengan dugaan penyimpangan dana tersebut, sejumlah debitur diproses secara hukum oleh Kejaksaan Agung.
Tetapi, Kejagung mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada para debitur dengan dasar SKL yang diterbitkan oleh BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS).
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Periksa Dirjen PHU Hampir 12 Jam, KPK Curiga Ada Aliran Uang Panas dari Kasus Korupsi Kuota Haji
-
Mardiono Tanggapi Munculnya Calon Ketum Eksternal: PPP Punya Mekanisme dan Konstitusi Baku
-
Dirut BPR Jepara Artha Dkk Dapat Duit hingga Biaya Umrah dalam Kasus Kredit Fiktif
-
Muncul ke Publik Usai Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Eko Purnomo: Maaf Bikin Khawatir
-
KPK Wanti-wanti Kemenkeu soal Potensi Korupsi dalam Pencairan Rp 200 Triliun ke 5 Bank
-
Mendagri Jelaskan Pentingnya Keseimbangan APBD dan Peran Swasta Dalam Pembangunan Daerah
-
Dukungan Mengalir Maju Calon Ketum PPP, Mardiono: Saya Siap Berjuang Lagi! Kembali PPP ke Parlemen!
-
KPK Beberkan Konstruksi Perkara Kredit Fiktif yang Seret Dirut BPR Jepara Artha
-
Peran Satpol PP dan Satlinmas Dukung Ketertiban Umum dan Kebersihan Lingkungan Diharapkan Mendagri
-
Jadilah Satpol PP yang Humanis, Mendagri Ingatkan Pentingnya Membangun Kepercayaan Publik