Suara.com - Pembahasan RKUHP oleh Komisi III DPR bersama Pemerintah memasuki tahap akhir. Perkembangan terakhir antara Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi secara resmi mengakhiri masa tugasnya.
"Meski masa tugas telah berakhir namun permasalahan perumusan norma dalam RKUHP khususnya terkait delik penghinaan tetap dipertahankan," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers, Nawawi Bahruddin, dalam keterangan resmi, Selasa (6/2/2018).
Salah satu delik penghinaan yang patut menjadi sorotan adalah penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam Buku Kedua Pasal 263 dan 264 RKUHP atau yang biasa disebut lesse majeste.
Patut diketahui bahwa rumusan norma kedua pasal tersbeut telah diatur terlebih dahulu dalam Pasal 134 dan 137 KUHP. "Namun Pasal 134 dan 137 tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006," ujar Nawawi.
Kuasa hukum LBH Pers, Ade wahyudin menjelaskan dalam pertimbangannya, MK menjelaskan bahwa, pertama, Martabat Presiden dan Wapres berhak dihormati secara protokoler namun keduanya tidak dapat diberikan privilege yang menyebabkannya memperoleh kedudukan dan perlakuan sebagai manusia secara substantif martabatnya berbeda di hadapan hukum dengan warga negara lainnya. Presiden dan Wapres tidaklah boleh mendapatkan perlakuan privilege hukum secara diskriminatif berbeda dengan kedudukan rakyat.
Kedua, Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHPidana bisa menimbulkan ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) karena amat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan terhadap Presiden dan/atau Wapres.
Ketiga, Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHPidana berpeluang pula menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan, dan ekspresi sikap tatkala ketiga pasal pidana dimaksud selalui digunakan aparat hukum terhadap momentum-momentum unjuk rasa di lapangan.
"MK secara tegas juga menyatakan pasal tersebut secara konstitusional bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28 E ayat (2) dan (3) UUD 1945," jelas Ade.
Dengan pertimbangan MK diatas telah secara jelas bahwa norma delik penghinaan terhadap Presiden dan Wapres inkonstitusional dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Jika merujuk pada frasa “penghinaan” pada Pasal 263 dan 264 RKUHP juga tidak dijelaskan secara spesifik dan rinci perbuatan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai penghinaan. Hal tersebut dapat menimbulkan multi tafsir di kalangan masyarakat khususnya aparat penegak hukum dalam menerapkan pasal tersebut.
Baca Juga: LBH Pers: Banyak Media Online Hidup Segan Mati Tak Mau
"Jika kedua pasal tersebut tetap dirumuskan maka dapat berpotensi terjadinya kriminalisasi terhadap bentuk kritik dan penyampaian pendapat yang ditujukan kepada Presiden dan Wakil Presiden," kata Gading Yonggar, kuasa hukum LBH Pers dalam kesempatan yang sama.
Dengan tetap dipertahankannya rumusan delik penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam RKUHP secara jelas merupakan bentuk pembangkangan terhadap Konstitusi dan Putusan MK yang final dan berkekuatan hukum tetap. Oleh sebab itulah LBH Pers mendesak kepada DPR dan Pemerintah untuk mencabut Pasal 263 dan 264 yang diatur dalam Buku Kedua RKUHP karena bertentangan dengan Pasal 28 E ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945 dan Putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
"Selain itu, Pemerintah dan DPR harus meninjau ulang rumusan delik penghinaan dan tidak ahistoris terhadap pasal penghinaan presiden dan wakil presiden yang sering digunakan untuk membungkam kritik dan pendapat masyarakat di masa lampau," tutupnya.
Berita Terkait
-
Ironi Penegakan Hukum: Jadi Korban Doxxing, Aktivis Khariq Anhar Justru Jadi Tersangka
-
5 Fakta Penting Aksi Bendera One Piece Ustaz Felix yang Jadi Uji Kebijakan Publik
-
Kang Maman: Fenomena Bendera One Piece Picu Trauma, Imajinasi Rakyat Dibatasi Aparat
-
Reaksi Pemerintah Soal Bendera One Piece Dinilai Lebay, Kang Maman: Takut Pada Simbol?
-
Saat Kreativitas Dibungkam, Lahirlah Sindiran: Perang Mural dan Masa Depan Ekspresi Seni
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Viral Murid SD Kompak Tolak Makan Gratis, Anak-Anak Jujur Masalahnya di Menu?
Pilihan
-
Tak Hanya Soal Ekonomi! Celios Ungkap Jejak Tiongkok di Indonesia Makin Meluas, Ini Buktinya
-
3 Rekomendasi HP 5G Murah di Bawah Rp3 Juta Tebaru September 2025
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
Terkini
-
Kunjungi Delpedro di Tahanan Polda Metro Jaya, Koalisi Sipil Sebut Polisi Cari Kambing Hitam
-
3 Fakta Viral Tanggul Beton Misterius di Laut Cilincing Ganggu Nelayan, Bukan Proyek Pemerintah?
-
Siapa Rajyalaxmi Chitrakar, Istri Mantan PM Nepal yang Tewas Tragis dalam Kerusuhan Nasional
-
Peringati September Hitam, Aliansi Perempuan Indonesia Kritik Pemerintah dan Upaya Pembungkaman
-
Profil Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli yang Mundur usai Didemo: Karier Politik dan Kontroversi
-
Usai Dilaporkan Jenderal TNI, Ferry Irwandi: Kalau Bersih Kenapa Harus Risih?
-
Profil Rajyalaxmi Chitrakar: Istri Eks PM Nepal yang Tewas Terbakar Hidup-Hidup
-
'Gak Usah Takut, Saya Udah Jago!' Gebrakan Kontroversial Menkeu Purbaya Jamin RI Aman dari Krisis
-
Lepasin Aja Lagi!: Ironi Penegak Hukum dan Jeritan Keadilan di Cikarang Utara yang Bikin Geram
-
Heboh Aksi Koboi Jalanan di ITC Permata Hijau, Pemotor Todong Pistol usai Cekcok dengan Sopir Ojol