Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi [suara.com/Nikolaus Tolen]
Tren dukungan masyarakat terhadap Partai Golkar dan PDI Perjuangan menurun setelah mereka mendukung panitia khusus angket terhadap KPK. Menurut survei, dukungan terhadap Golkar semula 16, 1 persen sekarang menurun menjadi 12 persen, sedangkan PDI Perjuangan dari 27 persen merosot menjadi 23, 8 persen.
"PDIP sama Golkar dihukum sebenarnya, karena trennya turun, meskipun tidak anjlok sangat signifikan tapi turun dari sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di di Jalan Cikini V, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2017).
Tren negatif terhadap kedua partai terjadi karena publik menganggap pansus angket membawa misi melemahkan kewenangan KPK.
"Meskipun saya pribadi memandang KPK masih banyak PR (Pekerjaan Rumah). Kritikan dari sebagian anggota pansus, justified, tetapi ketika ada hal-hal lain (untuk melemahkan KPK), masyarakat juga tahu," katanya.
Tetapi tren terhadap elektabilitas Presiden Joko Widodo tidak terpengaruh, meskipun kedua partai merupakan pendukung pemerintah. Sebaliknya, tingkat elektabilitas Jokowi meningkat. Menurut Burhanuddin hal tersebut menunjukkan masyarakat memposisikan Jokowi berbeda dengan Golkar dan PDI Perjuangan.
"Artinya pemilih melakukan proses diasosiasi antara Jokowi dengan PDIP sendiri dan Golkar. Dan ketika partai pendukung pak Jokowi sangat konsentatif berhadapan dengan KPK, publik itu melakukan diasosiasi, mengganggap Pak Jokowi itu tidak bagian dari dua partai utama pendukungnya yang selalu menjadi aktif dan vokal dalam pansus KPK," kata Burhanuddin.
Survei yang dilakukan lembaga Indikator Politik Indonesia periode 17-24 September 2017 menunjukkan mayoritas responden puas dengan kinerja pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Burhanuddin menyebutkan dari 1.220 responden yang disurvei, 68,3 persen menyatakan puas dan 7,95 persen sangat puas.
"Yang mengaku cukup puas ada 60,39 persen. Yang kurang puas ada 27,23 persen, dan tidak puas sama sekali hanya ada 2,26 persen," kata Burhanuddin.
"PDIP sama Golkar dihukum sebenarnya, karena trennya turun, meskipun tidak anjlok sangat signifikan tapi turun dari sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di di Jalan Cikini V, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2017).
Tren negatif terhadap kedua partai terjadi karena publik menganggap pansus angket membawa misi melemahkan kewenangan KPK.
"Meskipun saya pribadi memandang KPK masih banyak PR (Pekerjaan Rumah). Kritikan dari sebagian anggota pansus, justified, tetapi ketika ada hal-hal lain (untuk melemahkan KPK), masyarakat juga tahu," katanya.
Tetapi tren terhadap elektabilitas Presiden Joko Widodo tidak terpengaruh, meskipun kedua partai merupakan pendukung pemerintah. Sebaliknya, tingkat elektabilitas Jokowi meningkat. Menurut Burhanuddin hal tersebut menunjukkan masyarakat memposisikan Jokowi berbeda dengan Golkar dan PDI Perjuangan.
"Artinya pemilih melakukan proses diasosiasi antara Jokowi dengan PDIP sendiri dan Golkar. Dan ketika partai pendukung pak Jokowi sangat konsentatif berhadapan dengan KPK, publik itu melakukan diasosiasi, mengganggap Pak Jokowi itu tidak bagian dari dua partai utama pendukungnya yang selalu menjadi aktif dan vokal dalam pansus KPK," kata Burhanuddin.
Survei yang dilakukan lembaga Indikator Politik Indonesia periode 17-24 September 2017 menunjukkan mayoritas responden puas dengan kinerja pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Burhanuddin menyebutkan dari 1.220 responden yang disurvei, 68,3 persen menyatakan puas dan 7,95 persen sangat puas.
"Yang mengaku cukup puas ada 60,39 persen. Yang kurang puas ada 27,23 persen, dan tidak puas sama sekali hanya ada 2,26 persen," kata Burhanuddin.
Komentar
Berita Terkait
-
2 Kelompok Masyarakat Ngadu ke Fraksi PDIP DPR, Keluhkan Kerusakan Lingkungan dan Konflik Tanah
-
Sorotan Tajam MBG: Golkar Minta Perbaiki Dapur dan Distribusi, Bukan Hentikan Program!
-
Istilah 'Ibu Kota Politik' IKN Bikin Bingung, PDIP Minta Penjelasan Pemerintah
-
Golkar Soroti Kesiapan IKN Sebagai Ibu Kota Politik pada 2028, Perencanaan Spesifik Jadi Sorotan
-
Soal IKN Jadi Ibu Kota Politik, Golkar Minta Penjelasan: karena Dalam UU-nya Tak Kenal Istilah Itu
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Bima Arya: PLBN Sebatik Harus Mampu Dongkrak Ekonomi Masyarakat Perbatasan
-
Jangan Lewatkan! HUT ke-80 TNI di Monas Ada Doorprize 200 Motor, Makanan Gratis dan Atraksi Militer
-
Menhan Bocorkan Isi Pertemuan Para Tokoh di Rumah Prabowo, Begini Katanya
-
Efek Revisi UU TNI? KontraS Ungkap Lonjakan Drastis Kekerasan Aparat, Papua Jadi Episentrum
-
Ajudan Ungkap Pertemuan 4 Mata Jokowi dan Prabowo di Kertanegara, Setelah Itu Pamit
-
SK Menkum Sahkan Mardiono Ketum, Muncul Seruan Rekonsiliasi: Jangan Ada Tarik-Menarik Kepentingan!
-
Jokowi Sambangi Prabowo di Kertanegara Siang Tadi Lakukan Pertemuan Hampir 2 Jam, Bahas Apa?
-
Catatan Hitam KontraS di HUT TNI: Profesionalisme Tergerus, Pelibatan di Urusan Sipil Kian Meluas!
-
SDA Jamin Jakarta Tak Berpotensi Banjir Rob pada Bulan Ini, Apa Alasannya?
-
Beri Kontribusi Besar, DPRD DKI Usul Tempat Pengolahan Sampah Mandiri di Kawasan Ini