Suara.com - Komite I DPD menilai bahwa saat ini skema reforma agraria yang didorong pemerintah melalui legislasi dan redistribusi lahan seluas 9 juta hektar serta pelaksanaan program perhutanan sosial seluas 12,7 hektar masih jauh dari harapan.
Oleh karena itu, Komite I melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi Utara untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan reforma agraria untuk menyusun pertimbangan agar reforma agraria dapat berjalan sesuai kepentingan masyarakat.
Wakil Ketua Komite I Benny Rhamdani menilai belum sesuainya pelaksanaan reforma agraria terhadap target yang ditentukan disebabkan karena pemerintah tidak mampu mengidentifikasi secara jelas penghambat implementasi kebijakan reforma agraria. Untuk menyukseskan reforma agraria, dibutuhkan kemitraan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sejak awal perencanaan.
“Sejauh mana redistribusi lahan dan legalisasi aset benar-benar bisa dilaksanakan sesuai target, mencapai sasaran, prinsip dan azas keadilan terpenuhi. Jangan terjadi penyimpangan pada legalisasi aset dan redistribusi lahan. Itu justru semakin memberikan keleluasaan dan kesempatan lebih besar kepada korporasi, kelompok pemilik modal, kaum kapitalis, dan akhirnya rakyat terpinggirkan,” kata Benny saat kunjungan kerja Komite I dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan reforma agraria di Aula BPN Provinsi Sulawesi Utara, Selasa (17/10/2017).
Benny menjelaskan capaian hasil reforma agraria yang dijalankan pemerintah masih tidak sesuai dengan jumlah yang ditargetkan. Per akhir Agustus 2017 lalu, legalisasi aset mencapai 2.889.993 bidang, yaitu 508.391,11 Ha yang terdiri dari 1.327.028 KK. Kemudian redistribusi lahan mencapai 245.097 bidang atau seluas 187.036 Ha yang diterima oleh 179.142 KK.
“Dari gambaran singkat pencapaian target tersebut, kami di DPD RI melihat bahwa pemerintah masih belum menemukan formula yang pas untuk memenuhi janji reforma agraria sesuai Nawa Cita,” imbuh senator.
Atas permasalahan tersebut, DPD mencatat beberapa permasalahan yang menjadi kendala dalam pelaksanaan reforma agraria. Kendala pertama adalah sulitnya keterukuran antara rencana dan implementasi. Proses penetapan obyek-obyek tanah yang prematur mengindikasikan bahwa perencanaan tidaklah matang.
Kendala kedua adalah, data pertanahan, yaitu menyangkut validitas data dan data di Indonesia yang belum terintegrasi, terutama data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan.
Ketiga adalah tidak diimbanginya political capacity di jajaran menteri dan birokrasi atas political will kabinet kerja Jokowi-JK terhadap reforma agraria. Dan Keempat, belum populernya isu reforma agraria di institusi pendidikan tinggi menyebabkan minimnya kajian ilmiah maupun ahli-ahli reforma agraria di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, senator dari Sulawesi Tenggara, Yusran A. Silondae, meminta Badan Pertanahan Nasional dan instansi terkait lainnya memberikan perhatian yang lebih besar terkait masalah pertanahan dalam rangka menyukseskan reforma agraria.
“Jika tidak masalah ini akan mengarah pada gangguan kamtibnas. Masukan dari Sulawesi Utara ini akan kita bawa ke tingkat nasional untuk ditindaklanjuti,” kata dia.
Dan menurut Senator yang mewakili Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Muhammad Idris, untuk menyukseskan reforma agraria, pendataan mengenai pertanahan harus dilakukan di tingkat RT atau desa. Jika dilakukan, maka data mengenai kepemilikan tanah yang spesifik dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan terkait reforma agraria.
Sejumlah anggota Komite I yang ikut kunjungan kerja tersebut adalah Benny Rhamdani, Nurmawati Dewi Bantilan, Yusran A. Silondae, Muhammad idris, AD Khaly, Jacob Esau Komigi dan Muhammad Asri Anas.
Kunker tersebut juga dihadiri Direktur Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah I Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Supardy Marbun, Kasubdit 2/Dittipidum Bareskim Polri Kombes Pol. Dani Kustoni, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Sulawesi Utara Freddy Kolintama, dan perwakilan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Tag
Berita Terkait
-
Sultan: Indonesia Menjadi Penentu Penting Bagi Masa Depan Ekologi Regional dan Global
-
Sultan Najamudin: Semua Mantan Presiden RI yang Telah Berpulang Layak Diberi Gelar Pahlawan
-
DPD Keluhkan Ruangan Sempit, Purbaya Balas Santai: Mau Pindah ke IKN Duluan? Silakan Pak
-
Lewat Grand Final Duta DPD, Sultan Najamudin Ajak Anak Muda Menjadi Aspirasi Daerah
-
Menkeu Purbaya 'Diserang' DPD soal UU HKPD hingga Nasib Dana Daerah di Tangan Danantara
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- Siapa Shio yang Paling Hoki di 5 November 2025? Ini Daftar 6 yang Beruntung
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
Bos Pajak Cium Manipulasi Ekspor Sawit Senilai Rp45,9 Triliun
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
-
4 Rekomendasi Tablet RAM 8 GB Paling Murah, Multitasking Lancar Bisa Gantikan Laptop
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
Terkini
-
Gelar Pahlawan untuk Soeharto, KontraS: Upaya Cuci Dosa Pemerintah
-
Ketua BAM DPR Aher Janji UU Ketenagakerjaan Baru akan Lebih Baik Usai Temui Buruh KASBI
-
Lewat Kolaborasi dengan Iko Uwais di Film TIMUR, BNI Dukung Industri Film Nasional
-
Internet di Indonesia Masih Belum Merata, Kolaborasi Infrastuktur adalah Jalan Pintasnya
-
Aksi Buruh KASBI di DPR Bubar Usai Ditemui Aher, Janji Revisi UU Ketenagakerjaan
-
Komoditas Nikel Indonesia Menguat, Hilirisasi Jadi Kunci
-
Bahlil Sarankan Mantan Presiden Dapat Anugerah Gelar Pahlawan Nasional, Termasuk Soeharto
-
Ajukan PK, Adam Damiri Akan Hadirkan Enam Ahli di Sidang Asabri
-
Komisi VII DPR Sentil Industri Film Nasional: 60 Persen Dikuasai Kelompok Tertentu, Dugaan Monopoli?
-
Warga Baduy Korban Begal Ditolak RS? Ini Klarifikasi Gubernur Pramono Anung