Romo Antonius Benny Susetyo. [Suara.com/Dian Rosmala]
Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute Antonius Benny Susetyo mengatakan masyarakat berhak menonton film Pengkhianatan Gerakan 30 September PKI. Menurut Benny publik tidak boleh dilarang menyaksikan film tersebut sebagai media untuk mencari referensi sejarah.
"Nggak apa-apa. Itu kan biasa. Versi itu kan tafsiran. Tapi kalau ada film yang tafsirannya berbeda, juga boleh dong ditonton," kata Benny kepada Suara.com, Kamis (21/9/2017).
Benny menekankan pentingnya memahami persoalan secara obyektif.
"Peristiwa ini kan sejarah. Itu ada sisi terang ada sisi gelap. Kalau ada film yang menunjukkan sisi gelap dari sejarah, itu juga harus diterima," ujar Benny.
Benny mengatakan masyarakat berhak menonton film apa saja, asalkan tidak mengganggu ketertiban umum. Lagi pula, kata dia, generasi milenial harus mengetahui banyak hal, khususnya sejarah agar bisa membandingkan mana yang benar dan mana yang salah.
"Sekarang ini orang-orang muda lebih cerdas. Lebih selektif dan dia akan mencari informasi dari mana saja. Jadi kita tidak bisa menutupi sisi gelap dari sejarah. Jadi nggak usah terlalu khawatir berlebihan lah," tutur Benny.
"Jangan menganggap masyarakat kita ini bodoh lho. Masyarakat kita ini cerdas kok. Generasi milenial itu lebih cerdas kok," Benny menambahkan.
Namun yang perlu diingat, kata Benny, jangan ada yang memprovokasi untuk melakukan tindakan-tindak di luar batas. Semua pihak harus bijaksana dalam melihat situasi kekinian.
"Asal kan semuanya dengan bijak. Meresponnya dengan baik. Kalau ada argumentasi ya dijawab dengan argumentasi, dengan data, fakta, sehingga satu dengan yang lain saling mengoreksi. Kan sejarah itu begitu," kata Benny.
"Nggak apa-apa. Itu kan biasa. Versi itu kan tafsiran. Tapi kalau ada film yang tafsirannya berbeda, juga boleh dong ditonton," kata Benny kepada Suara.com, Kamis (21/9/2017).
Benny menekankan pentingnya memahami persoalan secara obyektif.
"Peristiwa ini kan sejarah. Itu ada sisi terang ada sisi gelap. Kalau ada film yang menunjukkan sisi gelap dari sejarah, itu juga harus diterima," ujar Benny.
Benny mengatakan masyarakat berhak menonton film apa saja, asalkan tidak mengganggu ketertiban umum. Lagi pula, kata dia, generasi milenial harus mengetahui banyak hal, khususnya sejarah agar bisa membandingkan mana yang benar dan mana yang salah.
"Sekarang ini orang-orang muda lebih cerdas. Lebih selektif dan dia akan mencari informasi dari mana saja. Jadi kita tidak bisa menutupi sisi gelap dari sejarah. Jadi nggak usah terlalu khawatir berlebihan lah," tutur Benny.
"Jangan menganggap masyarakat kita ini bodoh lho. Masyarakat kita ini cerdas kok. Generasi milenial itu lebih cerdas kok," Benny menambahkan.
Namun yang perlu diingat, kata Benny, jangan ada yang memprovokasi untuk melakukan tindakan-tindak di luar batas. Semua pihak harus bijaksana dalam melihat situasi kekinian.
"Asal kan semuanya dengan bijak. Meresponnya dengan baik. Kalau ada argumentasi ya dijawab dengan argumentasi, dengan data, fakta, sehingga satu dengan yang lain saling mengoreksi. Kan sejarah itu begitu," kata Benny.
Disorot Anggota DPR
Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari meminta Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo jangan hanya menginstruksikan pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI, tetapi juga film-film sejarah versi lain, seperti Jagal, Senyap, dan The Year of Living Dangerously. Dengan demikian ada keseimbangan pengetahuan di masyarakat.
"Panglima harus fair, jangan hanya versi propaganda Orba yang boleh diputarin (G30S/PKI), tapi juga versi-versi yang lain. Jagal dan Senyap juga, termasuk film Mel Gibson yang Living Dangerously Years itu. Termasuk mendukung film-film sejenis untuk generasi millenial, seperti usulan Presiden," kata Eva, Rabu (20/9/2017).
Film Jagal (2012), Senyap (2014), dan The Year of Living Dangerously (1982), merupakan film yang menceritakan tentang peristiwa periode tahun 1965. Film Jagal menceritakan algojo yang melakukan pembantaian. Film The Year of Living Dangerously bercerita mengenai situasi Jakarta kala itu.
Menurut Eva jika Panglima TNI hanya menginstruksikan jajaran TNI memutar satu film versi Orde Baru, maka kemudian timbul kesan politis. Padahal, kata Eva, TNI tidak boleh berpolitik dalam hal apapun.
