Suara.com - Pengacara Fredrich Yunadi mengeluh kepada majelis hakim terkait kondisinya selama mendekam di rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keluhan itu dia lontarkan lantaran KPK tidak memberikan obat anti cemas yang telah dititipkan oleh istrinya.
"Hingga hari ini, kita diabaikan sama sekali tidak dilaksanakan penuntut umum. Nihil," kata Fredrich di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (12/4/2018).
Fredrich dengan nada tinggi melontarkan, kalau dokter di rutan cabang KPK tidak memberikan obat yang telah dibawa istrinya. Lantaran Fredrich mengalami penyakit jantung.
"Masalah obat, jaksa penuntut umum tidak menyampaikan masalah obat ke KPK," ujar Fredrich.
Menanggapi hal ini, jaksa KPK telah mengkonfirmasi ke dokter poliklinik KPK kalau Fredrich telah menjalani pengobatan di RS Medistra pada Senin (26/2) lalu.
"Terdapat lima macam obat harus ditebus sebanyak 250 butir, memang KPK tidak menanggung biaya menebus obat tersebut. Setelah berobat memang ditebus, tapi yang ditebus obat alganax itu obat anticemas," ujar jaksa.
Kendati demikian, akui jaksa, Fredrich tidak sepenuhnya mendapat obat anticemas tersebut. Lantaran obat itu merupakan jenis obat keras.
"Karena kita ingin terdakwa selalu diberikan penanganan yang baik, termasuk kesehatannya," jelas jaksa.
Mendengar pernyataan jaksa, kemudian mantan pengacara Setya Novanto itu membantahnya kalau ucapannya bohong.
Baca Juga: Klaim Terus Dipersulit KPK, Fredrich Yunadi Minta Pindah Rutan
"Bohong yang mulia, obat saya nyatanya malah disita oleh petugas," pungkas Fredrich.
Diketahui, pada sidang sebelumnya Fredrich meminta majelis hakim agar memerintahkan pihak Rutan KPK untuk mengembalikan obatnya yang telah disita. Sebab, obat tersebut dibeli dengan uangnya sendiri.
Berita Terkait
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Modus Licik Eks Pejabat MA Zarof Ricar Sembunyikan Aset Rp35 Miliar, Ternyata Atas Nama Dua Anaknya
-
KPK Kejar Jejak Uang Korupsi Haji, Giliran Bendahara Asosiasi Travel Diperiksa
-
Korupsi Kuota Haji: KPK Endus Aliran Duit Haram Sampai ke Meja Dirjen, Hilman Latief Dicecar 11 Jam
-
KPK Panggil Nursatyo Argo sebagai Saksi, Korupsi LNG Temui Titik Terang?
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Ucapan Rampok Uang Negara Diusut BK, Nasib Wahyudin Moridu Ditentukan Senin Depan!
-
Survei: Mayoritas Ojol di Jabodetabek Pilih Potongan 20 Persen Asal Orderan Banyak!
-
Sambut Putusan MK, Kubu Mariyo: Kemenangan Ini Milik Seluruh Rakyat Papua!
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban