Suara.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan, kasus kematian dokter Letty Sultri (46) yang ditembak oleh suaminya, dokter Helmi, merupakan bentuk "femicide".
Femicide adalah, penghilangan nyawa perempuan berhubungan dengan identitas gendernya. Femicide adalah puncak dari kekerasan terhadap perempuan, yang berakhir pada hilangnya nyawa perempuan.
"Femicide jarang terungkap atau dilaporkan, karena dianggap korban sudah meninggal," kata komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Komnas Perempuan mencatat, femicide minim terlaporkan ke Komnas Perempuan ataupun lembaga layanan, karena dianggap korbannya sudah meninggal.
Padahal, kata dia, hak asasi seseorang atas martabat, hak kebenaran, hak atas keadilan dan sebagainya, tidak berhenti dengan hilangnya nyawa.
Femicide cenderung hanya dianggap kriminalitas biasa yang ditangani polisi, yang lebih fokus untuk mencari pelaku, minim analisa kekerasan berbasis gender, tidak ada diskusi dan kurang perhatian aspek pemulihan korban serta keluarganya.
"Femicide perlu menjadi perhatian, karena dapat saja terjadi karena tidak dijalankannya fungsi perlindungan korban saat terancam nyawanya, termasuk dalam konteks PKDRT. Femicide terjadi karena kuatnya kuasa patriarki, relasi kuasa antara pelaku dan korban, dan pelaku adalah orang-orang dekat yang dikenal korban," terangnya.
Mariana menuturkan, terdapat banyak pola femicide yang selama ini dianalisis Komnas Perempuan berasal dari data terlaporkan langsung, tertulis, media dan mitra.
Baca Juga: Buni Divonis Salah, GNPF: Dia Pahlawan, Bukan Penjahat, Banding!
“Femicide dapat disebabkan oleh kekerasan seksual dengan atau berakhir pembunuhan, dan ketersinggungan maskulinitas seksual laki-laki,” terangnya.
Selain itu, bisa juga disebabkan kecemburuan, kawin siri yang tidak ingin terbongkar, menghindar tanggungjawab karena menghamili, prostitusi terselubung yang minim pantauan, dan kekerasan dalam pacaran.
Sementara Pelaku, terus Mariana, adalah orang-orang yang dikenal, orang dekat, baik pacar, kawan kencan, suami, pelanggan, dan lainnya.
Pola femicide-nya juga sadis dan tidak masuk akal, semisal korban dimasukkan dalam koper, dibuang di bawah jalan tol, terjadi di tempat kost atau hotel dengan kondisi jenazah dihukum secara seksual, dibunuh dalam keadaan hamil, dibuang ke lumpur, jurang dan lainnya.
“Berdasarkan laporan yang kami terima maupun kliping media, tahun 2017 saja ada sekitar 15 kasus pembunuhan perempuan, termasuk dokter L,” ungkapnya.
Sementara tahun2016, kasus femicide yang mencuat antara lain kasus pembunuhan dan perkosaan berkelompok YY di Bengkulu; kisah korban yang diperkosa lalu dibunuh dengan gagang cangkul menancap di vagina korban; serta pembunuhan dan kekerasan seksual kepada F anak 9 tahun di Kalideres.
Selanjutnya, masih pada tahun yang sama, Komnas Perempuan juga mencatat kasus pembunuhan korban yang dibuang dalam kardus di bawah jalan tol, pembunuhan (mutilasi) ibu hamil di Tangerang karena relasi personal janji nikah (eksploitasi seksual).
Mariana menjelaskan, Pelapor Khusus PBB untuk VAW (Violence Against Women), Dubracka Simonovic, pada tahun 2015, telah menyerukan kepada dunia agar setiap negara membuat "femicide watch" atau "gender related killing of women watch".
Selain itu, meminta agar data mengenai hal tersebut harus diumumkan setiap tanggal 25 November, bertepatan dengan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Data WHO sendiri menyebutkan, di seluruh dunia, 37 persen pembunuhan perempuan dilakukan oleh intimate partner: suami, pacar, mantan suami, mantan pacar.
Agar hal tersebut tak terulang, Komnas Perempuan meminta polisi harus siaga penuh untuk menjaga dan menjamin keamanan pelapor atau perempuan yang terindikasi terancam jiwanya.
Kemudian, Komnas Perempuan meminta media massa untuk menghindari viktimisasi pada korban dengan menjaga integritas korban dan keluarganya.
“Tak hanya itu, kami juga meminta masyarakat, termasuk keluarga besar, tempat kerja, organisasi, lembaga pendidikan untuk menjadi bagian untuk pencegahan dan perlindungan berbasis komunitas,” tandasnya.
Berita Terkait
-
Alasan Ini yang Bikin Dokter Helmi Pegang Dua Pucuk Senpi
-
Hari Ini, Polisi Gelar Prarekonstuksi Penembakan Dokter Letty
-
Meracau ke Wartawan, Polisi Yakin Kejiwaan Dokter Helmi Sehat
-
Polisi Cari Penjual 2 Pistol ke Dokter Helmi yang Tembak Istri
-
Senin, Polisi Gelar Prarekonstruksi Dokter Helmi Tembak Istri
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Tak Mau PPP Terbelah, Agus Suparmanto Sebut Klaim Mardiono Cuma Dinamika Biasa
-
Zulhas Umumkan 6 Jurus Atasi Keracunan Massal MBG, Dapur Tak Bersertifikat Wajib Tutup!
-
Boni Hargens: Tim Transformasi Polri Bukan Tandingan, Tapi Bukti Inklusivitas Reformasi
-
Lama Bungkam, Istri Arya Daru Pangayunan Akhirnya Buka Suara: Jangan Framing Negatif
-
Karlip Wartawan CNN Dicabut Istana, Forum Pemred-PWI: Ancaman Penjara Bagi Pembungkam Jurnalis!
-
AJI Jakarta, LBH Pers hingga Dewan Pers Kecam Pencabutan Kartu Liputan Jurnalis CNN oleh Istana
-
Istana Cabut kartu Liputan Wartawan Usai Tanya MBG ke Prabowo, Dewan Pers: Hormati UU Pers!
-
PIP September 2025 Kapan Cair? Cek Nominal dan Ketentuan Terkini
-
PLN Perkuat Keandalan Listrik untuk PHR di WK Rokan Demi Ketahanan Energi Nasional
-
PN Jaksel Tolak Praperadilan, Eksekusi Terpidana Kasus Pencemaran Nama Baik JK Tetap Berlanjut