Suara.com - Kemerdekaan berekspresi telah dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Selanjutnya dalam ayat (3) menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Selain itu, Pasal 22 ayat (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebar luaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”.
Namun pada kenyataannya, jaminan itu kerap kali bertabrakan dengan kebijakan yang dibuat negara dalam rangka perlindungan terhadap hak individu atas kehormatan atau reputasi. "Para jurnalis masih sering dilaporkan balik karena dianggap melakukan penghinaan dalam pemberitaan," kata Ika Ningtyas, salah satu relawan pembela kebebasan ekspresi di Asia Tenggara yang turut menandatangani Maklumat Yogyakarta, dalam keterangan tertulis, Rabu (29/11/2017).
Menurutnya, para aktivis dan pelapor korupsi juga sering dipidana sebagai pencemar nama ketika melaporkan tindak pidana korupsi. Bahkan masyarakat umum berpotensi besar dijadikan tersangka akibat melakukan ekspresi mereka, baik yang menggunakan internet sebagai media atau lewat kanal ekspresi media sosial.
Sejak revisi UU ITE resmi berlaku secara efektif pada 28 November 2016, jumlah yang terjerat UU ITE tidak kunjung menurun, malah menunjukkan gejala kenaikan. Perubahan ancaman pidana yang diturunkan dari semula 6 tahun dan atau denda Rp 1 milyar menjadi 4 tahun dan atau denda Rp 750 juta tidak menurunkan animo aduan ke polisi dengan pasal karet UU ITE. "Penahanan sewenang-wenang masih kerap terjadi sekalipun dengan ancaman pidana yang sudah turun di bawah 5 tahun itu sudah tidak ada lagi dasar penetapan penahanan sebelum persidangan," ujarnya.
Salah satu relawan yang lain, Damar Juniarto, menjelaskan dalam tempo satu tahun sejak revisi UU ITE disahkan pada 28 November 2017, tercatat ada 381 warganet yang diadukan ke polisi dengan pasal-pasal karet dalam UU ITE. Setidaknya 359 aduan tercatat terkait pasal pencemaran nama baik, 21 aduan terkait pasal penodaan agama, 1 aduan terkait pasal pengancaman online. (Monitoring Nasional Kasus UU ITE yang dikerjakan SAFEnet id.safenetvoice.org/daftarkasus Diakses terakhir pada 28 November 2017)
Ia melanjutkan bahwa revisi UU ITE memang diperlukan. Meskipun jauh dari harapan, revisi UU ITE memuat beberapa poin perbaikan seperti menambahkan penjelasan atas kata mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik. Begitu juga dengan penegasan bahwa pasal defamasi harus delik aduan absolut seperti pada pasal 310-311 KUHP. "Namun, itu mungkin memperbaiki penerapan pasal, tetapi tidak menghapus borok yang ada dalam rumusan pencemaran nama/penghinaan dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE yang multi-tafsir dan karet," kata Damar dalam kesempatan yang sama.
Damar juga menyoroti tentang fenomena persekusi ekspresi yang semakin menguat dan pemidanaan mereka yang dipersekusi dengan pasal 28 ayat 2 UU ITE. Dalam Monitoring Kasus Persekusi yang dikerjakan SAFEnet bersama dengan Koalisi Anti Persekusi, ditemukan fakta bahwa dalam 100 kasus persekusi ekspresi yang terjadi sejak awal tahun 2017 sampai November 2017 terjadi pelanggaran atas privasi dan sejumlah tindak pidana lain seperti pencurian identitas secara online, pengancaman, diskriminasi serta kemudian tindak kekerasan yang menyertai proses persekusi.
Dari 100 kasus persekusi ekspresi, 12 kasus di antaranya telah masuk ke persidangan dan diputus bersalah dengan range vonis antara 2 sampai 4 tahun penjara. Namun sebaliknya, para pelaku persekusi hingga hari ini belum terungkap apalagi dipidanakan sekalipun apa yang mereka lakukan sudah jelas melanggar hukum.
"Atas dasar itu, Pertama, kami mengecam para pelaku kejahatan persekusi ekspresi atas segala tindakan pelanggaran privasi terhadap korban. Kedua, kami juga meminta negara memberikan jaminan keamanan atas kebebasan berekspresi setiap warga negara agar terbebas dari tindak persekusi ekspresi. Ketiga, kami meminta POLRI untuk menunjukkan komitmen dalam menindak tegas para pelaku kejahatan persekusi ekspresi dan mencegah terjadinya kembali persekusi di tahun 2018," tutupnya.
Baca Juga: NU: Kebebasan Berekspresi Ditunggangi Kelompok Radikal
Berita Terkait
-
UU ITE 2024: Apa Artinya bagi Media dan Publik?
-
Legislator DPR Desak Revisi UU ITE: Sikat Buzzer Destruktif Tanpa Perlu Laporan Publik!
-
Rezim Bredel Media, Usulan Gelar Pahlawan Soeharto Berbahaya Bagi Demokrasi dan Kebebasan Pers!
-
Tawa yang Berisiko! Kenapa Sarkasme Mahasiswa Mudah Disalahpahami Otoritas?
-
Viral Fotografer Upload Foto Tanpa Izin, Komdigi Sebut Warga Bisa Tuntut lewat UU ITE
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
Terkini
-
Pramono Sebut UMP Jakarta 2026 Naik, Janji Jadi Juri Adil Bagi Buruh dan Pengusaha
-
Polda Metro Bongkar Bisnis Aborsi Ilegal Modus Klinik Online: Layani 361 Pasien, Omzet Rp2,6 Miliar
-
Beda dengan SBY saat Tsunami Aceh, Butuh Nyali Besar Presiden Tetapkan Status Bencana Nasional
-
Kronologi Pembunuhan Bocah 9 Tahun di Cilegon, Telepon Panik Jadi Awal Tragedi Maut
-
Gubernur Bobby Nasution Serahkan Bantuan KORPRI Sumut Rp2 Miliar untuk Korban Bencana
-
Gubernur Bobby Nasution Siapkan Lahan Pembangunan 1.000 Rumah untuk Korban Bencana
-
Misteri Kematian Bocah 9 Tahun di Cilegon, Polisi Periksa Maraton 8 Saksi
-
Rencana Sawit di Papua Dikritik, Prabowo Dinilai Siapkan Bencana Ekologis Baru
-
Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
-
Geledah Kantor dan Rumah Dinas Bupati Lampung, KPK Sita Uang Ratusan Juta Rupiah