Suara.com - Puluhan dokumen rahasia kabel diplomatik Amerika kembali dibuka untuk publik. Dokumen itu berisi tentang tragedi pembantaian orang-orang yang dituduh berhubungan dengabn Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965.
Sebanyak 36 dokumen dibuka oleh National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC), dan National Archives and Records Administration (NARA). Dokumen ini setebal 30 ribu halaman. Dokumen itu berisi berbagaimacam catatan Kedutaan Besar AS di Jakarta.
The Associated Press menelaah dokumen yang mencakup catatan di antara taun 1963 sampai 1966, Selasa (17/10/2017). Dalam dokumen itu tercatat jika Kedutaan Besar AS dan Departemen Luar Negeri AS tahu tentang pembunuhan yang dilakukan tentara terhadap orang-orang yang dituduh sebagai PKI.
Dokumen tersebut juga menunjukkan bahwa pejabat AS memiliki informasi yang kredibel yang bertentangan dengan cerita TNI yang menyeramkan tentang penculikan, penyiksaan dan pembunuhan 7 jenderal.
Dokumen-dokumen yang secara khusus menyebutkan pembunuhan massal itu diperintahkan oleh Soeharto (Presiden kedua RI). Perintah itu disebut sebagai upaya kudeta, tapi akhirnya gagal. Selain itu disebutkan pembantaian itu dibantu oleh Ansor, organisasi sayap Nahdlatul Ulama.
Salah satu dokumen dari pejabat Kedubes AS di Jakarta, Mary Vance Trent. Trent menyebutkan jika diperkirakan korban pembunuhan itu sampai 100.000 orang. Informasi lain, di Bali korbannya sampai 80 ribu orang.
Dalam dokumen tersebut juga disebutkan, mendiang pengacara Senior Adnan Buyung Nasution mengetahui pembantaian itu, tapi dia meminta peristiwa itu untuk dirahasiakan. Di era 1965, Adnan menjadi jaksa di Kejaksaan Agung. Adnan disebut berkomunikasi sekitar Oktober 1965 dengan sekretaris kedutaan AS untuk tekait masalah intelijen. (AP)
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO