Suara.com - Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP Setya Novanto menyebut tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap dirinya sangat tidak adil. Lelaki yang akrab disapa Setnov tersebut dituntut 16 tahun penjara dan didenda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Selain itu, dia juga dibebani dengan pidana tambahan berupa diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 7,4 juta dolar AS dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan dan juga dicabut hak politiknya selama lima tahun usai menajalani masa hukuman utama.
"Tuntutan JPU setebal 2.415 halaman yang menuntut selama 16 tahun penjara bagi saya jelas sangat tidak adil," katanya saat membacakan pledoi di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (13/4/2018).
Mantan Ketua DPR RI tersebut juga merasa heran dengan keputusan jaksa KPK yang menunututnya lebih tinggi daripada terdakwa-terdakwa kasus e-KTP yang lainnya. Padahal menurutnya, dia sudah bekerja secara maksimal dengan selalu kooperatif terhadap penyidik KPK dan di persidangan.
"Dari keseluruhan terdakwa e-KTP yang disidangkan, saya lah terdakwa yang dituntut paling tinggi. Padahal sepanjang sidang saya berlaku kooperatif, saksi di penyidikan saya maksimal kooperaif, saya sampaikan hal-hal yang saya tahu," kata Setnov.
Padahal menurutnya, dia tidak pernah melakukan upaya intervensi terahdap proses anggaran dan pelaksanaan proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.
"Saya tidak pernah mengintervensi dalam penganggaran dan pembiayaan penerapan e-KTP dengan maksud untuk menguntungkan diri atau orang lain," jelasnya.
Sedangkan terkait kesepakatan fee, Novanto menyebut nama Irman selaku mantan Dirjen Dukcapil, Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku pengusaha, dan Burhanudin Napitupulu selaku mantan Ketua Komisi II DPR.
"Sebagaimana surat tuntutan JPU, di mana secara detail menguraikan dan menceritakan bagaimana peran pemerintah melalui Kemendagri merancang KTP berbasis NIK. Peran pemerintah melalui Kemendagri lah yang paling dominan dalam pembahasan e-KTP khususnya dalam pembiayaan, bukan di DPR," lanjut Setnov.
Baca Juga: Mensos Idrus Lihat Setnov Nangis di Sidang Korupsi, Ini Reaksinya
Kemudian, Novanto mengatakan kesepakatan pembagian fee antara Irman, Andi, dan Burhanudin di luar tanggung jawabnya. Dia pun menyayangkan hal itu disebutnya tidak terungkap dalam persidangan.
"Kesepakatan pemberian fee DPR RI adalah kesepakatan Irman, Andi Agustinus, dan almarhum Burhanudin Napitupulu. Majelis hakim yang mulia, selama proses persidangan berlangsung fakta ini tidak pernah terungkap di persidangan, padahal saudara Irman dalam BAP menceritakan detail awal pemberian fee kepada Burhanudin Napitupulu," jelasnya lagi.
Labih lanjut Setnov menegaskan bahwa sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar waktu itu, tidak memiliki kewenangan untuk membahas persetujuan e-KTP di Komisi II DPR. Dia juga mengaku untuk memutuskan hal tersebut tidak bisa dilakukan sendiri.
"Itu dilakukan secara kolektif kolegial, nggak cukup Fraksi Golkar dan atau saya sbagai ketua Fraksi Golkar, harus melalui rapat kerja, rapat dengar pendapat, laporan singkat Mendagri, keputusan diambil, lalu keputusan bersama," lanjutnya.
Lalu kemudian dia mengatakan bahwa yang terlibat dalam pembahasan e-KTp tersebut tidak hanya Fraksi Partai Golkar. Dia mengatakan semua partai ikut.
Dari 50 orang anggota Komisi II terdapat 13 orang dari Fraksi Demokrat, 10 dari Golkar, 8 PDI Perjuangan, 5 PKS, 4 PAN, masing-masing 3 orang dark PPP, PKB, dan Gerindra, dan 2 orang dari Fraksi Partai Hanura.
Berita Terkait
-
Mensos Idrus Lihat Setnov Nangis di Sidang Korupsi, Ini Reaksinya
-
Cucuran Airmata Istri, Keluarga dan Pengacara Setya Novanto
-
Habis Menangis, Setya Novanto Bacakan Puisi 'Di Kolong Meja'
-
Sidang e-KTP, Setya Novanto Menangis saat Cerita Istri dan Anak
-
Boediono Buka Suara soal Putusan Kelanjutan Kasus Century
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Gus Yahya Ngaku Sejak Awal Inginkan Islah Sebagai Jalan Keluar Atas Dinamika Organisasi PBNU
-
Rais Aam PBNU Kembali Mangkir, Para Kiai Sepuh Khawatir NU Terancam Pecah
-
Puasa Rajab Berapa Hari yang Dianjurkan? Catat Jadwal Berpuasa Lengkap Ayyamul Bidh dan Senin Kamis
-
Doa Buka Puasa Rajab Lengkap dengan Artinya, Jangan Sampai Terlewat!
-
Pedagang Korban Kebakaran Pasar Induk Kramat Jati Mulai Tempati Kios Sementara
-
Buku "Jokowi's White Paper" Ditelanjangi Polisi: Cuma Asumsi, Bukan Karya Ilmiah
-
Gibran Turun Gunung ke Nias, Minta Jembatan 'Penyelamat' Siswa Segera Dibangun
-
Mensos Salurkan Santunan Rp15 Juta bagi Ahli Waris Korban Bencana di Sibolga
-
Pengamat: Sikap Terbuka Mendagri Tito Tunjukkan Kepedulian di Masa Bencana
-
Anjing Pelacak K-9 Dikerahkan Cari Korban Tertimbun Longsor di Sibolga-Padangsidimpuan