Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan merilis kasus pelanggaran hak asasi manusia di Pisa Cefe, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/12/2017). Data menunjukkan setiap tahun kasus bertambah.
"Pelaku penyiksaan lebih beragam, selain polisi dan TNI juga ada petugas lapas (sipir). Berdasar perantauan Kontras sepanjang 2017, warga yang paling rentan menjadi korban penyiksaan berusia 15-25 tahun," kata Koordinator Kontras Yati Andriyani dalam diskusi peringatan Hari HAM Internasional.
Penyiksaan yang pelakunya aparat kepolisian maupun TNI pada 2010 tercatat 28 kasus, meningkat menjadi 163 kasus pada 2016-2017.
Selama kurun waktu Januari hingga Oktober 2017, pelaku penyiksaan dari kalangan polisi paling dominan. 84 kasus, TNI 29 kasus, dan warga sipil 19 kasus.
Yang disayangkan Kontras, jumlah oknum yang ditindak tegas tak sebanding dengan jumlah kasus yang ada. Selama 2017, hanya ada satu pelaku yang diproses hingga pengadilan. Yaitu, kasus penyiksaan terhadap warga Meranti hingga tewas.
"Namun sangat disayangkan, Pengadilan Negeri Bengkalis, Riau, hanya menjatuhkan vonis 1-4 tahun penjara. Minimnya vonis itu sangat mengecewakan karena tidak sebanding dengan perbuatan yang dilakukan aparat Polres Meranti hingga menyebabkan dua korban tewas," ujar dia.
Kontras juga menemukan kasus penyiksaan yang dilakukan hingga korban -- La Gode, warga Taliabu, Maluku Utara -- tewas. Keluarga korban diiming-imingi oknum untuk berdamai asalkan jangan melapor ke kantor polisi. La Gode disiksa pada 24 Oktober. Dia mengalami luka di sekujur tubuh, delapan buah gigi serta kuku Ibu jari dicabut, hanya karena dianggap mencuri singkong parut gepe milik tetangga.
"Pihak keluarga diiming-imingi oleh anggota satgas agar tidak melaporkan kasus penyiksaan dan kematian itu selalu proses hukum," kata dia.
Kontras menyebut cara tersebut kerap dilakukan oleh oknum untuk menghindari proses hukum.
Pada 2016, oknum yang terbukti pernah memberi uang sebesar Rp100 juta kepada keluarga Siyono (terduga terorisme yang menjadi korban penyiksaan hingga tewas oleh Densus 88 Anti Teror) serta memintanya untuk mengikhlaskan kematian, lalu tidak menuntut secara hukum.
"Selain itu pola lainnya adalah kerap terjadi tekanan psikologis terhadap keluarga korban yang dilakukan oleh institusi pelaku penyiksaan, seperti Kepolisian dan TNI. Tindakan ini agar pihak keluarga tidak melakukan proses pelaporan atau penuntutan terkait kematian korban akibat praktik-praktik penyiksaan," ujar dia.
Kasus Munir dan Novel Baswedan
Yati menilai pemerintah terus mengelak dari tanggungjawab menyelesaikan kasus pembunuhan terhadap pembela HAM, Munir.
Dia menyebut mekanisme Pengadilan Tata Usaha Negara menjadi cara bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk lari dari tanggungjawab mempublikasikan hasil Tim Pencari Fakta kasus Munir kepada masyarakat, sebagaimana dimandatkan Keppres 1111 tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir.
Presiden melalui Kementerian Sekretaris Negara menolak menjalankan putusan Majelis Komisioner KIP yang menerima gugatan sengketa informasi Kontras dengan memutuskan bahwa dokumen hasil penyidikan TPF Munir merupakan informasi publik yang harus dibuka ke masyarakat.
"Hasil penyelidikan TPF Munir yang merupakan dokumen penting negara itu harusnya disampaikan ke publik," ujar dia.
Kasus penyiraman dengan air keras terhadap wajah penyidik KPK Novel Baswedan sudah lebih dari enam bulan belum tak ada perkembangan berarti. Presiden Jokowi dinilai mengabaikan desakan masyarakat sipil agar membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk kasus itu.
"Ketegasan Presiden untuk berdiri melindungi Novel dan KPK tidak terlihat, dia memilih pasif dalam merespon desakan penyelesaian kasus Novel," kata dia.
Berita Terkait
-
HAM Indonesia Alami Erosi Terparah Sejak Reformasi, 2025 Jadi Tahun Malapetaka
-
KemenHAM: Pelanggaran HAM oleh Perusahaan Paling Banyak Terjadi di Sektor Lahan
-
Peta Jalan Penyelesaian HAM Berat Resmi Dirilis, Keadilan Bagi Korban di Ujung Penantian?
-
Hak Asasi Manusia, tapi Milik Siapa?
-
Harita Nickel Masuk Daftar Perusahaan Tambang yang Penuhi Standar Perlindungan HAM
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Berapa Harga Mobil Bekas Toyota Yaris 2011? Kini Sudah di Bawah 90 Juta, Segini Pajaknya
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
Pilihan
-
Sesaat Lagi! Ini Link Live Streaming Final Futsal ASEAN 2025 Indonesia vs Thailand
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
Terkini
-
Beban Jakarta Tak Berkurang Meski Ada IKN, Pramono: Saya Pikir Bakal Turun, Ternyata Enggak
-
HAM Indonesia Alami Erosi Terparah Sejak Reformasi, 2025 Jadi Tahun Malapetaka
-
Eks Pimpinan KPK BW Soroti Kasus Haji yang Menggantung: Dulu, Naik Sidik Pasti Ada Tersangka
-
Khusus Malam Tahun Baru 2026, MRT Jakarta Perpanjang Jam Operasional Hingga Dini Hari
-
Mendagri Minta Pemda Percepat Pendataan Rumah Warga Terdampak Bencana di Sumatra
-
Pemprov DKI Jakarta Hibahkan 14 Armada Damkar ke 14 Daerah, Ini Daftar Lengkapnya!
-
Said Iqbal Bandingkan Gaji Wartawan Jakarta dan Bekasi: Kalah dari Buruh Pembuat Panci!
-
436 SPPG Polri Mulai Dibangun, Target Layani 3,4 Juta Penerima
-
Kisah Pramono Anung Panggil Damkar Jakarta Demi Evakuasi 'Keluarga' Kucing di Atap Rumah
-
Rakyat Jakarta Nombok! Said Iqbal Desak Pramono Anung Naikkan UMP 2026 Jadi Rp5,89 Juta