"Jangan hanya endorse satu versi, kan jadinya politik. Sementara TNI kan tupoksinya tidak terkait politik. Kita mencerdaskan bangsa secara sungguh-sungguh. Jadikan rakyat cerdas, nalar jadi panjang, analisa data jadi jalan," ujar anggota Komisi I DPR.
Dia menambahkan TNI harus progresif menatap tantangan masa depan, bukan malah mengurusi PKI yang sebenarnya sudah tidak ada. Saat ini banyak ekstremis berdalih agama yang banyak melakukan teror dan menurut Eva itulah yang harus jadi konsentrasi.
"TNI harus progresif, menatap ke depan karena tantangan keamanan bukan hanya PKI yang tinggal wacana, tapi ekstrimisme agama yang sudah meledakkan banyak bom malah nggak dianggap ancaman. Ada film Jihad Selfie tuh, lebih relevan diputar secara massal karena kontekstual," kata Eva.
"Panglima harus fair, jangan hanya versi propaganda Orba yang boleh diputarin (G30S/PKI), tapi juga versi-versi yang lain. Jagal dan Senyap juga, termasuk film Mel Gibson yang Living Dangerously Years itu. Termasuk mendukung film-film sejenis untuk generasi millenial, seperti usulan Presiden," kata Eva, Rabu (20/9/2017).
Film Jagal (2012), Senyap (2014), dan The Year of Living Dangerously (1982), merupakan film yang menceritakan tentang peristiwa periode tahun 1965. Film Jagal menceritakan algojo yang melakukan pembantaian. Film The Year of Living Dangerously bercerita mengenai situasi Jakarta kala itu.
Menurut Eva jika Panglima TNI hanya menginstruksikan jajaran TNI memutar satu film versi Orde Baru, maka kemudian timbul kesan politis. Padahal, kata Eva, TNI tidak boleh berpolitik dalam hal apapun.
"Jangan hanya endorse satu versi, kan jadinya politik. Sementara TNI kan tupoksinya tidak terkait politik. Kita mencerdaskan bangsa secara sungguh-sungguh. Jadikan rakyat cerdas, nalar jadi panjang, analisa data jadi jalan," ujar anggota Komisi I DPR.
Dia menambahkan TNI harus progresif menatap tantangan masa depan, bukan malah mengurusi PKI yang sebenarnya sudah tidak ada. Saat ini banyak ekstremis berdalih agama yang banyak melakukan teror dan menurut Eva itulah yang harus jadi konsentrasi.
"TNI harus progresif, menatap ke depan karena tantangan keamanan bukan hanya PKI yang tinggal wacana, tapi ekstrimisme agama yang sudah meledakkan banyak bom malah nggak dianggap ancaman. Ada film Jihad Selfie tuh, lebih relevan diputar secara massal karena kontekstual," kata Eva.
Tag
Komentar
Berita Terkait
-
Simbol Palu Arit PKI Ditemukan di Kampus Unmul, Pihak Rektorat: Itu Peraga Pembelajaran
-
Logo PKI dan Bir Mahal Jadi Barang Bukti Demo Polres Samarinda, Panen Cibiran publik
-
Penyintas Tragedi 1965 : Puluhan Tahun Dibungkam, Tak Berani Ungkap Identitas ke Publik
-
Kehadiran Habib Rizieq Berujung Bentrokan di Pemalang, FPI Tuding 'Neo PKI' Jadi Biang Kerok!
-
Masih Keturunan PKI, Ananta Rispo Ungkap Kisah G30S Versi Keluarganya
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Soeharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
Kepsek Roni Ardiansyah Akhirnya Kembali ke Sekolah, Disambut Tangis Haru Ratusan Siswa
Terkini
-
Rekrutmen TNI AD Bintara dan Tamtama 2025, Lulusan SMA/SMK Merapat! Cek Syarat dan Jadwal di Sini
-
Cek Kesehatan Gratis Sudah Menjangkau Hampir 30 Juta Penerima Manfaat
-
Wamenkum Peringatkan DPR: Semua Tahanan Bisa Bebas Jika RUU KUHAP Tak Segera Disahkan
-
Ogah Batasi, Komdigi Klaim Tak Masalah Warga Punya Banyak Akun Medsos, Asalkan...
-
Ancaman Serius dari DPR, Distributor Pupuk Subsidi Bermasalah Siap-siap Dicabut Izin!
-
Kritik Pedas Rocky Gerung Respons Reshuffle Prabowo: Cuma 'Dikocok Ulang', Hasilnya Sama Saja
-
MK Tolak Gugatan Pilgub Papua, Begini Reaksi Golkar
-
Terkuak! Kejagung Ogah Kasih Keterangan Soal Pemeriksaan Anak Jusuf Hamka karena Ini
-
Sertijab ke KSP Baru M Qodari, AM Putranto Banjir Air Mata: Saya Tentara tapi Bisa Nangis juga
-
Diminta DPR Tambah Bansos Sembako, Menkeu Purbaya Langsung Sanggupi: APBN Cukup!