Suara.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2011-2015 Abraham Samad menilai langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permintaan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto sudah tepat. Wiranto minta KPK menunda pengumuman calon kepala daerah sebagai tersangka korupsi.
Samad beralasan jika KPK meluluskan permintaan lembaga negara lain, bisa memperlambat dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
"Jabatan yang melakat pada Pak Wiranto adalah Menkoplhukam. Jadi, permintaan terhadap KPK agar menunda pengumuman tersangka kepala daerah yang terlibat korupsi itu sudah merupakan bentuk intervensi terhadap KPK yang merupakan lembaga independen. Jangankan kementrian, Presiden pun tidak bisa mengintervensi KPK," kata Samad Samad melalui keterangan persnya, Rabu (14/3/2018).
Karena itu, Samad mengingatkan bahwa dalam sistem tatanegara, KPK ditempatkan sebagai lembaga independen yang berfungsi sebagai lembaga penegakan hukum dalam hal pemberantasan korupsi, termasuk korupsi yang dilakukan di sejumlah daerah yang melibatkan calon kepala daerah petahana atau yang bukan petahana.
Samad paham dengan yang disampaikan Wiranto secara substantif bermuatan positif. Dalam penyelanggaraan Pilkada di 171 daerah agar tidak menimbulkan kegaduhan.
Pengumuman calon kepala daerah yang akan ikut pilkada diduga dapat mempengaruhi tahapan pilkada serentak dan pilihan rakyat terhadap calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalaupun KPK meluluskan permintaan Wiranto untuk menunda pengumuman tersangka, maka dampak yang ditimbulkan atas penundaan itu tidaklah kecil dan bahkan semakin buruk," katanya.
Samad mencontohkan, kalau seorang kepala daerah yang semula sudah dilakukan pengusutan terhadap kasus korupsi tapi kemudian ditunda karena adanya permintaan, setelah selesainya pilkada dan dilantik menjadi kepala daerah, persoalan akan kembali muncul.
Selain merugikan biaya, waktu, dan tenaga untuk menyelenggarakan Pilkada, kata Samad, juga merugikan rakyat pemilih yang tidak percaya lagi pemimpinnya sendiri karena mereka merasa dipimpin oleh kepala daerah yang korup.
Baca Juga: Cara KPK Tangkis Tuduhan Main Politik Tetapkan Calkada Tersangka
Namun dalam konteks hukum dan ketatanegaraan, kata Samad, permintaan Wiranto tetaplah dapat dikategorikan intervensi terhadap tugas dan fungsi KPK sebagai lembaga independen yang bertugas melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi.
"Jadi KPK tidak perlu menanggapi permintaan Pak Wiranto itu, syukur kalau malah menolaknya secara tegas," kata Samad.
Menurut Samad, tugas dan kewenangan KPK adalah mengusut tindakan korupsi yang dilakukan siapa saja dan menindak kapan saja.
Kerja KPK tidak boleh dibatasi ruang dan waktu, bahkan tidak boleh dihentikan karena adanya intervensi dari pihak manapun, bahkan dari Presiden RI sekalipun.
Samad mengemukakan data dan fakta dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai adanya aliran dana mencurigakan yang diduga digunakan terkait Pilkada Serentak 2018, di mana PPATK mencatat 53 transaksi elektronik dan 1.066 transaksi tunai puluhan miliaran rupiah.
Sedangkan perihal aliran dana yang terkait peserta pilkada tercatat 368 transaksi mencurigakan dan yang sudah ada hasil analisanya sebanyak 34 laporan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf